Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Jumat, 26 April 2013

Apakah Itu CINTA ???

CINTA .........
Apakah itu cinta ?
Semuanya tentu pernah mengenalnya .
Siapa yang tidak pernah mengenal cinta , rugi hidupnya . Yang masih kecil , yang sudah dewasa , yang miskin yang kaya , pejabat atau rakyat pernah mengenal cinta dan ingin terus mengenal cinta .
Tapi terkadang kita yang sudah merasakan cinta ini belum juga berbahagia dan justru sengsara karenanya , bahkan menjadi malapetaka bagi kita. Apa yang salah dalam cinta ???
yakinlah saudara....itu karena kita salah dalam menempatkan cinta .
Dengan CINTA harusnya kita bisa berbahagia dengan kebahagiaan yang sesungguhnya .
Untuk lebih jelasnya dalam pembahasan ini , yuk kita dengarkan kajiannya soal cinta ini .
Silahkan klik  Indahnya Cinta

*********************************

Cinta Itu Lelah
Cobalah renungkan..
Orang yang cinta kedudukan..
Dia lelah untuk meraihnya..
Menghadapi rintangan yg amat berat..
Bahkan seringkali berbahaya untuk dunia dan agamanya..

Orang yang cinta harta..
Ia habiskan waktunya untuk membanting tulang..
Tak kenal waktu..
Bahkan sering ia sakit karenanya..

Orang yang cinta syahwat..
Ia lelah hatinya..
Demi mengejar syahwat yang ia dambakan..
Di saat jauh..
Ia tersiksa oleh kerinduan..
Di saat dekat..
Ia tersiksa oleh kekhawatiran tuk berpisah dengannya..

Ternyata memang meraih yang dicintai butuh pengorbanan..
Semakin cinta..
Semakin kuat perjuangan meraihnya..
Semakin kurang cintanya..
Semakin lemah pengorbanan..

Semua kita mengaku mencintai Allah dan RasulNya..
Sejauh manakah pengorbanan untuk meraih cinta itu..
Syaikhul Islam berkata, "Apabila seorang hamba meninggalkan apa yang ia mampu lakukan dari berjihad, maka itu bukti kelemahan cinta dalam hatinya kepada Allah dan rasulNya."
(Al Ubudiyah hal 130).

Terkadang kita mampu melakukan suatu ibadah..
Namun kemalasan menghentikan langkah..
Tak ada perjuangan untuk melawannya..
Itulah kelemahan cinta..
Walaupun pelakunya mengaku ia cinta sejuta rasa..

Allahul Musta'an..



Kamis, 25 April 2013

MENETAPKAN AL ASMA’ AL HUSNA HANYA UNTUK ALLAH DAN TIDAK MENYELEWENGKANNYA

Al Qur'an Online

KITAB TAUHID   BAB 51  HAL 233- 234

Firman Allah Allah-green.svg :
“Hanya milik Allah-lah Al Asma’ Al Husna (namanama
yang baik), maka berdoalah kepada-Nya dengan
menyebut Asma-Nya itu, dan tinggalkanlah orang-orang
yang menyelewengkan Asma-Nya. Mereka nanti pasti
akan mendapat balasan atas apa yang telah mereka
kerjakan. ” (QS. Al A’raf: 180).

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu
tentang maksud firman Allah:
Artinya: “menyelewengkan Asma-Nya.” ia
mengatakan, bahwa maksudnya adalah: “berbuat syirik
(dalam Asma-Nya), yaitu orang-orang yang menjadikan
Asma-asma Allah untuk berhala mereka, seperti nama Al
Lata yang berasal dari kata Al Ilah, dan Al Uzza dari kata
Al Aziz.”

Dan diriwayatkan dari Al A’masy (112) dalam
menafsirkan ayat tersebut ia mengatakan: “Mereka
memasukkan ke dalam Asma-Nya nama-nama yang
bukan dari Asma-Nya.”
------------------------------------------

(112) Abu Muhammad: Sulaiman bin Mahran Al Asdi,
digelari Al A’masy. Salah seorang tabi’in ahli tafsir,
hadits dan faraidh, dan banyak meriwayatkan hadits.
dilahirkan th. 61 H (681 M), dan meninggal th. 147 H
(765 M).


Kandungan bab ini:

1. Wajib menetapkan Asma Allah [sesuai dengan
keagungan dan kemuliaan-Nya].

2. Semua Asma Allah adalah husna (Maha Indah).

3. Diperintahkan untuk berdoa dengan menyebut
Asma husna-Nya.

4. Diperintahkan meninggalkan orang-orang yang
menentang Asma-asma-Nya dan
menyelewengkannya.

5. Penjelasan tentang bentuk penyelewengan Asma
Allah.

6. Ancaman terhadap orang-orang yang
menyelewengkan Asma Al Husna Allah dari
kebenaran.

NAMA YANG DIPERHAMBAKAN KEPADA SELAIN ALLAH


Al Qur'an Online
KITAB TAUHID   BAB 50  HAL 229 - 232

Firman Allah Allah-green.svg :“Ketika Allah mengaruniakan kepada mereka
seorang anak laki-laki yang sempurna (wujudnya), maka
keduanya menjadikan sekutu bagi Allah dalam hal (anak)
yang dikaruniakan kepada mereka, Maha Suci Allah dari
perbuatan syirik mereka.” (QS. Al A’raf: 190).

Ibnu Hazm berkata: “Para ulama telah sepakat
mengharamkan setiap nama yang diperhambakan kepada
selain Allah, seperti: Abdu Umar (hambanya umar),
Abdul Ka’bah (hambanya Ka’bah) dan yang sejenisnya,
kecuali Abdul Muthalib. (107)
--------------------------------------
(107) Maksudnya: mereka belum sepakat mengharamkan
nama Abdul Muthalib, karena asal nama ini
berhubungan dengan perbudakan.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa 
Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu
dalam menafsirkan ayat tersebut mengatakan: “Setelah
Adam menggauli istrinya Hawwa, ia pun hamil, lalu iblis
mendatangi mereka berdua seraya berkata: “Sungguh,
aku adalah kawanmu berdua yang telah mengeluarkan
kalian dari surga. Demi Allah, hendaknya kalian mentaati
aku, jika tidak maka akan aku jadikan anakmu bertanduk
dua seperti rusa, sehingga akan keluar dari perut istrimu
dengan merobeknya, demi Allah, itu pasti akan ku
lakukan ”, itu yang dikatakan iblis dalam rangka
menakut-nakuti mereka berdua, selanjutnya iblis berkata:
“Namailah anakmu dengan Abdul harits (108)”. 
--------------------------------------------------------
(108) Al Harits adalah nama Iblis. Dan maksud Iblis adalah
menakut-nakuti mereka berdua supaya memberi nama
tersebut kepada anaknya ialah untuk mendapatkan suatu
macam bentuk syirik, dan inilah salah satu cara Iblis
memperdaya musuhnya, kalau dia belum mampu untuk
menjerumuskan seseorang manusia ke dalam tindakan
maksiat yang besar akibatnya, akan dimulai untuk
menjerumuskannya terlebih dahulu dari tindakan
maksiat yang ringan atau kecil.

Tapi keduanya menolak untuk mentaatinya, dan ketika bayi itu
lahir, ia lahir dalam keadaan mati. Kemudian Hawwa
hamil lagi, dan datanglah iblis itu dengan mengingatkan
apa yang pernah dikatakan sebelumnya. Karena Adam
dan Hawwa cenderung lebih mencintai keselamatan
anaknya, maka ia memberi nama anaknya dengan “Abdul
Harits”, dan itulah penafsiran firman Allah Allah-green.svg :
 ....جعلا له شر كا ء  فيما ء ا تهما....
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan pula, dengan sanad
yang shahih, bahwa Qatadah dalam menafsirkan ayat ini
mengatakan: “Yaitu, menyekutukan Allah dengan taat
kepada Iblis, bukan dalam beribadah kepadanya.” (109).
Dan dalam menafsirkan firman Allah: لـين ءا تيتنا صلحا
Artinya: “Jika engkau mengaruniakan anak laki-laki
yang sempurna (wujudnya)” (110),
---------------------------------------------
(109) Maksudnya: mereka tidaklah menyembah Iblis, tetapi
mentaati Iblis dengan memberi nama Abdul Harits
kepada anak mereka, sebagaimana yang diminta Iblis.
Dan perbuatan ini disebut perbuatan syirik kepada
Allah.

(110) Surat Al A’raf: 189.

 Mujahid berkata:
“Adam dan Hawwa khawatir kalau anaknya lahir tidak
dalam wujud manusia”, dan penafsiran yang sama
diriwayatkannya pula dari Al Hasan (Al Basri), Sai'd
(Ibnu Jubair) dan yang lainnya.


Kandungan bab ini:

1. Dilarang memberi nama yang diperhambakan
kepada selain Allah.

2. Penjelasan tentang maksud ayat di atas (111).
--------------------------------------
(111) Ayat ini menunjukkan bahwa anak yang dikaruniakan
Allah kepada seseorang termasuk ni’mat yang harus
disyukuri, dan termasuk kesempurnaan rasa syukur
kepada-Nya bila diberi nama yang baik, yang tidak
diperhambakan kepada selain-Nya, karena pemberian
nama yang diperhambakan kepada selain-Nya adalah
syirik.

3. Kemusyrikan ini [sebagaimana dinyatakan oleh
ayat ini] disebabkan hanya sekedar pemberian
nama saja, tanpa bermaksud yang sebenarnya.

4. Pemberian anak perempuan dengan wujud yang
sempurna merupakan ni’mat Allah [yang wajib
disyukuri].

5. Ulama Salaf menyebutkan perbedaan antara
kemusyrikan di dalam taat dan kemusyrikan di
dalam beribadah.



Senin, 15 April 2013

MENSYUKURI NI’MAT ALLAH

Al Qur'an Online
KITAB TAUHID   BAB 49 HAL 221 - 229

Firman Allah Allah-green.svg :“Dan jika kami melimpahkan kepadanya sesuatu
rahmat dari kami, sesudah dia ditimpa kesusahan,
pastilah dia berkata “ini adalah hakku.” (QS. Fushshilat:
50).

Dalam menafsirkan ayat ini Mujahid mengatakan:
“ini adalah karena jerih payahku, dan akulah yang berhak
memilikinya.”
Sedangkan Ibnu Abbas mengatakan: “ini adalah dari
diriku sendiri”.

Firman Allah Allah-green.svg :“(Qarun) berkata: sesungguhnya aku diberi harta
kekayaan ini, tiada lain karena ilmu yang ada padaku.”
(QS. Al Qashash: 78).

Qotadah -dalam menafsirkan ayat ini- mengatakan:
“Maksudnya: karena ilmu pengetahuanku tentang cara
cara berusaha”.
Ahli tafsir lainnya mengatakan: “Karena Allah
mengetahui bahwa aku orang yang layak menerima harta
kekayaan itu”, dan inilah makna yang dimaksudkan oleh
Mujahid: “aku diberi harta kekayaan ini atas
kemulianku”.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa ia
mendengar Rasulullah  bersabda:“Sesungguhnya ada tiga orang dari bani Israil,
yaitu: penderita penyakit kusta, orang berkepala botak,
dan orang buta. Kemudian Allah Allah-green.svg ingin menguji
mereka bertiga, maka diutuslah kepada mereka seorang
malaikat.
Maka datanglah malaikat itu kepada orang pertama
yang menderita penyakit kusta dan bertanya kepadanya:
“Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan?”, ia
menjawab: “Rupa yang bagus, kulit yang indah, dan
penyakit yang menjijikkan banyak orang ini hilang dari
diriku”. Maka diusaplah orang tersebut, dan hilanglah
penyakit itu, serta diberilah ia rupa yang bagus, kulit
yang indah, kemudian malaikat itu bertanya lagi
kepadanya: “Lalu kekayaan apa yang paling kamu
senangi?”, ia menjawab: “onta atau sapi”, maka
diberilah ia seekor onta yang sedang bunting, dan iapun
didoakan: “Semoga Allah memberikan berkah-Nya
kepadamu dengan onta ini.”
Kemudian Malaikat tadi mendatangi orang
kepalanya botak, dan bertanya kepadanya: “Apakah
sesuatu yang paling kamu inginkan?”, ia menjawab:
“Rambut yang indah, dan apa yang menjijikkan di
kepalaku ini hilang”, maka diusaplah kepalanya, dan
seketika itu hilanglah penyakitnya, serta diberilah ia
rambut yang indah, kemudian malaikat tadi bertanya lagi
kepadanya: “Harta apakah yang kamu senangi?”. ia
menjawab: “sapi atau onta”, maka diberilah ia seekor
sapi yang sedang bunting, seraya didoakan: “Semoga
Allah memberkahimu dengan sapi ini.”
Kemudian malaikat tadi mendatangi orang yang
buta, dan bertanya kepadanya: “Apakah sesuatu yang
paling kamu inginkan?”, ia menjawab: "Semoga Allah
berkenan mengembalikan penglihatanku sehingga aku
dapat melihat orang”, maka diusaplah wajahnya, dan
seketika itu dikembalikan oleh Allah penglihatannya,
kemudian malaikat itu bertanya lagi kepadanya: “Harta
apakah yang paling kamu senangi?”, ia menjawab:
“kambing”, maka diberilah ia seekor kambing yang
sedang bunting.
Lalu berkembang biaklah onta, sapi dan kambing
tersebut, sehingga yang pertama memiliki satu lembah
onta, yang kedua memiliki satu lembah sapi, dan yang
ketiga memiliki satu lembah kambing.
Sabda nabi   berikutnya:Kemudian datanglah malaikat itu kepada orang yang
sebelumnya menderita penyakit kusta, dengan
menyerupai dirinya di saat ia masih dalam keadaan
berpenyakit kusta, dan berkata kepadanya: “Aku seorang
miskin, telah terputus segala jalan bagiku (untuk mencari
rizki) dalam perjalananku ini, sehingga tidak akan dapat
meneruskan perjalananku hari ini kecuali dengan
pertolongan Allah, kemudian dengan pertolongan anda.
Demi Allah yang telah memberi anda rupa yang tampan,
kulit yang indah, dan kekayaan yang banyak ini, aku
minta kepada anda satu ekor onta saja untuk bekal
meneruskan perjalananku”, tetapi permintaan ini ditolak
dan dijawab: “Hak hak (tanggunganku) masih banyak”,
kemudian malaikat tadi berkata kepadanya: “Sepertinya
aku pernah mengenal anda, bukankah anda ini dulu
orang yang menderita penyakit lepra, yang mana
orangpun sangat jijik melihat anda, lagi pula anda orang
yang miskin, kemudian Allah memberikan kepada anda
harta kekayaan? Dia malah menjawab: “Harta kekayaan
ini warisan dari nenek moyangku yang mulia lagi
terhormat”, maka malaikat tadi berkata kepadanya:
“jika anda berkata dusta niscaya Allah akan
mengembalikan anda kepada keadaan anda semula”.
Kemudian malaikat tadi mendatangi orang yang
sebelumnya berkepala botak, dengan menyerupai dirinya
di saat masih botak, dan berkata kepadanya
sebagaimana ia berkata kepada orang yang pernah
menderita penyakit lepra, serta ditolaknya pula
permintaannya sebagaimana ia ditolak oleh orang yang
pertama. Maka malaikat itu berkata: “jika anda berkata
bohong niscaya Allah akan mengembalikan anda seperti
keadaan semula”.
Kemudian malaikat tadi mendatangi orang yang
sebelumnya buta, dengan menyerupai keadaannya dulu
di saat ia masih buta, dan berkata kepadanya: “Aku
adalah orang yang miskin, yang kehabisan bekal dalam
perjalanan, dan telah terputus segala jalan bagiku (untuk
mencari rizki) dalam perjalananku ini, sehingga aku
tidak dapat lagi meneruskan perjalananku hari ini,
kecuali dengan pertolongan Allah kemudian pertolongan
anda. Demi Allah yang telah mengembalikan penglihatan
anda, aku minta seekor kambing saja untuk bekal
melanjutkan perjalananku”. Maka orang itu menjawab:
“Sungguh aku dulunya buta, lalu Allah mengembalikan
penglihatanku. Maka ambillah apa yang anda sukai, dan
tinggalkan apa yang tidak anda sukai. Demi Allah, saya
tidak akan mempersulit anda dengan mengembalikan
sesuatu yang telah anda ambil karena Allah”. Maka
malaikat tadi berkata: “Tahanlah harta kekayaan anda,
karena sesungguhnya engkau ini hanya diuji oleh Allah
Allah-green.svg, Allah telah ridha kepada anda, dan murka kepada
kedua teman anda.” ( HR. Bukhari dan Muslim ).

Kandungan bab ini:

1. Penjelasan tentang ayat di atas (106).
-----------------------------
(106) Ayat di atas menunjukkan kewajiban mensyukuri ni’mat
Allah dan mengakui bahwa ni’mat tersebut semata-mata
berasal dari Allah, dan menunjukkan pula bahwa katakata
seseorang terhadap ni’mat Allah yang dikaruniakan
kepadanya: “Ini adalah hak yang patut kuterima, karena
usahaku” adalah dilarang dan tidak sesuai dengan
kesempurnaan tauhid.

2. Pengertian firman Allah: “… Pastilah ia berkata:
ini adalah hakku”.

3. Pengertian firman Allah: “sesungguhnya aku
diberi kekayaan ini tiada lain karena ilmu yang
ada padaku”.

4. Kisah menarik, sebagaimana yang terkandung
dalam hadits ini, memuat pelajaran-pelajaran
yang berharga dalam kehidupan ini.

Minggu, 14 April 2013

Kaya Dengan Atau Tanpa Harta, Bisa?

بسم الله الرحمن الرحيم

     Kalau pertanyaan berikut diajukan kepada kita: mau jadi orang kaya atau miskin? Tentu mayoritas, atau bahkan semua akan memilih jadi orang kaya. Pilihan ini wajar karena kekayaan identik dengan kebahagiaan, kecukupan dan ketenangan hidup, sementara tentu tidak ada seorangpun yang ingin hidupnya sengsara.
Akan tetapi permasalahan yang sebenarnya adalah dengan apa orang menjadi kaya sehingga dia bisa hidup tenang dan berkecukupan? Apakah dengan harta benda atau pangkat dan jabatan duniawi semata?
Jawabannya pasti: tidak, karena kenyataan di lapangan membuktikan bahwa banyak orang yang memiliki harta berlimpah dan jabatan yang tinggi tapi hidupnya jauh dari kebahagiaan dan digerogoti berbagai macam penyakit kronis yang bersumber dari hati dan pikirannya yang tidak pernah tenang.
Kalau demikian, dengan apakah seorang manusia bisa meraih kekayaan, kecukupan dan kebahagiaan hidup sejati?
Temukan jawaban pertanyaan di atas dalam hadits berikut ini::
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda, tetapi kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan/kecukupan (dalam) jiwa (hati)”[1].
Inilah jawaban dari hadits Rasulullah yang merupakan wahyu Allah Pencipta alam semesta beserta isinya, termasuk jiwa dan raga manusia. Dialah Yang Maha Mengetahui tentang segala keadaan manusia, tidak terkecuali sebab yang bisa menjadikan mereka meraih kekayaan, kecukupan dan kebahagiaan hidup sejati.
Maha benar Allah yang berfirman:
{أَلا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ}
“Bukankah Allah yang menciptakan (alam semesta beserta isinya) maha mengetahui (segala sesuatu)? Dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui” (QS al-Mulk:14).
Hadits ini merupakan argumentasi kuat, ditambah bukti nyata di lapangan, yang menunjukkan bahwa kekayaan dan kecukupan dalam hati merupakan sebab kebahagiaan hidup manusia lahir dan batin, meskipun orang tersebut tidak memiliki harta yang berlimpah.
Dalam hadits lain Rasulullah r bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik maka akan baik seluruh tubuh manusia, dan jika segumpal daging itu buruk maka akan buruk seluruh tubuh manusia, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati manusia”[2].
Benar, kekayaan yang sejati adalah iman kepada Allah dan ridha terhadap segala ketentuan dan pemberian-Nya, ini akan melahirkan sifat qana’ah (selalu merasa cukup dengan rezki yang diberikan Allah U).
Inilah sifat yang akan membawa keberuntungan besar bagi hamba di dunia dan akhirat. Rasulullah r bersabda: “Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rizki yang secukupnya dan Allah menganugrahkan kepadanya sifatqana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezki yang Allah I berikan kepadanya”[3].
Apa yang dijelaskan dalam hadits ini tidaklah mengherankan, karena arti “kaya” yang sesungguhnya adalah merasa cukup dan puas dengan apa yang dimiliki, adapun orang yang tidak pernah puas dan selalu rakus mencari tambahan, meskipun hartanya berlimpah, maka sungguh inilah kemiskinan yang sejati, karena kebutuhannya tidak pernah tercukupi.
Imam Ibnu Baththal berkata: “Makna hadits di atas: Bukanlah kekayaan yang hakiki (dirasakan) dengan banyaknya harta, karena banyak orang yang Allah jadikan hartanya berlimpah tidak merasa cukup dengan pemberian Allah tersebut, sehingga dia selalu bekerja keras untuk menambah hartanya dan dia tidak perduli dari manapun harta tersebut berasal (dari cara yang halal atau haram). Maka (dengan ini) dia seperti orang yang sangat miskin karena (sifatnya) yang sangat rakus. Kekayaan yang hakiki adalah kekayaan (dalam) jiwa (hati), yaitu orang yang merasa cukup, qana’ah dan ridha dengan rezki yang Allah limpahkan kepadanya, sehingga dia tidak (terlalu) berambisi untuk menambah harta (karena dia telah merasa cukup) dan tidak ngotot mengejarnya, maka dia seperti orang kaya”[4].
Oleh karena itu, kemiskinan yang sebenarnya adalah sifat rakus dan ambisi yang berlebihan untuk menimbun harta serta tidak pernah merasa cukup dengan pemberian Allah.
Padahal kalau saja seorang manusia mau berpikir dengan jernih dan merenungkan, apakah kerakusan dan ketamakannya akan menjadikan rezki yang telah Allah tetapkan baginya bisa bertambah dan semakin luas? Tentu saja tidak, karena segala sesuatu yang telah ditetapkan-Nya tidak akan berubah, bertambah atau berkurang.
Bahkan lebih dari itu, justru kerakusan dan ambisi yang berlebihan mengejar perhiasan dunia, itulah yang akan menjadikannya semakin menderita dan sengsara. Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya)”[5].
Kesimpulannya, orang yang paling kaya adalah orang yang paling qana’ah (selalu merasa cukup dengan rezki yang diberikan Allah) dan ridha dengan segala pembagian-Nya. Rasulullah bersabda: “…Ridhahlah (terimalah) pembagian yang Allah tetapkan bagimu maka kamu akan menjadi orang yang paling kaya (merasa kecukupan)”[6].
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk semua orang yang membaca dan merenungkannya.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

[1] HSR al-Bukhari (no. 6081) dan Muslim (no. 1051).
[2] HSR al-Bukhari (no. 52) dan Muslim (no. 1599).
[3] HSR Muslim (no. 1054).
[4] Kitab “Tuhfatul ahwadzi” (7/35).
[5] HR Ibnu Majah (no. 4105), Ahmad (5/183), ad-Daarimi (no. 229), Ibnu Hibban (no. 680) dan lain-lain dengan sanad yang shahih, dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-Bushiri dan syaikh al-Albani.
[6] HR at-Tirmidzi (no. 2305) dan Ahmad (2/310), dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani.


Kota Kendari, 29 Rabi’ul awal 1434 H
Abdullah bin Taslim al-Buthoni
 http://manisnyaiman.com/kaya-dengan-atau-tanpa-harta-bisa/

Senin, 08 April 2013

BERSENDA GURAU DENGAN MENYEBUT NAMA ALLAH, ALQUR’AN ATAU RASULULLAH ﷺ

Al Qur'an Online
KITAB TAUHID   BAB 47 HAL 218 - 221

BERSENDA GURAU DENGAN MENYEBUT NAMA
ALLAH, ALQUR’AN ATAU RASULULLAH 

Firman Allah Allah-green.svg :“Dan jika kamu tanyakan kepada orang-orang
munafik (tentang apa yang mereka lakukan) tentulah
mereka akan menjawab: "sesungguhnya kami hanyalah
bersenda gurau dan bermain-main saja", katakanlah:
"apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya
kalian selalu berolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf,
karena kamu telah kafir sesudah beriman.” (QS. At
Taubah: 65 – 66)

Diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhu , Muhammad bin
Kaab, Zaid bin Aslam, dan Qatadah, suatu hadits dengan
rangkuman sebagai berikut: “Bahwasanya ketika dalam
peperangan tabuk, ada seseorang yang berkata: “Belum
pernah kami melihat seperti para ahli membaca Alqur’an
(qurra’) ini, orang yang lebih buncit perutnya, dan lebih
dusta mulutnya, dan lebih pengecut dalam peperangan”,
maksudnya adalah Rasulullah  dan para sahabat yang
ahli membaca Al Qur’an. 

Maka berkatalah Auf bin Malik
kepadanya: “kau pendusta, kau munafik, aku beritahukan
hal ini kepada Rasulullah ”, lalu berangkatlah Auf bin
Malik kepada Rasulullah untuk memberitahukan hal ini
kepada beliau, akan tetapi sebelum ia sampai , telah turun
wahyu kepada beliau.

Dan ketika orang itu datang kepada Rasulullah ,
beliau sudah beranjak dari tempatnya dan menaiki
untanya, maka berkatalah ia kepada Rasulullah: “ya
Rasulullah, sebenarnya kami hanya bersenda gurau dan
mengobrol sebagaimana obrolan orang yang mengadakan
perjalanan untuk menghilangkan penatnya perjalanan”,
kata Ibnu Umar: “sepertinya aku melihat orang tadi
berpegangan sabuk pelana unta Rasulullah, sedang kedua
kakinya tersandung-sandung batu, sambil berkata : “kami
hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”,
kemudian Rasulullah bersabda kepadanya:
“Apakah dengan Allah, ayat-ayat -Nya, dan Rasul-
Nya kamu selalu berolok-olok.”
Rasulullah  mengatakan seperti itu tanpa menoleh,
dan tidak bersabda kepadanya lebih dari pada itu.

Kandungan bab ini:

1. Masalah yang sangat penting sekali, bahwa orang
yang bersenda gurau dengan menyebut nama
Allah, ayat ayat -Nya dan Rasul-Nya adalah
kafir.

2. Ini adalah penafsiran dari ayat di atas, untuk
orang yang melakukan perbuatan itu, siapapun
dia.

3. Ada perbedaan yang sangat jelas antara
menghasut dan setia Allah dan Rasul-Nya. [Dan
melaporkan perbuatan orang-orang fasik kepada
waliyul amr untuk mencegah mereka, tidaklah
termasuk perbuatan menghasut tetapi termasuk
kesetiaan kepada Allah dan kaum muslimin
seluruhnya].

4. Ada perbedaan yang cukup jelas antara sikap
memaafkan yang dicintai Allah dengan bersikap
tegas terhadap musuh-musuh Allah.

5. Tidak setiap permintaan maaf dapat diterima.
[Ada juga permintaan maaf yang harus ditolak].

Sabtu, 06 April 2013

PENGGUNAAN GELAR “QADHI QUDHAT”(HAKIMNYA PARA HAKIM) DAN SEJENISNYA

Al Qur'an Online
KITAB TAUHID   BAB 46 HAL 216 - 217

Diriwayatkan dalam shahih Bukhari dan Muslim, dari
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah  bersabda:
“Sesungguhnya nama (gelar) yang paling hina di
sisi AllahAllah-green.svg  adalah “Rajanya para raja”, tiada raja
yang memiliki kekuasaan mutlak kecuali Allah” –
Sufyan(105) mengemukakan contoh dengan berkata:
"seperti gelar Syahan Syah" - dan dalam riwayat yang
lain dikatakan: “Dia adalah orang yang paling dimurkai
dan paling jahat di sisi Allah pada hari kiamat …”
----------------------------------
(105) Yakni: Sufyan bin Uyainah.


Kandungan bab ini:

1. Larangan menggunakan gelar “Rajanya para
raja”.

2. Larangan menggunakan gelar lain yang sejenis
dengan gelar di atas, seperti contoh yang
dikemukakan oleh Sufyan “Syahan Syah”.

3. Hal itu dilarang, [karena ada penyetaraan antara
hamba dengan Khaliqnya] meskipun hatinya
tidak bermaksud demikian.

4. Larangan ini tidak lain hanyalah untuk
mengagungkan Allah Allah-green.svg

Selasa, 02 April 2013

BARANGSIAPA MENCACI MASA MAKA DIA TELAH MENYAKITI ALLAH

Al Qur'an Online
KITAB TAUHID   BAB 45 HAL 214 - 215

Firman Allah Allah-green.svg :
“Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tak lain
hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan hidup,
dan tidak ada yang membinasakan kita kesuali masa, dan
mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang
itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.”
(QS. Al Jatsiah: 24).

Diriwayatkan dalam shahih Bukhari dan Muslim dari
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah  bersabda:
“Allah Allah-green.svg berfirman: “Anak Adam (manusia)
menyakiti Aku, mereka mencaci masa, padahal Aku
adalah pemilik dan pengatur masa, Akulah yang
menjadikan malam dan siang silih berganti”. Dan dalam
riwayat yang lain dikatakan: “Janganlah kalian mencaci
masa, karena Allah Allah-green.svg adalah Pemilik dan Pengatur
masa.” (103).
--------------------------------------------
(103)Orang-orang Jahiliyah, kalau mereka tertimpa suatu
musibah, bencana atau malapetaka, mereka mencaci masa.
Maka Allah melarang hal tersebut, karena yang
menciptakan dan mengatur masa adalah Allah Yang Maha
Esa. Sedangkan menghina pekerjaan seseorang berarti
menghina orang yang melakukannya. Dengan demikian,
mencaci masa berarti mencela dan menyakiti Allah

Kandungan bab ini:

1. Larangan mencaci masa.

2. Mencaci masa berarti menyakiti Allah Allah-green.svg.

3. Perlu renungan akan sabda Nabi : “Karena
Allah sesungguhnya adalah Pemilik dan Pengatur
masa” (104).
-------------------------------------------
(104)Sabda beliau itu menunjukkan bahwa segala sesuatu yang
terjadi di alam semesta ini adalah dengan takdir Allah,
karena itu wajib bagi seorang muslim untuk beriman
dengan qadha dan qadar, yang baik maupun yang buruk,
yang manis maupun yang pahit.

4. Mencaci mungkin saja dilakukan seseorang,
meskipun ia tidak bermaksud demikian dalam
hatinya.
sebagai Pencipta dan Pengatur masa.

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif