Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Senin, 28 Juli 2014

SYI'AH MENURUT ULAMA SALAF

Fatwa 8 Ulama Salaf yang Mengkafirkan Syi’ah Rafidhah


Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasul yang diutus sebagai rahmat bagi semesta alam, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Syi’ah termasuk sekte Islam yang sudah berusia ratusan tahun. Sejak abad-abad awal Islam sudah menunjukkan jati dirinya. Namun dalam kurun waktu yang lama tersebut, kebencian mereka kepada pihak-pihak lain tetap eksis. Mereka mencela, mencaci, menfasikkan, dan mengafirkan Abu Bakar, Umar, dan Utsman, dan ‘Aisyah. Bahkan mereka menyatakan kekafiran mayoritas sahabat. Selanjutnya mereka mengafirkan dan memusuhi setiap orang yang memuliakan para sahabat di atas. Sehingga dari sini, para ulama Islam menghukumi mereka sudah keluar dari Islam berdasarkan keterangan yang jelas dari Al-Qur’an dan Sunnah tentang keutamaan para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Kitab Al-Sunnah oleh Al-Khalal/ dar-alfarouk 


Pendapat Tentang Kafirnya Sekte Syiah
Kami tidak menghakimi. Tugas kami hanya menyampaikan keterangan dan menunjukkan bukti. Dan ternyata didapati, yang berpendapat bahwa Syi’ah itu kafir adalah para Imam-Imam Besar Islam, seperti: Imam Malik, Imam Ahmad, Imam Bukhari dan lain-lain. Berikut ini beberapa pendapat dan fatwa para ulama Islam mengenai golongan Syi’ah Rafidhah yang disebut dengan Itsna Asy’ariyah dan Ja’fariyah.

Pertama: Imam Malik
Al-Khalal meriwayatkan dari Abu Bakar al Marwadzi, ia berkata: “Saya mendengar Abu Abdullah berkata, bahwa Imam Malik berkata:

الذي يشتم أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم ليس لهم اسم أو قال : نصيب في الإسلام

Orang yang mencela shahabat-shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, maka ia tidak termasuk dalam golongan Islam.” (As Sunnah, milik al-Khalal:  2/557)

Ibnu katsir berkata saat menafsirkan firman Allah Ta’ala:

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآَزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا [الفتح/29]

“ Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.

Beliau berkata: “Dari ayat ini, dalam satu riwayat dari Imam Malik –rahmat Allah terlimpah kepadanya-, beliau mengambil kesimpulan tentang kekafiran Rafidhah yang membenci para shahabat Radhiyallahu ‘Anhum. Beliau berkata: “Karena mereka ini membenci para shahabat, dan barangsiapa membenci para shahabat, maka ia telah kafir berdasarkan ayat ini.” Pendapat ini disepakati oleh segolongan ulama radhiyallahu ‘anhum.” (Tafsir Ibnu Katsir: 4/219)[i]
Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata:

لقد أحسن مالك في مقالته وأصاب في تأويله فمن نقص واحداً منهم أو طعن عليه في روايته فقد رد على الله رب العالمين وأبطل شرائع المسلمين

“Sungguh sangat bagus ucapan Imam Malik itu dan benar penafsirannya. Siapa pun yang menghina seorang dari mereka (sahabat Nabi) atau mencela periwayatannya, maka ia telah menentang Allah, Tuhan alam semesta dan membatalkan syari’at kaum Muslimin.” (Tafsir al-Qurthubi: 16/297)

Kedua: Imam Ahmad
Banyak riwayat telah datang darinya dalam mengafirkan golongan Syi’ah Rafidhah. Di antaranya: Al-Khalal meriwayatkan dari Abu Bakar al Marwadzi, ia berkata: “Aku bertanya kepada Abu Abdillah tentang orang yang mencela Abu Bakar, Umar, dan ‘Aisyah?” Beliau menjawab,

ما أراه على الإسلام

“Aku tidak melihatnya di atas Islam.”

Al-Khalal berkata lagi: Abdul Malik bin Abdul Hamid memberitakan kepadaku, ia berkata: Aku mendengar Abu Abdillah berkata:

من شتم أخاف عليه الكفر مثل الروافض

Barang siapa mencela (sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam) maka aku khawatir ia menjadi kafir seperti halnya orang-orang Rafidhah.” Kemudian beliau berkata:

من شتم أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم لا نأمن أن يكون قد مرق عن الدين

Barangsiapa mencela Shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam maka kami khawatir ia telah keluar dari Islam (tanpa disadari).” (Al-Sunnah, Al-Khalal: 2/557-558)

Al-Khalal berkata: Abdullah bin Ahmad bin Hambal menyampaikan kepadaku, katanya: “Saya bertanya kepada ayahku perihal seseorang yang mencela salah seorang dari Shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Maka beliau menjawab:

ما أراه على الإسلام

Aku tidak melihatnya di atas Islam”.” (Al-Sunnah, Al-Khalal: 2/558. Bacalah: Manaakib al Imam Ahmad, oleh Ibnu Al-Jauzi, hal. 214)

Tersebut dalam kitab As Sunnah karya Imam Ahmad, mengenai pendapat beliau tentang golongan Rafidhah:

هم الذين يتبرأون من أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم ويسبونهم وينتقصونهم ويكفرون الأئمة إلا أربعة : علي وعمار والمقداد وسلمان وليست الرافضة من الإسلام في شيء

Mereka itu adalah golongan yang menjauhkan diri dari shahabat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan mencelanya, menghinanya serta mengkafirkannya kecuali hanya empat orang saja yang tiada mereka kafirkan, yaitu: Ali, Ammar, Miqdad dan Salman. Golongan Rafidhah ini sama sekali bukan Islam.” (Al-Sunnah, milik Imam Ahmad: 82)
Ibnu Abdil Qawiy berkata: “Adalah imam Ahmad mengafirkan orang yang berlepas diri dari mereka (yakni para sahabat) dan orang yang mencela ‘Aisyah Ummul Mukminin serta menuduhnya dengan sesuatu yang Allah telah membebaskan darinya, seraya beliau membaca:

يَعِظُكُمَ اللَّهُ أَنْ تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Allah menasehati kamu, agar kamu jangan mengulang hal seperti itu untuk selama-lamanya, jika kamu benar-benar beriman.” (QS. Al-Nuur: 17. Dinukil dari Kitab Maa Dhahaba Ilaihi al-Imam Ahmad: 21)

Ketiga: Imam Al Bukhari (wafat tahun 256 H)
Beliau berkata:

ما أبالي صليت خلف الجهمي والرافضي ، أم صليت خلف اليهود والنصارى ولا يسلم عليهم ولا يعادون ولا يناكحون ولا يشهدون ولا تؤكل ذبائحهم

Bagi saya sama saja, apakah aku shalat di belakang seorang Jahmi (beraliran Jahmiyah) atau seorang Rafidzi (beraliran Syi’ah Rafidhah), atau aku shalat dibelakang Imam Yahudi atau Nashrani. Dan (seorang muslim) tidak boleh memberi salam kepada mereka, mengunjungi mereka ketika sakit, kawin dengan mereka, menjadikan mereka sebagai saksi dan memakan sembelihan mereka.” (Khalqu Af’al al-Ibad: 125)

Keempat: Abdurrahman bin Mahdi
Imam al-Bukhari berkata: Abdurrahman bin Mahdi berkata: “Keduanya adalah agama tersendiri, yakni Jahmiyah dan Rafidhah (Syi’ah).” (Khalqu Af’al al-Ibad: 125)

Kelima: Al-Faryabi
Al-Khalal meriwayatkan, ia berkata: “Telah menceritakan kepadaku Harb bin Ismail al- Kirmani, ia berkata: “Musa bin Harun bin Zayyad menceritakan kepada kami, ia berkata: “Saya mendengar al-Faryabi dan seseorang yang bertanya kepadanya tentang orang yang mencela Abu Bakar. Jawabnya: “Dia Kafir.” Lalu ia berkata: “Apakah orang semacam itu boleh dishalatkan jenazahnya?” Jawabnya: “Tidak.” Dan aku bertanya pula kepadanya: “Apa yang dilakukan terhadapnya, padahal orang itu juga telah mengucapkan Laa Ilaaha Illallah?” Jawabnya: “Jangan kamu sentuh (Jenazahnya) dengan tangan kamu, tetapi kamu angkat dengan kayu sampai kamu menurunkan ke liang lahatnya.” (al-Sunnah, milik al-Khalal: 2/566)

Keenam: Ahmad bin Yunus
Kunyahnya adalah Ibnu Abdillah. Ia dinisbatan kepada datuknya, yaitu salah seorang Imam (tokoh) As-Sunnah. Beliau termasuk penduduk Kufah, tempat tumbuhnya golongan Rafidhah. Beliau menceritakan perihal Rafidhah dengan berbagai macam alirannya. Ahmad bin Hambal telah berkata kepada seseorang: “Pergilah anda kepada Ahmad bin Yunus, karena dialah seorang Syeikhul Islam.”
Para ahli Kutubus Sittah telah meriwayatkan Hadits dari beliau. Abu Hatim berkata: “Beliau adalah orang kepercayaan lagi kuat hafalannya”. Al-Nasaai berkata: “Dia adalah orang kepercayaan.” Ibnu Sa’ad berkata: “Dia adalah seorang kepercayaan lagi jujur, seorang Ahli Sunnah wal Jama’ah.” Ibnu Hajar menjelaskan, bahwa Ibnu Yunus telah berkata: “Saya pernah datang kepada Hammad bin Zaid, saya minta kepada beliau supaya mendiktekan kepadaku sesuatu hal tentang kelebihan Utsman. Jawabnya: “Anda ini siapa?” Saya jawab: “Seseorang dari negeri Kufah.” Lalu ia berkata: “Seorang Kufah menanyakan tentang kelebihan-kelebihan Utsman. Demi Allah, aku tidak akan menyampaikannya kepada Anda, kalau Anda tidak mau duduk sedangkan aku tetap berdiri!” Beliau wafat tahun 227 H. (Tahdzibut Tahdzib, 1:50, Taqribut Tahdzib, 1:29).

Beliau (Ahmad bin Yunus) rahimahullah berkata,


لو أن يهودياً ذبح شاة ، وذبح رافضي لأكلت ذبيحة اليهودي ، ولم آكل ذبيحة الرافضي لأنه مرتد عن الإسلام

Seandainya saja seorang Yahudi menyembelih seekor kambing dan seorang Rafidhi (Syi’i) juga menyembelih seekor kambing, niscaya saya hanya memakan sembelihan si Yahudi, dan aku tidak mau makan sembelihan si Rafidhi. Karena dia telah murtad dari Islam.” (Al-Sharim al-Maslul, Ibnu Taimiyah: 57)

Ketujuh: Al-Qadhi Abu Ya’la
Beliau berkata, “Adapun Rafidhah, maka hukum terhadap mereka . . . sesungguhnya mengafirkan para sahabat atau menganggapnya fasik, yang berarti mesti masuk neraka, maka orang semacam ini adalah kafir.” (Al Mu’tamad, hal. 267)
. . sesungguhnya mengafirkan para sahabat atau menganggapnya fasik, yang berarti mesti masuk neraka, maka orang semacam ini adalah kafir. . .
Sementara Rafidhah (Syi’ah) sebagaimana terbukti di dalam pokok-pokok ajaran mereka adalah orang-orang yang mengkafirkan sebagian besar Shahabat Nabi. Silahkan baca kembali tulisan yang telah kami posthing:
Kitab Syi’ah Melaknat dan Mengafirkan Abu Bakar, Umar dan ‘Aisyah

Kedelapan: Ibnu Hazam al-ZahiriBeliau berkata: “Pendapat mereka (Yakni Nashrani) yang menuduh bahwa golongan Rafidhah (Syi’ah) merubah Al-Qur’an, maka sesungguhnya golongan Syi’ah Rafidhah bukan termasuk bagian kaum muslimin. Karena golongan ini muncul pertama kalinya setelah dua puluh lima tahun dari wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Syi’ah Rafidhah adalah golongan yang mengikuti langkah-langkah Yahudi dan Nashrani dalam melakukan kebohongan dan kekafiran.” (Al-fashl fi al-Milal wa al-Nihal: 2/213)[ii]

Beliau berkata: “Salah satu pendapat golongan Syi’ah Imamiyah, baik yang dahulu maupun sekarang ialah Al-Qur’an itu sesungguhnya telah diubah.”

Kemudian beliau berkata: “Orang yang berpendapat, bahwa Al Qur’an ini telah diubah adalah benar-benar kafir dan men-dustakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.(Al Fashl: 5/40)
Beliau berkata: “Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan semua kelompok umat Islam Ahlus Sunnah, Mu’tazilah, Murji’ah, Zaidiyah, bahwa adalah wajib berpegang kepada Al Qur’an yang biasa kita baca ini ” Dan hanya golongan Syi’ah ekstrim sajalah yang menyalahi sikap ini. Dengan sikapnya itu mereka menjadi kafir lagi musyrik, menurut pendapat semua penganut Islam. Dan pendapat kita sama sekali tidak sama dengan mereka (Syi’ah). Pendapat kita hanyalah sejalan dengan sesama pemeluk agama kita.” (Al Ihkam Fii Ushuuli Ahkaam: 1/96)

Beliau berkata pula: “Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah menyembunyikan satu kata pun atau satu huruf pun dari syariat Ilahi. Saya tidak melihat adanya keistimewaan pada manusia tertentu, baik anak perempuannya atau keponakan laki-lakinya atau istrinya atau shahabatnya, untuk mengetahui sesuatu syariat yang disembunyikan oleh Nabi terhadap bangsa kulit putih, atau bangsa kulit hitam atau penggembala kambing. Tidak ada sesuatu pun rahasia, perlambang ataupun kata sandi di luar apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah kepada umat manusia. Sekiranya Nabi menyembunyikan sesuatu yang harus disampaikan kepada manusia, berarti beliau tidak menjalankan tugasnya. Barang siapa beranggapan semacam ini, berarti ia kafir. (Al Fashl, 2:274-275)
Orang yang berkeyakinan semacam ini dikafirkan oleh Ibnu Hazm. Dan keyakinan semacam ini dipegang oleh Syi’ah Itsna Asy’ariyah. Pendapat ini dikuatkan oleh guru-guru beliau pada masanya dan para ulama sebelumnya.

PenutupDan Masih banyak lagi perkataan-perkataan para ulama yang sangat tegas terhadap Syi’ah Rafidhah yang memiliki keyakinan berbeda dari aqidah kaum muslimin dan menyimpang dari ketentuan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
. Rasanya tidak ada habisnya menjelaskan keyakinan batil golongan syi’ah, baik dari ulama terdahulu maupun belakangan. Namun sayang kenapa banyak manusia bisa disesatkan dan tertarik kepada ajaran yang sangat jelas kebatilannya. Semoga Allah melindungi kita dan kaum mukminin secara keseluruhan dari jerat dan tipu daya golongan Syi’ah Rafidhah. [PurWD/voa-islam.com] 2012/01/06




Sumber & Catatan kaki :  nahimunkar.com
Judul Asli : Fatwa 8 Ulama yang Mengkafirkan Syi’ah Rafidhah
_________________________________________________
Sumber

Jumat, 18 Juli 2014

10 Hal yang Mendatangkan Cinta Allah


Semoga kita senantiasa mendapatkan kecintaan Allah, itulah yang seharusnya dicari setiap hamba dalam setiap detak jantung dan setiap nafasnya.
Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi wa man tabi’ahum bi ihsaanin ilaa yaumid diin.
Saudaraku, sungguh setiap orang pasti ingin mendapatkan kecintaan Allah. Lalu bagaimanakah cara cara untuk mendapatkan kecintaan tersebut. Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan beberapa hal untuk mendapatkan maksud tadi dalam kitab beliau Madarijus Salikin.
Pertamamembaca Al Qur’an dengan merenungi dan memahami maknanya. Hal ini bisa dilakukan sebagaimana seseorang memahami sebuah buku yaitu dia menghafal dan harus mendapat penjelasan terhadap isi buku tersebut. Ini semua dilakukan untuk memahami apa yang dimaksudkan oleh si penulis buku. [Maka begitu pula yang dapat dilakukan terhadap Al Qur’an, pen] 
Keduamendekatkan diri kepada Allah dengan mengerjakan ibadah yang sunnah, setelah mengerjakan ibadah yang wajib.  Dengan inilah seseorang akan mencapai tingkat yang lebih mulia yaitu menjadi orang yang mendapatkan kecintaan Allah dan bukan hanya sekedar menjadi seorang pecinta. 
Ketigaterus-menerus mengingat Allah dalam setiap keadaan, baik dengan hati dan lisan atau dengan amalan dan keadaan dirinya. Ingatlah, kecintaan pada Allah akan diperoleh sekadar dengan keadaan dzikir kepada-Nya. 
Keempatlebih mendahulukan kecintaan pada Allah daripada kecintaan pada dirinya sendiri ketika dia dikuasai hawa nafsunya. Begitu pula dia selalu ingin meningkatkan kecintaan kepada-Nya, walaupun harus menempuh berbagai kesulitan. 
Kelimamerenungi, memperhatikan dan mengenal kebesaran nama dan sifat Allah. Begitu pula hatinya selalu berusaha memikirkan nama dan sifat Allah tersebut berulang kali. Barangsiapa mengenal Allah dengan benar melalui nama, sifat dan perbuatan-Nya, maka dia pasti mencintai Allah. Oleh karena itu, mu’athilah,  fir’auniyah, jahmiyah (yang kesemuanya keliru dalam memahami nama dan sifat Allah), jalan mereka dalam mengenal Allah telah terputus (karena mereka menolak nama dan sifat Allah tersebut). 
Keenammemperhatikan kebaikan, nikmat dan karunia Allah yang telah Dia berikan kepada kita, baik nikmat lahir maupun batin. Inilah faktor yang mendorong untuk mencintai-Nya. 
Ketujuh-inilah yang begitu istimewa- yaitu menghadirkan hati secara keseluruhan tatkala melakukan ketaatan kepada Allah dengan merenungkan makna yang terkandung di dalamnya. 
Kedelapanmenyendiri dengan Allah di saat Allah turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir untuk beribadah dan bermunajat kepada-Nya serta membaca kalam-Nya (Al Qur’an). Kemudian mengakhirinya dengan istighfar dan taubat kepada-Nya. 
Kesembilanduduk bersama orang-orang yang mencintai Allah dan bersama para shidiqin. Kemudian memetik perkataan mereka yang seperti buah yang begitu nikmat. Kemudian  dia pun tidaklah mengeluarkan kata-kata kecuali apabila jelas maslahatnya dan diketahui bahwa dengan perkataan tersebut akan menambah kemanfaatan baginya dan juga bagi orang lain. 
Kesepuluhmenjauhi segala sebab yang dapat mengahalangi antara dirinya dan Allah Ta’ala.
Semoga kita senantiasa mendapatkan kecintaan Allah, itulah yang seharusnya dicari setiap hamba dalam setiap detak jantung dan setiap nafasnya. Ibnul Qayyim mengatakan bahwa kunci untuk mendapatkan itu semua adalah dengan mempersiapkan jiwa (hati) dan membuka mata hati. 
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallalahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam. 
Sumber: Madaarijus Saalikin, 3/ 16-17, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, terbitan Darul Hadits Al Qohiroh

Kamis, 10 Juli 2014

Al Qur'an Online

No
Nama Surat
Jumlah Ayat
1
AL FAATIHAH (PEMBUKAAN)
7
2
AL BAQARAH (SAPI BETINA)
286
3
ALI 'IMRAN (KELUARGA 'IMRAN)
200
4
AN NISAA' (WANITA)
176
5
AL MAA-IDAH (HIDANGAN)
120
6
SURAT AL AN'AAM (BINATANG TERNAK)
165
7
AL A'RAAF (TEMPAT TERTINGGI)
206
8
AL ANFAAL (RAMPASAN PERANG)
75
9
SURAT AT TAUBAH (PENGAMPUNAN)
129
10
YUNUS
109
11
HUUD
123
12
YUSUF
111
13
AR RA'D (GURUH)
43
14
IBRAHIM
52
15
AL HIJR
99
16
AN NAHL (LEBAH)
128
17
AL ISRAA' (MEMPERJALANKAN DI MALAM HARI )
111
18
AL KAHFI (GUA)
110
19
MARYAM
98
20
THAAHAA
135
21
AL ANBIYAA' (NABI-NABI)
112
22
AL HAJJ (HAJI)
78
23
AL MU'MINUUN (ORANG-ORANG YANG BERIMAN)
118
24
AN NUUR (CAHAYA)
64
25
AL FURQAAN (PEMBEDA)
77
26
ASY SYU'ARAA' (PARA PENYAIR)
227
27
AN NAML (SEMUT)
93
28
AL QASHASH (CERITA)
88
29
AL'ANKABUUT (LABA-LABA)
69
30
AR-RUUM (BANGSA RUMAWI)
60
31
LUQMAN
34
32
AS SAJDAH (SUJUD)
30
33
AL AHZAB (GOLONGAN YANG BERSEKUTU)
73
34
SABA' (KAUM SABA')
54
35
FAATHIR (PENCIPTA)
45
36
YAA SIIN
83
37
ASH SHAAFFAAT (YANG BER SHAF-SHAF)
182
38
SHAAD
88
39
SURAT AZ ZUMAR (ROMBONGAN-ROMBONGAN)
75
40
AL MU'MIN (ORANG YANG BERIMAN)
85
41
FUSHSHILAT (YANG DIJELASKAN)
54
42
ASY SYUURA (MUSYAWARAT)
53
43
AZ ZUKHRUF (PERHIASAN)
89
44
AD DUKHAAN (KABUT)
59
45
AL JAATZIYAH (YANG BERLUTUT)
37
46
AL AHQAAF (BUKIT-BUKIT PASIR)
35
47
MUHAMMAD (NABI MUHAMMAD S.A.W)
38
48
AL FAT-H (KEMENANGAN)
29
49
AL HUJURAAT (KAMAR-KAMAR)
18
50
QAAF
45
51
ADZ DZAARIYAAT (ANGIN YANG MENERBANGKAN)
60
52
ATH THUUR (BUKIT)
49
53
AN NAJM (BINTANG)
62
54
AL QAMAR (BULAN)
55
55
AR RAHMAAN (YANG MAHA PEMURAH)
78
56
AL WAAQI'AH (HARI KIAMAT)
96
57
AL HADIID (BESI)
29
58
AL MUJAADILAH (WANITA YANG MENGAJUKAN GUGATAN)
22
59
AL HASYR (PENGUSIRAN)
24
60
AL MUMTAHANAH (WANITA YANG DIUJI)
13
61
ASH SHAFF(BARISAN)
14
62
AL JUMU'AH (HARI JUM'AT)
11
63
AL MUNAAFIQUUN (ORANG-ORANG MUNAFIK)
11
64
AT TAGHAABUN (HARI DINAMPAKKAN KESALAHAN-KESALAHAN)
18
65
ATH THALAAQ (TALAK)
12
66
AT TAHRIM (MENGHARAMKAN)
12
67
AL MULK (KERAJAAN)
30
68
AL QALAM (KALAM)
52
69
AL HAAQQAH (HARI KIAMAT)
52
70
AL MA'ARIJ (TEMPAT-TEMPAT NAIK)
44
71
NUH (NABI NUH)
28
72
AL JIN (JIN)
28
73
AL MUZZAMMIL (ORANG YANG BERSELIMUT)
20
74
AL MUDDATSTSIR (ORANG YANG BERKEMUL)
56
75
AL QIYAAMAH (HARI KIAMAT)
40
76
AL INSAAN (MANUSIA)
31
77
AL MURSALAAT (MALAIKAT-MALAIKAT YANG DIUTUS)
50
78
AN NABA' (BERITA BESAR)
40
79
AN NAAZI'AAT (MALAIKAT-MALAIKAT YANG MENCABUT)
46
80
'ABASA (IA BERMUKA MASAM)
42
81
AT TAKWIR (MENGGULUNG)
29
82
AL INFITHAAR (TERBELAH)
19
83
AL MUTHAFFIFIIN (ORANG-ORANG YANG CURANG)
36
84
AL INSYIQAAQ (TERBELAH)
25
85
AL BURUUJ (GUGUSAN BINTANG)
22
86
ATH THAARIQ (YANG DATANG DI MALAM HARI)
17
87
AL A'LAA (YANG PALING TINGGI)
19
88
AL GHAASYIYAH (PERISTIWA YANG DAHSYAT)
26
89
AL FAJR (FAJAR)
30
90
AL BALAD (KOTA)
20
91
ASY SYAMS (MATAHARI)
15
92
AL LAIL (MALAM)
21
93
ADH DHUHAA (WAKTU MATAHARI SEPENGGALAHAN NAIK)
11
94
ALAM NASYRAH (BUKANKAH TELAH KAMI LAPANGKAN)
8
95
AL TIIN (BUAH TIN)
8
96
AL 'ALAQ (SEGUMPAL DARAH)
19
97
AL QADR (KEMULIAAN)
5
98
AL BAYYINAH (BUKTI YANG NYATA)
8
99
AL ZALZALAH (KEGONCANGAN)
8
100
AL 'AADIYAAT (KUDA PERANG YANG BERLARI KENCANG)
11
101
AL QAARI'AH (HARI KIAMAT)
11
102
AT TAKAATSUR (BERMEGAH-MEGAHAN)
8
103
AL 'ASHR (MASA)
3
104
AL HUMAZAH (PENGUMPAT)
9
105
AL FIIL (GAJAH)
5
106
QURAISY (SUKU QURAISY)
4
107
AL MAA'UUN (BARANG-BARANG YANG BERGUNA)
7
108
AL KAUTSAR (NI'MAT YANG BANYAK)
3
109
AL KAAFIRUUN (ORANG ORANG KAFIR)
6
110
AL NASHR (PERTOLONGAN)
3
111
AL LAHAB (GEJOLAK API)
5
112
AL IKHLASH (MEMURNIKAN KEESAAN ALLAH)
3
113
AL-FALAQ (WAKTU SUBUH)
5
114
AN NAAS (MANUSIA)
6

Shalat di Masjid Nabawi yang Ada Kubur Nabi

Kita sudah tahu bahwa terlarang shalat di masjid yang ada kubur. Namun masih ada yang bersihkeras, tetap menganggap tidak terlarangnya hal itu. Mereka beralasan bahwa masjid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri (Masjid Nabawi) di dalamnya terdapat kubur Nabi. Lantas kenapa masalah?
Di antara hadits yang menunjukkan larangan shalat di kubur adalah:
Dari Abu Martsad Al Ghonawi, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُصَلُّوا إِلَى الْقُبُورِ وَلاَ تَجْلِسُوا عَلَيْهَا
Janganlah shalat menghadap kubur dan janganlah duduk di atasnya” (HR. Muslim no. 972).
Dari Jundab, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّى أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
Ingatlah bahwa orang sebelum kalian, mereka telah menjadikan kubur nabi dan orang sholeh mereka sebagai masjid. Ingatlah, janganlah jadikan kubur menjadi masjid. Sungguh aku benar-benar melarang dari yang demikian” (HR. Muslim no. 532).
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Tidak boleh membangun masjid di atas kubur karena seperti itu adalah wasilah (perantara) menuju kesyirikan dan dapat mengantarkan pada ibadah kepada penghuni kubur. Dan tidak boleh pula kubur dijadikan tujuan (maksud) untuk shalat. Perbuatan ini termasuk dalam menjadikan kuburan sebagai masjid. Karena alasan menjadikan kubur sebagai masjid ada dalam shalat di sisi kubur. Jika seseorang pergi ke pekuburan lalu ia shalat di sisi kubur wali –menurut sangkaannya-, maka ini termasuk menjadikan kubur sebagai masjid. Perbuatan semacam ini terlaknat sebagaimana laknat yang ditimpakan pada Yahudi dan Nashrani yang menjadikan kubur nabi mereka sebagai masjid” (Al Qoulul Mufid, 1: 404).
Cukup, syubhat di atas dijawab dengan penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin berikut ini:
  1. Masjid Nabawi tidaklah dibangun di atas kubur. Bahkan yang benar, masjid Nabawi dibangun di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hidup.
  2. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah di kubur di masjid sehingga bisa disebut dengan orang sholeh yang di kubur di masjid. Yang benar, beliau dikubur di rumah beliau.
  3. Pelebaran masjid Nabawi hingga sampai pada rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan rumah ‘Aisyah bukanlah hal yang disepakati oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Perluasan itu terjadi ketika sebagian besar sahabat telah meninggal dunia dan hanya tersisa sebagian kecil dari mereka. Perluasan tersebut terjadi sekitar tahun 94 H, di mana hal itu tidak disetujui dan disepakati oleh para sahabat. Bahkan ada sebagian mereka yang mengingkari perluasan tersebut, di antaranya adalah seorang tabi’in, yaitu Sa’id bin Al Musayyib. Beliau sangat tidak ridho dengan hal itu.
  4. Kubur Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah di masjid, walaupun sampai dilebarkan. Karena kubur beliau di ruangan tersendiri, terpisah jelas dari masjid. Masjid Nabawi tidaklah dibangun dengan kubur beliau. Oleh karena itu, kubur beliau dijaga dan ditutupi dengan tiga dinding. Dinding tersebut akan memalingkan orang yang shalat di sana menjauh dari kiblat karena bentuknya segitiga dan tiang yang satu berada di sebelah utara (arah berlawanan dari kiblat).  Hal ini membuat seseorang yang shalat di sana akan bergeser dari arah kiblat. (Al Qoulul Mufid, 1: 398-399)
Semoga bermanfaat yang singkat ini. Baca pula artikel: Larangan Shalat Di Masjid yang Ada Kubur.
Hanya Allah yang memberi taufik.

Referensi:

Al Qoulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan kedua, 1424 H.

Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com

Sabtu, 05 Juli 2014

Abu Bakr Berpakaian Isbal

Kenapa engkau tidak mengangkat celanamu saja dari menutupi mata kaki? Ia pun menjawab, “Abu Bakr saja masih berpakaian isbal!”
Disebutkan dalam Shahih Bukhari,
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ – رضى الله عنهما – قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ » . فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ إِنَّ أَحَدَ شِقَّىْ ثَوْبِى يَسْتَرْخِى إِلاَّ أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ .فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « إِنَّكَ لَسْتَ تَصْنَعُ ذَلِكَ خُيَلاَءَ »
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Barangsiapa yang menjulurkan pakaiannya dengan sombong, Allah tidak akan melihat dirinya pada hari kiamat.” Lantas Abu Bakr berkata, “Sungguh salah satu ujung celanaku biasa melorot akan tetapi aku selalu memperhatikannya.” “Engkau bukan melakukannya karena sombong”, komentar Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Abu Bakr. (HR. Bukhari no. 3655)
Bagaimana jika ada yang berdalil dengan perbuatan Abu Bakr di atas bahwa ia tidak menjulurkan celananya karena sombong?
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah pernah mendapat pertanyaan semacam itu, lalu beliau memberikan jawaban sebagai berikut.
Adapun yang berdalil dengan hadits Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu, maka kami katakan tidak ada baginya hujjah (pembela atau dalil) ditinjau dari dua sisi.
Pertama, Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Sesungguhnya salah satu ujung sarungku biasa melorot kecuali jika aku menjaga dengan seksama.” Maka ini bukan berarti dia melorotkan (menjulurkan) sarungnya dengan sengaja karena kemauan dia. Namun sarungnya tersebut melorot, akan tetapi beliau selalu menjaganya. Orang-orang yang isbal (menjulurkan celana hingga di bawah mata kaki) biasa menganggap bahwa mereka tidaklah menjulurkan pakaian mereka karena maksud sombong. Kami katakan kepada orang semacam ini: Jika kalian maksudkan menjulurkan celana hingga berada di bawah mata kaki tanpa bermaksud sombong, maka bagian yang melorot tersebut akan disiksa di neraka. Namun jika kalian menjulurkan celana tersebut dengan sombong, maka kalian akan disiksa dengan azab (siksaan) yang lebih pedih daripada itu yaitu Allah tidak akan berbicara dengan kalian pada hari kiamat, tidak akan melihat kalian, tidak akan menyucikan kalian dan bagi kalian siksaan yang berat.
Kedua, sesungguhnya Abu Bakr sudah diberi tazkiyah (rekomendasi atau penilaian baik) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sudah diakui bahwa Abu Bakr tidaklah melakukannya karena sombong. Lalu apakah di antara mereka yang berperilaku seperti di atas (dengan menjulurkan celana dan tidak bermaksud sombong -pen) sudah mendapatkan tazkiyah dan syahadah (rekomendasi)?! Akan tetapi setan membuka jalan untuk sebagian orang agar mengikuti ayat atau hadits yang samar (dalam pandangan mereka -pen) lalu ayat atau hadits tersebut digunakan untuk membenarkan apa yang mereka lakukan. Allah-lah yang memberi petunjuk ke jalan yang lurus kepada siapa yang Allah kehendaki. Kita memohon kepada Allah agar mendapatkan petunjuk dan ampunan. (Fatawal ‘Aqidah wa Arkanil Islam, hal. 547-548).
Kata Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, orang yang menjulurkan celana di bawah mata kaki bukan dengan maksud sombong masih lebih ringan dibanding yang niatannya sombong. Karena dalam hadits disebutkan, siapa saja yang celananya di bawah mata kaki, maka tempatnya di neraka. Hukumannya disebutkan hanyalah satu. Lalu hukumannya bukan pada seluruh badan, hanya pada kaki yang diancam neraka karena celana pada kakinyalah yang menyelisihi perintah Rasul.
Yang tepat, menjulurkan atau menurunkan celana di bawah mata kaki dengan sombong ataukah tidak tetap dihukumi haram. Bahkan perbuatan tersebut termasuk dosa besar. Karena dosa besar menurut para ulama adalah setiap dosa yang Allah tetapkan hukuman khusus padanya.
Intinya, isbal tanpa kesombongan tetap diancam dengan neraka. Berarti ada hukuman khusus yang dikenakan. Sedangkan jika menurunkan celana tersebut dari mata kaki dengan sombong, terkena empat hukuman, yaitu di hari kiamat, Allah tidak mau berbicara, Allah tidak akan memandangnya, Allah tidak akan menyucikannya, dan baginya siksa yang pedih. (Lihat Syarh Riyadhis Sholihin karya Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 4: 286-287).
Pembahasan di atas sudah dijelaskan dalam buku Penulis “Mengikuti Ajaran Nabi Bukanlah Teroris” terbitan Pustaka Muslim (cetakan kedua, 2014).
Hanya Allah yang memberi taufik.
Selesai disusun selepas Zhuhur di Pesantren DS Warak, Girisekar, Panggang, 13 Rajab 1435 H
Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif