Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Sabtu, 01 Agustus 2015

Hakikat Cinta Kepada Al Quran dan As Sunnah, Pada Wujud Kesembuhan yg Hakiki

Hakikat Cinta Kepada Al Quran dan As Sunnah, Pada Wujud Kesembuhan yg Hakiki
happy-Ramadan-1436 H
Pertanyaan:
Hakikat Cinta Kepada Al Quran dan As Sunnah, Pada Wujud Kesembuhan yg Hakiki.?? [Ancha Alamsyah, Trainer dan Ketua Umum Rumah Rehab Makassar [6/22/2015, 10:13]]
Bismillah asholatu wassalamu ‘ala Rosulillah, wa’ala alihi wa shohbihi ajma’in wa man tabi’ahum bi ihsani ila yaumiddin. Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah yang maha luas dan kekal kasih sayangnya. Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurah limpah kepada Rasulullah beserta orang tercinta didekatnya, keluarga, keturunan dan seluruh pengikutnya hingga Akhir jaman.
Cinta itu lahir karena butuh, kebutuhan yang akan melahirkan kepatuhan. Rasa patuh itu semakin kuat ketika kebutuhan semakin kuat, semakin butuh semakin cinta. Adapun karakteristik seorang pecinta itu adalah selalu ingin dekat dengan yang ia cintai, realisasi cinta ini bisa dalam berbagai bentuk dan perwujudan. Kadang dengan mengidentikan diri dengan yang ia cintai, menyebut-nyebut namanya, ingin menolongnya, memenuhi kebutuhannya, menaatinya, menyebut-nyebut namanya, berkorban untuknya bahkan pada puncaknya rela mati untuk yang dicintainya.
Dalam tubuh manusia ini ada dua unsur setidaknya, yaitu ruh dan jasad. Sebagian berpendapat juga mengimani tentang adanya jiwa yang terpisah dari ruh, namun demikian telah menjadi pengetahuan umum bahwa dalam diri kita ada hal yang sifatnya nyata [jasadi] dan ada ruhani. Yang jasad ini kemudian disebut materi dan yang ruhani ini disebut imateri, hingga kemudian disebutkan ada kebutuhan materi dan imateri. Ruhani dan jasmani ini dua-duanya memiliki kebutuhan yang sama pentingya, kedua kebutuhan itu harus seimbang dan diisi. Ketika ia tidak dipenuhi maka ia akan sakit.
Mereka yang sering mementingkan kebutuhan kebutuhan jasadi disebut materialis. Dan kebanyakan manusia yang tertipu berlaku demikian, termasuk muslimin-muslimah bahkan barangkali diri kita. Bagi yang terlalu mementingkan kebutuhan jasadi ini, Allah akan ingatkan ia tentang ruhani yang kehausan yaitu dengan sakitnya jasad [sebagai alarm].
Artinya kecintaannya kepada benda/jasad/materi ini harus diseimbangkan, bahkan harus diubah karena hampir seluruh kebutuhan spiritual itu adalah persiapan menyeluruh untuk sebuah hari yang sangat panjang. Kita sudah maklum bahwa mereka yang akan pergi dan sadar akan kepergiannya itu pasti akan bersiap-siap. Disisi lain, kita telah sangat yakin bahwa kebutuhan spiritual ini berkaitan erat dengan kesembuhan jasad. Jasmani akan sembuh perlahan-lahan setelah ruhani seseorang sembuh.
Bahkan bagi seorang muslim, sebenarnya kondisi jasad itu bukanlah masalah besar karena diakhirat kelak kita tidak akan ditanya tentang jasad namun tentang qalbu. Dari itu jelas kesehatan qalbu/spiritual lebih penting, dan untuk menggapai kesembuhan dengan ruqyah yang sempurna tentu kita harus memperhatikan bahwa teraphy ruqyah itu adalah dibacakan al Qur’an yang ia merupakan bagian daripada sunnah.
Jika seseorang ingin sembuh dengan sunnah, maka tentu ia harus mengambil dan mencintai semua sunnah yang ia mampu tidak memilih yang ia sukai saja. Atau minimal tidak membenci ahlussunnah. Tentunya jika kesembuhannya ingin sempurna maka upayanya pun harus sempurna, dan satu pekerjaan tidak akan sempurna kecuali ia mencintai pekerjaan itu.
Nah lalu apa hal yang mendasari pentingnya cinta kepada Al Qur’an dan Sunnah ini hingga mempengaruhi kesembuhan jiwa dan jasad seseorang?
Jawabannya menjadi sederhana ketika kita mengetahui hakikat diatas. Ketika ia menyadari bahwa Al Qur’an itu adalah mukzizat kenabian terakhir yang tidak ada lagi mukzizat setelahnya maka ia pun harus menyadari bahwa al Qur’an itu sesuatu yang agung, ia adalah bagian dari rahmat Allah yang tidak akan diberikan kepada mereka yang ingkar kepadaNya. Artinya butuh proses agar al Qur’an itu menyembuhkan, karena ia pun perlu mengubah keadaan qalbu dan kehidupannya.
Kesembuhan dengan Al Qur’an itu bagian dari sunnatullah, ia adalah sesuatu yang mutlak namun tentunya butuh proses untuk menggapai rahmat Allah yang maha tinggi. Berbicara masalah proses tentunya tidak sebentar, maka dari itu seorang hamba yang ingin menjemput kesembuhan dengan al Qur’an maka ia harus mencintainya.
Adapun tentang ritual sunnah, ia merupakan benteng terbaik untuk menghindari segala marabahaya. Setelah memperbaiki akidah dan tauhid, memurnikan ketaatan hanya kepada Allah maka seorang mukmin akan mencari sunnah-sunnah sebagai tambahan. Semakin banyak sunnah yang dilakukan semakin kuat benteng ghoib yang ia buat, karena Allah mencintai amalan-amalan sunnah yang dilakukan hambaNya.
“Sunnah itu mahal harganya, tentu saja tidak akan pernah terbeli dengan dunia seberapun besar nilainya. Maka dari itu satu-satunya jalan untuk menggapainya adalah dengan mendekatinya, mencintainya dan kembali kepadanya”.
Karena puncak kesembuhan itu ketika manusia ridho kepada Allah sebagai rabbnya, ad Dinul islam sebagai agamanya dan muhammad sholallahu alaiyhi wa sallam sebagai rasulnya. Ketika manusia ridho kepada Allah maka Allah pun akan ridho kepadanya, maka disana hilanglah seluruh kesakitan jiwa dan jasadnya. Ia akan sembuh, cepat atau lambat dan disana ada sebuah jaminan yang pasti; Syurga yang luas dan kekal.
Wallahu A’lam

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif