Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Jumat, 30 Mei 2014

Apa Yang Kau Inginkan dari Hidupmu ?



Hidup di dunia adalah kehidupan yang mesti berakhir. Tak bisa tidak, manusia pastilah bertemu dengan ajalnya. Hakikat usia kita di dunia ini hanyalah seumur jagung yang kemudian mati menguning. Allah l mengingatkan kita akan hal ini dalam sebuah ayat-Nya:

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan, sia-sia, perhiasan, dan bermegah-megah antara kalian, serta saling memperbanyak harta dan anak. Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning lalu menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang pedih dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” [Q.S. Al-Hadid:20].
Karena sempitnya waktu kita di atas muka bumi ini, sepatutnya kita mengetahui apa sebenarnya target kita di dunia agar kita fokus dalam mencapainya.
Tujuan Utama: Bahagia
Tentunya setiap dari kita pasti ingin hidupnya bahagia, dan inilah tujuan kita yang sesungguhnya. Sejatinya, apapun yang kita lakukan di dunia ini, baik dengan cara yang dihalalkan ataupun dilarang oleh syariat semuanya bermuara pada tujuan yang satu: mencapai kebahagiaan.
Hanya saja, cara untuk mencapai kebahagiaan ini berbeda pada masing-masing individu. Sebagian besar lebih menitikberatkan pada pemenuhan sarana materi. Sebagian lain berusaha mencari kebahagiaan semu dengan obat-obatan terlarang. Dan hanya sedikit yang mendapatkan hidayah untuk mencapai kebahagiaan yang sempurna dan hakiki: kebahagiaan di atas koridor syariat, kebahagiaan dunia akhirat.
Bahagia Bukan Hanya Dengan Materi
Saudaraku, hidup bahagia tidak harus dengan tercukupinya materi. Hidup bahagia tidak melulu berarti kebebasan finansial. Memang, materi merupakan salah satu unsur dari kebahagiaan, namun bukan seluruhnya. Materi hanyalah sebuah perantara untuk mencapai kebahagiaan. Dari sini, kita pun menyadari betapa banyak orang yang belum berbahagia meski hartanya melimpah, rumahnya megah, dan mobilnya mewah.
Justru, materi yang sebenarnya merupakan perantara kebahagiaan bisa menjadi sebab terhalangnya kebahagiaan jika kita tidak pandai-pandai mengaturnya. Betapa banyak orang yang justru menjadi pemburu harta dengan mengabaikan kebahagiaannya. Betapa banyak orang yang justru tidak bisa tidur nyenyak lantaran banyaknya harta yang ada di tangannya. Lagipula, seorang yang telah memiliki harta tidak akan puas berhenti pada satu tingkatan kekayaan. Ia akan mencari dan terus mencari harta kekayaan meski telah melimpah ruah. Tidakkah kita menyimak sebuah ucapan dari Rasul yang mulia `:
لَوْ كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثَالِثًا، وَلاَ يَمْلأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ
“Andai anak Adam memiliki dua lembah harta, niscaya dia akan mencari yang ketiganya. Tidak ada yang bisa memenuhi perutnya kecuali tanah (yakni dikubur di dalam tanah).” [H.R. Al-Bukhari dan Muslimdari Ibnu Abbas c]. Dan demikianlah, setiap seseorang memiliki harta, pasti dia menginginkan yang lebih darinya. Hanya kematianlah yang bisa menghentikan ambisi untuk menambah hartanya.
Maka dari itu, Rasulullah ` mendefinisikan kekayaan sebenarnya dalam sebuah hadits (artinya), “Bukanlah kekayaan sejati itu disebabkan karena banyak hartanya, tapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan jiwa.” [H.R. Al-Bukhari dan Muslim]. Kekayaan jiwa yang dimaksud oleh Rasulullah ` adalah rasa cukup terhadap pemberian Allah l, tidak meminta-minta, dan meyakini bahwa kadar yang Allah tetapkan adalah jumlah yang terbaik baginya. Inilah makna qana’ah.
Nah, dengan penjelasan ini, teranglah bagi kita kenapa Rasulullah ` bersabda dalam sebuah hadits yang artinya, “Sungguh telah beruntung orang yang masuk Islam dan diberi rezeki yang cukup, lalu Allah memberinya rasa qana’ah.” [H.R. Muslim dari shahabat Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash c].
Rezeki Sudah Ditentukan
Saudaraku, seberapa pun kita sibuk dan bersungguh-sungguh dalam mencari rezeki, sesungguhnya Allah telah menentukan kadarnya. Allah telah menuliskannya di dalam Lauhul Mahfuzh semenjak limapuluh ribu tahun sebelum diciptakannya bumi dan langit. Rasulullah ` pernah bersabda yang artinya, “Allah telah menuliskan takdir-takdir makhluk lima puluh ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit-langit dan bumi.”[H.R. Muslim dari shahabat Ibnu Umar c].
Tugas kita hanyalah menjemput rezeki tersebut dengan melakukan usaha yang halal. Jika Allah menakdirkan rezeki kita sedikit, hal itu tidak akan berubah meskipun kita bekerja keras memeras keringat membanting tulang. Sebaliknya, jika Allah menakdirkan rezeki kita adalah rezeki yang berlimpah, tidak akan berubah menjadi sedikit meskipun kita berusaha dengan seadanya. Hanya saja, berusaha dengan cara yang halal adalah keharusan. Menempuh sebab datangnya rezeki kemudian menyandarkan hasilnya kepada Allah adalah tawakal yang wajib dilaksanakan.
Maka dari itu, Rasulullah ` mewasiatkan kepada kita untuk mencari rezeki dengan cara yang baik dalam sabda beliau yang artinya, “Sesungguhnya Ruhul Qudus (Malaikat Jibril) mengilhamkan kepada qalbuku bahwasanya tidak ada satu jiwa pun yang meninggal dunia hingga dia telah lengkap menerima seluruh rezekinya, maka bertakwalah kepada Allah dan carilah rezeki dengan cara yang baik. Janganlah karena merasa rezekinya lambat lalu membuatnya mencari dengan bermaksiat kepada Allah. Sebab, yang ada di sisi Allah tidak dapat dicapai kecuali dengan ketaatan kepada-Nya.” [H.R. Abu Nu’aim dari shahabat Abu Umamah z,, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Jami’].
Kebahagiaan Hakiki Nan Abadi
Apa yang kita bahas di atas adalah kebahagiaan di dunia yang fana dan sebentar. Sejatinya, ada kebahagiaan abadi yang wajib untuk kita cari. Ya, kebahagiaan itu adalah kebahagiaan ukhrawi, kebahagiaan kita di akhirat kelak.
Tentu masing-masing dari kita telah mengetahui adanya kebahagiaan ini. Namun sayang, terkadang pengetahuan ini sebatas wawasan dan belum menjadi keimanan yang mantap. Sehingga, pengetahuan ini jarang menjadi sebuah landasan yang memacu kita untuk beramal mencarinya.
Kebahagiaan itu tidak akan terputus oleh maut ataupun sakit. Kebahagiaan yang belum pernah terbersit di dalam benak, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah terlihat oleh mata. Itulah tujuan sejati kita yang seharusnya menjadi prioritas kita. Allahu a’lam bish shawab

Sumber

Minggu, 25 Mei 2014

Cara Setan Bisa Menggoda Manusia

benteng
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Imam Ibnul Jauzi membuat sebuah perumpamaan yang menggambakan bagaimana upaya setan dalam menggoda manusia?
Sesungguhnya hati manusia ibarat kerajaan. Di bagian luar terdapat tembok yang menjadi benteng. Tembok benteng ini memiliki beberapa pintu dan bagian celah yang belum diperbaiki. Di dalam benteng terdapat istana berupa akal dan hati nurani. Dan disamping benteng terdapat rumah tua yang dihuni hawa nafsu.
Para malaikat keluar masuk ke dalam benteng melalui pintu masuk. Sementara setan keluar masuk ke rumah tua tanpa ada halangan.
Pertempuran terus terjadi antara penghuni istana dengan penghuni rumah tua. Sementara setan selalu keliling mengitari benteng untuk mencari peluang lengahnya penjaga pintu benteng dan berusaha menerobos celah tembok.
Karena itu, tidak selayaknya sang penjaga lengah meskipun hanya sesaat. Dia harus mengontrol semua pintu, dan memperhatikan celah benteng. Karena musuh tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan. Seseorang pernah bertanya kepada Hasan al-Bashri,
”Apakah setan itu tidur?” jawab beliau,
لو نام لوجدنا راحة
“Kalau dia tidur, kita nanti bisa istirahat.” Benteng ini diterangi dengan dzikir dan sinar iman. Di dalam benteng terdapat cermin kaca yang bisa menangkap bayangan setiap orang yang masuk ke dalam benteng. Karena itu, hal pertama yang dilakukan setan di rumah tua adalah memperbanyak asap was-was.Sehingga setan bisa menghitamkan tembok benteng dan mengotori cermin. Sementara akal sehat yang sejalan dengan aturan syariat, menjadi penghalang munculnya asap, dan hujan dzikir bisa membersihkan cermin.
Sang musuh sering melakukan operasi militer. Terkadang mereka melakukan operasi dan masuk ke dalam benteng. Kemudian sang penjaga datang menghalang lalu pasukan itu keluar. Terkadang dia masuk dan membuat kerusakan. Bahkan terkadang tetap tinggal di dalam, karena sang penjaga lengah.
Sementara udara dingin yang menerpa, bisa membuat asap cepat terkondensasi memadat, sehingga menghitamkan tembok benteng, dan menutupi cermin. Sehingga setan bisa masuk, namun sang penjaga tidak sadar. Terkadang setan melukai penjaga karena dia lengah, dan terkadang menangkapnya dan dijadikan tawanan atau budak. Setan selalu berusaha melakukan makar di rumah tua atas bantuan hawa nafsu.
(Talbis Iblis, hlm. 50) Ustadz Ammi Nur Baits - Pembina KonsultasiSyariah.com

Minggu, 18 Mei 2014

Download Audio Kajian Islami


Bismillah , Alhamdulillah, dengan bersyukur kepada Allah Ta'ala atas nikmat-nikmatnya .Berikut adalah link-link kajian islami berupa audio yang bisa saudara simak atau download , semoga bisa memberikan manfaat kepada sudara sekalian.
Silahkan klik sesuai judul !












*..........Tema berikutnya menyusul insya-Allah








Mas, Kok Tidak Sholat Berjama’ah?


Sebagian besar masjid-masjid kaum muslimin saat ini kita lihat kosong dari jama’ah. Pemandangan ini hampir merata kita temui di setiap tempat, baik di desa maupun di kota. Inilah buah dari kekurangfahaman mereka dalam ilmu syariat, khususnya yang berkaitan dengan hukum sholat berjama’ah. Sehingga bila kita tanyakan kepada seseorang, “Mengapa tidak sholat di masjid, kok malah sholat di rumah?”, boleh jadi ia menjawab, “Ah, itu kan cuma sunnah saja…” Subhanalloh!!, semoga Alloh memahamkan kepada kaum muslimin tentang syariat yang mulia ini.

Apa Hukum Sholat Berjama’ah?

Ketahuilah, bahwa pendapat yang benar dalam masalah ini ialah sholat berjamaah itu wajib (bagi laki-laki, adapun bagi kaum wanita, sholat di rumah lebih baik daripada sholat di masjid walaupun secara berjama’ah). Inilah pendapat yang disokong oleh dalil dalil yang kuat dan merupakan pendapat jumhur ulama dari kalangan sahabat dan tabi’in, serta para imam madzhab (Kitabus Sholat karya Ibnul Qoyyim).

Perintah Alloh Ta’ala Untuk Sholat Berjamaah dan Ancaman Nabi Yang Sangat Keras Bagi Yang Meninggalkannya

“Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’ (dalam keadaan berjamaah).” (Al Baqoroh: 43). Perhatikanlah wahai saudaraku, konteks kalimat dalam ayat ini adalah perintah, dan hukum asal perintah adalah wajib. Rosululloh telah bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku yang ada di tangan-Nya, ingin kiranya aku memerintahkan orang-orang untuk mengumpulkan kayu bakar, kemudian aku perintahkan mereka untuk menegakkan sholat yang telah dikumandangkan adzannya, lalu aku memerintahkan salah seorang untuk menjadi imam, lalu aku menuju orang-orang yang tidak mengikuti sholat jama’ah, kemudian aku bakar rumah-rumah mereka.” (HR. Bukhori)
Hadits di atas menunjukkan wajibnya (fardhu ain) sholat berjama’ah, karena jika sekedar sunnah niscaya beliau tidak sampai mengancam orang yang meninggalkannya dengan membakar rumah. Rosululloh tidak mungkin menjatuhkan hukuman semacam ini pada orang yang meninggalkan fardhu kifayah, karena sudah ada orang yang melaksanakannya. (Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al Asqolani)
Diriwayatkan dari Abu Huroiroh, seorang lelaki buta datang kepada Rosululloh dan berkata, “Wahai Rosululloh, saya tidak memiliki penunjuk jalan yang dapat mendampingi saya untuk mendatangi masjid.” Maka ia meminta keringanan kepada Rosululloh untuk tidak sholat berjama’ah dan agar diperbolehkan sholat di rumahnya. Kemudian Rosululloh memberikan keringanan kepadanya. Namun ketika lelaki itu telah beranjak, Rosululloh memanggilnya lagi dan bertanya, “Apakah kamu mendengar adzan?”, Ia menjawab, “Ya”, Rosululloh bersabda, “Penuhilah seruan (adzan) itu.” (HR. Muslim). Perhatikanlah, jika untuk orang buta saja yang tidak memiliki penunjuk jalan itu tidak ada rukhsoh (keringanan) baginya, maka untuk orang yang normal lebih tidak ada rukhsoh lagi baginya.” (Al Mughni karya Ibnu Qudamah).

Hanya Munafik Saja Yang Sengaja Meninggalkan Sholat Jama’ah

Sahabat besar Ibnu Mas’ud rodhiyallohu’anhu berkata tentang orang-orang yang tidak hadir dalam sholat jama’ah: “Telah kami saksikan (pada zaman kami), bahwa tidak ada orang yang meninggalkan sholat berjama’ah kecuali orang munafik yang telah diketahui kemunafikannya atau orang yang sakit”. Lalu bagaimana seandainya Ibnu Mas’ud hidup di zaman kita sekarang ini, apa yang akan beliau katakan???
(Disarikan oleh Abu Hudzaifah Yusuf dari terjemah kitab Sholatul Jama’ah Hukmuha wa Ahkamuha karya Dr. Sholih bin Ghonim As-Sadlan)

Jumat, 16 Mei 2014

Wasiat Emas Syaikh Abdul Qadir Al Jaelani

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani Rahimahullah, (bernama lengkap Muhyi al Din Abu Muhammad Abdul Qadir ibn Abi Shalih Al-Jailani). Lahir di Jailan atau Kailan tahun 470 H/1077 M kota Baghdad sehingga di akhir nama beliau ditambahkan kata al Jailani atau al Kailani. Biografi beliau dimuat dalam Kitab Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab al Hambali.

Beberapa Nasehat Beliau ;

"Janganlah berbuat bid'ah dan sesuatu yang baru dalam agama Allah. Ikutilah para saksi yang adil berdasarkan Al Qur'an dan Sunnah karena keduanya akan mengantarkanmu kepada Tuhanmu 'Azza wa Jalla. Jika kamu berbuat bid'ah, saksimu adalah akal dan hawa nafsumu sendiri. Keduanya akan mengantarkanmu kepada neraka dan mempertautkanmu dengan Fir'aun, Haman, beserta bala tentaranya. Jangan engkau berhujah dengan qadr, karena itu tidak akan diterima darimu. Engkau harus masuk Darul Ilmi dan belajar, beramal, lalu ikhlas". (Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam Al Fath Ar Rabbani, al Majlis 47).

"Ber-ittiba'lah dan jangan berbuat bid'ah. Patuhilah dan janganlah membangkang. Bersabarlah dan jangan khawatir. Tunggulah dan jangan berputus asa". (Al Sya'rani, al Thabaqat al Kubra hal. 129).

"Hendaklah kalian ber-ittiba' dan tidak berbuat bid'ah. Hendaklah kalian bermazhab kepada Salafus Shalih. Berjalanlah pada jalan yang lurus". (Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam Al Fath Ar Rabbani, al Majlis 4).

"Ikutilah sunnah Rasul dengan penuh keimanan, jangan membuat bid'ah, patuhlah selalu kepada Allah dan Rasul-Nya, jangan melanggar, junjung tinggi tauhid dan jangan menyekutukan Dia". (Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam FUTUH GHAIB risalah 2).

Syaikh Abdul Qadir Jailani berkata; Nabi -shalallahu 'alaihi wasallam- bersabda :"Barangsiapa berbuat sesuatu yang tidak kami perintahkan, maka perbuatnnya tertolak. Hal ini meliputi kehidupan, kata dan perilaku. Hanya Nabilah yang dapat kita ikuti, dan hanya berdasarkan al Qur'anlah kita berbuat. Maka jangan menyimpang dari keduanya ini, agar engkau tidak binasa, dan agar hawa nafsu serta setan tidak menyesatkanmu". (Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam FUTUH GHAIB risalah 36).

Sabtu, 10 Mei 2014

Pengaruh Orang Tua Terhadap Anak


“Betapa banyak orang yang mencelakakan anaknya—belahan hatinya—di dunia dan di akhirat karena tidak memberi perhatian dan tidak memberikan pendidikan adab kepada mereka. Orang tua justru membantu si anak menuruti semua keinginan syahwatnya. Ia menyangka bahwa dengan berbuat demikian berarti dia telah memuliakan si anak, padahal sejatinya dia telah menghinakannya. Bahkan, dia beranggapan, ia telah memberikan kasih sayang kepada anak dengan berbuat demikian. Akhirnya, ia pun tidak bisa mengambil manfaat dari keberadaan anaknya. Si anak justru membuat orang tua terluput mendapat bagiannya di dunia dan di akhirat. Apabila engkau meneliti kerusakan yang terjadi pada anak, akan engkau dapati bahwa keumumannya bersumber dari orang tua.” (Tuhfatul Maudud hlm. 351)

“Mayoritas anak menjadi rusak dengan sebab yang bersumber dari orang tua, dan tidak adanya perhatian mereka terhadap si anak, tidak adanya pendidikan tentang berbagai kewajiban agama dan sunnah-sunnahnya. Orang tua telah menyia-nyiakan anak selagi mereka masih kecil, sehingga anak tidak bisa memberi manfaat untuk dirinya sendiri dan orang tuanya ketika sudah lanjut usia. Ketika sebagian orang tua mencela anak karena kedurhakaannya, si anak menjawab, ‘Wahai ayah, engkau dahulu telah durhaka kepadaku saat aku kecil, maka aku sekarang mendurhakaimu ketika engkau telah lanjut usia. Engkau dahulu telah menyia-nyiakanku sebagai anak, maka sekarang aku pun menyia-nyiakanmu ketika engkau telah berusia lanjut’.” (Tuhfatul Maudud hlm. 337)
 
(Diambil dari Huququl Aulad ‘alal Aba’ wal Ummahat hlm. 8—9, karya asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahim al-Bukhari hafizhahullah)

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif