Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Jumat, 04 Januari 2013

LARANGAN BERIBADAH KEPADA ALLAH DI SISI KUBURAN ORANG-ORANG SHALEH

Allah-green.svg

BAB 20

LARANGAN BERIBADAH KEPADA ALLAH
DI SISI KUBURAN ORANG-ORANG SHALEH

Diriwayatkan dalam shahih [Bukhari dan Muslim],
dari Aisyah Radhiallahu'anha. bahwa Ummu Salamah
radhiallahuanha bercerita kepada Rasulullah     tentang
gereja yang ia lihat di negeri Habasyah (Ethiopia), yang
di dalamnya terdapat rupaka-rupaka (gambar-gambar),
maka Rasulullah bersabda:
”Mereka itu, apabila ada orang yang shaleh atau
hamba yang shaleh meninggal, mereka bangun di atas
kuburannya sebuah tempat ibadah, dan mereka membuat
di dalamnya rupaka-rupaka, dan mereka adalah sejelekjelek
makhluk disisi Allah”.

Mereka dihukumi beliau sebagai sejelek-jelek
makhluk karena mereka melakukan dua fitnah sekaligus;
yaitu fitnah memuja kuburan dengan membangun tempat
ibadah di atasnya dan fitnah membuat rupaka-rupaka
(patung-patung).

Dalam riwayat Imam Bukhari dan Muslim, Aisyah
juga berkata: ketika Rasulullah akan diambil nyawanya,
beliaupun segera menutup mukanya dengan kain, dan
ketika nafasnya terasa sesak maka dibukanya kembali
kain itu. Ketika beliau dalam keadaan demikian itulah
beliau bersabda:“Laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang
Yahudi dan Nasrani, yang telah menjadikan kuburan
para Nabi mereka sebagai tempat peribadatan”.
Beliau mengingatkan umatnya agar menjauhi
perbuatan mereka, dan jika bukan karena hal itu, Maka
pasti kuburan beliau akan ditampakkan, hanya saja beliau
khawatir kalau kuburannya nanti dijadikan tempat
peribadatan.

Imam Muslim meriwayatkan dari Jundub bin
Abdullah, dimana ia pernah berkata: “Aku pernah
mendengar Rasulullah     bersabda lima hari sebelum
beliau meninggal dunia:“Sungguh, Aku menyatakan setia kepada Allah
dengan menolak bahwa aku mempunyai seorang khalil
(kekasih mulia) dari antara kalian, karena sesungguhnya
Allah Subhanahu Wa Ta'ala   telah menjadikan aku sebagai kekasih-Nya,
sebagaimana Ia telah menjadikan Ibrahim sebagai
kekasih-Nya; seandainya aku menjadikan seorang
kekasih dari umatku, maka aku akan jadikan Abu Bakar
sebagai kekasihku. Dan ketahuilah, bahwa sesungguhnya
umat-umat sebelum kalian telah menjadikan kuburan
para Nabi mereka sebagai tempat ibadah, dan ingatlah,
janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai tempat
beribadah, karena aku benar-benar melarang kalian dari
perbuatan itu”.

Rasulullah     di akhir hayatnya - sebagaimana dalam
hadits Jundub - telah melarang umatnya untuk tidak
menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah. Kemudian
ketika dalam keadaan hendak diambil nyawanya –
sebagaimana dalam hadits Aisyah- beliau melaknat orang
yang malakukan perbuatan itu. dan shalat di sekitar
kubur termasuk pula dalam pengertian menjadikan
kuburan sebagai tempat ibadah, walaupun tidak dibangun
masjid; dan inilah maksud dari kata-kata Aisyah
Radhiallahu'anha :“… dikhawatirkan akan dijadikan
sebagai tempat ibadah.”
Dan para sahabat pun belum pernah membangun
masjid (tempat ibadah) disekitar kuburan beliau, karena
setiap tempat yang digunakan untuk shalat berarti telah
dijadikan sebagai masjid, bahkan setiap tempat yang
dipergunakan untuk shalat disebut masjid, sebagaimana
yang telah disabdakan oleh Rasul     :“Telah dijadikan bumi ini untukku sebagai masjid
dan alat suci”.

Dan Imam Ahmad meriwayatkan hadits marfu’
dengan sanad yang jayyid, dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'anhu , bahwa
Nabi Muhammad     bersabda:“Sesungguhnya, termasuk sejelek-jelek manusia
adalah orang yang masih hidup saat hari kiamat tiba,
dan orang yang menjadikan kuburan sebagai tempat
ibadah (masjid).” (HR. Abu Hatim dalam kitab
shahihnya).

Kandungan bab ini:

1. Larangan membangun tempat beribadah (masjid)
di sisi kuburan orang-orang yang shaleh,
walupun niatnya baik.

2. Larangan keras adanya rupaka-rupaka (gambar/
patung) dalam tempat ibadah.

3. Pelajaran penting yang dapat kita ambil dari
sikap keras Rasulullah     dalam masalah ini,
bagaimana beliau menjelaskan terlebih dahulu
kepada para sahabat, bahwa orang yang
membangun tempat ibadah di sekitar kuburan
orang shaleh termasuk sejelek-jelek makhluk di
hadapan Allah; kemudian, lima hari sebelum
wafat, beliau mengeluarkan pernyataan yang
melarang umatnya menjadikan kuburan-kuburan
sebagai tempat ibadah; terakhir, beberapa saat
menjelang wafatnya, beliau masih merasa belum
cukup dengan tindakan-tindakan yang telah
diambilnya, sehingga beliau melaknat orangorang
yang melakukan perbuatan ini.

4. Rasulullah     melarang pula perbuatan tersebut
dilakukan di sisi kuburan beliau, walaupun
kuburan beliau sendiri belum ada.

5. Menjadikan kuburan nabi-nabi sebagai tempat
ibadah merupakan tradisi orang-orang Yahudi
dan Nasrani.

6. Rasulullah melaknat mereka karena perbuatan
mereka sendiri.

7. Rasulullah melaknat mereka dengan tujuan
memberikan peringatan kepada kita agar tidak
berbuat hal yang sama terhadap kuburan beliau.

8. Alasan tidak ditampakkannya kuburan beliau
karena khawatir akan dijadikan sebagai tempat
ibadah.

9. Pengertian “menjadikan kuburan sebagai tempat
ibadah” ialah: [melakukan suatu ibadah, seperti:
shalat di sisi kuburan, meskipun tidak dibangun
di atasnya sebuah tempat ibadah].

10. Rasulullah menggabungkan antara orang yang
menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah
dengan orang yang masih hidup disaat kiamat
tiba, dalam rangka memberikan peringatan pada
umatnya tentang perbuatan yang menghantarkan
kepada kemusyrikan sebelum terjadi, disamping
mengingatkan pula bahwa akhir kehidupan dunia
adalah merajalelanya kemusyrikan.

11. Khutbah beliau yang disampaikan lima hari
sebelum wafatnya mengandung sanggahan
terhadap dua kelompok yang kedua-duanya
termasuk sejelek-jelek ahli bid’ah, bahkan
sebagian ulama menyatakan bahwa keduanya di
luar 72 golongan yang ada dalam umat Islam,
yaitu Rafidhah (54) dan Jahmiyah(55).
 Dan sebab permusuhan terhadap sebagian besar sahabat Rasulullah,
khususnya Abu Bakar dan Umar.
---------------------------------------------------
(54)Rafidhah adalah salah satu sekte dalam aliran syi’ah.
Mereka bersikap berlebih-lebihan terhadap Ali bin Abi
Thalib dan Ahlul bait, dan mereka menyatakan
kemusyrikan dan penyembahan kuburan terjadi
adalah orang-orang Rafidhah. Merekalah orang
pertama yang membangun tempat ibadah di atas
kuburan.

(55) Jahmiyah adalah aliran yang timbul pada akhir khilafah
Bani Umayyah. Disebut demikian, karena dinisbatkan
kepada nama tokoh mereka, yaitu Jahm bin Shafwan At
Tirmidzi, yang terbunuh pada tahun 128 H. di antara
pendapat aliran ini adalah menolak kebenaran adanya
Asma’ dan Sifat Allah, karena menurut anggapan mereka
Asma dan Sifat adalah ciri khas makhluk, maka apabila
diakui dan ditetapkan untuk Allah berarti menyerupakan
Allah dengan makhluk-Nya.

12. Rasulullah     [adalah manusia biasa] merasakan
beratnya sakaratul maut.

13. Beliau dimuliakan oleh Allah dengan dijadikan
sebagai kekasih (khalil) [sebagaimana Nabi
Ibrahim].

14. Pernyataan bahwa khalil itu lebih tinggi
derajatnya dari pada habib (kekasih).

15. Pernyataan bahwa Abu Bakar Radhiyallahu 'anhu  adalah sahabat
Nabi yang paling mulia.

16. Hal tersebut merupakan isyarat bahwa Abu
Bakar akan menjadi Khalifah (sesudah beliau).
permusuhan terhadap sebagian besar sahabat Rasulullah,
khususnya Abu Bakar dan Umar.

KITAB TAUHID BAB 20 HAL 118-124

Tidak ada komentar:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif