Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Rabu, 04 Desember 2013

Hadits Ke 9 Dari 50 Hadits Inti Ajaran Islam


Hadits ke-9, halaman 47 sampai 51


Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakhr -radhiyallahu 'anhu-, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Apa-apa yang aku larang atas kalian, maka jauhilah! Dan apa-apa yang aku perintahkan atas kalian, maka
lakukanlah semampu kalian! Karena sesungguhnya sesuatu yang membinasakan orangorang sebelum kalian adalah banyaknya pertanyaan dan penyelisihan mereka terhadap Nabi-Nabi mereka". HR Al-Bukhari (7288), Muslim (1337), dan lain-lain.

PENJELASAN HADITS

1- Asy-Syaikhan (Al-Bukhari dan Muslim) telah sepakat mengeluarkan hadits ini (dalam kedua kitab Shahih mereka). Dan hadits dengan lafazh seperti ini terdapat dalam Shahih Muslim, dalam Kitab Fadhail (2357). Dan tentang sebab datangnya hadits ini, juga diterangkan dalam Shahih Muslim pula dalam Kitab Al-Hajj (1337), yang berasal dari Abu Hurairah, beliau berkata,Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berkhutbah kepada kami, beliau bersabda, "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah telah mewajibkan ibadah haji atas kalian, maka berhajilah!". Kemudian ada seorang sahabat berkata, "Apakah

setiap tahun wahai Rasulullah?". Maka Rasulullah pun terdiam. Hingga seorang tersebut bertanya hingga tiga kali. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika aku berkata "Ya", pastilah akan menjadi wajib (atas kalian), dan kalian tidak akan
mampu". Kemudian beliau bersabda, "Biarkanlah aku dengan apa-apa yang aku tinggalkan untuk kalian! Karena sesungguhnya sesuatu yang membinasakan orang- orang sebelum kalian adalah banyaknya pertanyaan dan penyelisihan mereka terhadap
para Nabi mereka. Maka jika aku perintahkan sesuatu atas kalian, lakukanlah semampu kalian! Dan jika aku melarang sesuatu atas kalian, tinggalkanlah!".

2- Sabdanya  "Apa-apa yang aku larang atas kalian, maka jauhilah! 

Dan apa-apa yang aku perintahkan atas kalian,maka lakukanlah semampu kalian!", terdapat taqyiid (pengkhususan/ pengikat) terhadap perintah melakukan sesuatu dengan kemampuan. Berbeda halnya dengan pelarangan (yakni; ia tidak terikat dengan kemampuan). Hal itu disebabkan karena pelarangan termasuk ke dalam bab meninggalkan sesuatu (yakni; tidak melakukan apapun).
Maka, setiap orang pasti mampu untuk meninggalkan sesuatu dan tidak berbuat apa-apa. Adapun perintah, ia terkait dengan kemampuan. Karena perintah maknanya adalah pembebanan
seseorang untuk berbuat/melakukan sesuatu. Sehingga, perbuatan itu mungkin dapat dilakukan, dan mungkin saja tidak dapat, dilakukan. Maka, orang yang diperintah hanya dapat melakukan sesuatu yang ia mampu. Sebagai contoh, tatkala dilarang untuk meminum khamr (minuman keras yang memabukkan), maka (setiap orang) mampu untuk meninggalkannya (karena hanya diam saja dan tidak berbuat apapun, Pent). Namun tatkala diperintah untuk melakukan shalat, maka setiap orang melakukannya sesuai dengan kadar kemampuannya. Jika ia mampu untuk berdiri, maka ia (wajib) berdiri. Jika ia tidak mampu berdiri, maka dengan duduk.
Jika tidak mampu duduk, ia melakukannya dengan berbaring.
Dan bukti kongkrit lain yang lebih memperjelas masalah ini adalah; jika seandainya dikatakan kepada seseorang, "Jangan Anda masuk dari pintu ini!". Maka orang itu jelas bisa melakukannya. Karena ia hanya meninggalkannya saja (yakni; hanya diam saja dan tidak berbuat apapun, Pent). Namun jika dikatakan kepadanya, "Angkatlah batu besar ini!", maka ada kemungkinan ia mampu melakukannya, dan ada kemungkinan ia pun tidak mampu.

3- Meninggalkan hal-hal yang dilarang (dalam agama) hukum asalnya tetap berlaku dalam segala keadaan, tidak ada yang dikecualikan darinya. Kecuali jika dalam keadaan darurat.

Contohnya, memakan bangkai untuk bertahan hidup. Atau meminum sedikit khamr (minuman keras yang memabukkan) karena tersedak makanan (dan tidak didapatkan air,
Pent).

4- Pelarangan yang wajib ditinggalkan sama sekali adalah pengharaman (dalam agama).

Adapun jika pelarangan tersebut hukumnya makruh, maka ia boleh dilakukan, namun lebih baik ditinggalkan.

5- Segala sesuatu yang diperintahkan (dalam agama), maka wajib dilakukan oleh mukallaf (Orang yang telah berusia baligh/dewasa, yang telah wajib atasnya melakukan segala perintah agama dan

wajib meninggalkan larangan agama, Pent).
sesuai dengan kadar kemampuannya. Karena Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya. Maka, jika seseorang tidak mampu untuk melakukan perintah Allah secara sempurna, ia boleh melakukan secara yang ia mampu di bawah kesempurnaan itu. Maka, jika seseorang tidak mampu melakukan shalat dengan berdiri, ia boleh melakukannya dengan duduk. Jika seseorang tidak mampu melakukan kewajiban secara sempurna, ia melakukannya dengan apa yang ia mampu. Jika ia tidak memiliki air yang cukup untuk berwudhu secara sempurna, maka ia berwudhu dengan apa yang ia miliki dari air tersebut dan selebihnya ber-tayammum. Jika seseorang tidak mampu
mengeluarkan zakat fithri sejumlah yang disyariatkan, maka ia keluarkan sebagiannya yang ia miliki.

6- Sabdanya "Karena sesungguhnya sesuatu yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyaknya pertanyaan dan penyelisihan mereka terhadap nabi-nabi mereka".

Pertanyaan yang terlarang yang dimaksud dalam hadits adalah pertanyaan terhadap sesuatu di masa nabi mereka, yang dengan pertanyaan tersebut menyebabkan diharamkannya sesuatu yang ditanyakannya itu. 
Atau pertanyaan yang menyebabkan  diwajibkannya sesuatu yang ditanyakannya itu. Yang seluruhnya menyebabkan kesulitan
yang sangat besar, yang terkadang tidak mampu dilakukan. Seperti melakukan ibadah haji setiap tahun. Dan yang terlarang setelah masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah pertanyaan yang memberat-beratkan dan menyibukkan dari hal-hal yang lebih
penting.

7- Al-Hafizh Ibnu Rajab berkata, sebagaimana dalam kitab Jami'ul Uluumi wal Hikam (1/248-249):

"Dan dalam masalah ini, orang-orang telah terbagi menjadi beberapa kelompok; di antara mereka ada yang mengikuti para ahli hadits dan benar-benar menutup pintu pertanyaan,
hingga benar-benar sedikit sekali pemahaman dan ilmu mereka. Mereka hanya memahami sebatas apa-apa yang Allah dan Rasul-Nya gariskan. Hingga mereka hanya sekedar membawa ilmu, namun tidak berilmu.
Di antara mereka ada yang termasuk ahli fiqih kalangan ahli ra'yu (banyak memutuskan perkara agama berdasarkan pendapatnya, Pent) yang sangat berluas-luas dalam melahirkan permasalahan/ pertanyaan sebelum terjadinya permasalahan tersebut. 
Baik permasalahan yang sering terjadi maupun yang tidak terjadi. Mereka menyibukkan diri dengan mencari-cari jawaban dari permasalahan-permasalahan yang mereka buat-buat itu.
Bahkan memperbanyak perdebatan di dalamnya. Terkadang pula melahirkan permusuhan dan pertentangan hati, sehingga justru terjadi perselisihan dan kebencian. Terlebih lagi diiringi dengan niat untuk saling mengalahkan, atau mencari ketenaran dan agar
dipandang manusia. Maka tentunya hal ini dicela oleh para ulama rabbaniyyun (Yakni; para ulama yang sebenarnya dan hakiki, yang benar-benar menerapkan dan mendakwahkan ilmu mereka berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai dengan manhaj/metode yang dibawa oleh Rasulullah Shalallahu A'lahi Wassalam dan para sahabatnya, Pent.).
 Dan As- Sunnah telah menunjukkan akan keburukan dan keharamannya.
Adapun para Ahli fiqih dari kalangan ahli hadits yang benar-benar menerapkan hadits, maka mayoritas kesungguhan mereka adalah membahas dan mencari makna Al-Qur'an kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan apa-apa yang menafsirkannya dari sunnah-sunnah
yang shahihah dan perkataan para sahabat dan tabi'in (orang-orang yang mengikuti mereka) dengan baik. Mereka juga mempelajari Sunnah (hadits-hadits) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, memilah yang shahih dari yang dha'if. Mereka memperdalam ilmu hadits tersebut dan benar-benar berusaha memahami maknanya.
Mereka juga mempelajari maksud-maksud dari perkataan para sahabat dan tabi'in (orangorang yang mengikuti mereka) dengan baik dalam berbagai bidang ilmu Islam, seperti; tafsir, hadits, permasalahan halal dan haram, pokok-pokok sunnah, zuhud, permasalahan akhlak dan hati, dan lain-lainnya. Inilah metode dan jalan yang ditempuh oleh Imam Ahmad dan para ulama lainnya dari kalangan ulama hadits yang rabbaniyyun. Sungguh
dalam hal ini terdapat kesibukan yang luar biasa, yang sudah mencukupkan seseorang dari menyibukkan dengan hal-hal yang sengaja dibuat-buat oleh akal-akalan semata, yang terkadang sama sekali tidak bermanfaat dan tidak pula akan terjadi. Yang terjadi dari hal yang demikian hanyalah perdebatan sengit dan permusuhan, memperbanyak "katanya demikian" dan "dikatakan demikian". Dan Imam Ahmad, seringkali jika ditanya tentang
permasalahan yang tidak/belum terjadi, beliau menjawab, "Jauhkan kami dari permasalahan-permasalahan yang diada-adakan/dibuat-buat!"."
Sampai perkataan beliau, "Dan barangsiapa yang menempuh jalan menuntut ilmu sesuai dengan apa yang telah kami jelaskan (di atas), ia akan mampu memahami dan menjawab mayoritas permasalahanpermasalahan baru/ kontemporer (yang bermunculan). Karena pokok-pokok
permasalahannya sudah terdapat dalam dasar-dasar ilmu yang telah mereka pelajari. Dan dalam menempuh jalan ini, harus mengikuti jalan para ulama yang jelas dan disepakati keilmuan, keahlian dan petunjuk mereka. Seperti Asy-Syafi'i, Ahmad, Ishaq, Abu 'Ubaid,
dan para ulama yang menempuh jalan mereka. Karena barangsiapa yang mengaku telah menempuh jalan ini, namun tidak sesuai dengan jalan yang ditempuh mereka, ia akan terjerumus ke dalam kehancuran dan kebinasaan. Ia pun telah mengambil sesuatu yang
seharusnya tidak boleh diambil. Ia juga telah meninggalkan perbuatan yang semestinya ia lakukan. Dan kunci keberhasilan semuanya itu adalah ia benar-benar menghendaki wajah Allah, dan hanya bertujuan untuk ber-taqarrub kepada Allah. Dengan terus mempelajari apa-apa yang diturunkan kepada Rasul-Nya. Dan tetap menempuh jalannya. Mengamalkan serta mendakwahkan manusia kepadanya. Maka, barangsiapa yang demikian keadaannya, ia akan diberi taufik oleh Allah, dimudahkan dan diluruskan jalannya, ditunjuki-Nya, diajarkan oleh-Nya sesuatu yang belum pernah ia mengetahui sebelumnya. Dan ia akan termasuk golongan para ulama yang terpuji, seperti yang difirmankan Allah Ta'ala,
…Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama… [Fathir: 28].

Dan ia akan termasuk orang-orang yang mendalam ilmunya".

Sampai perkataan beliau, "Kesimpulannya, barangsiapa yang melakukan apa-apa yang diperintah oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan ia tidak melakukan apa-apa yang dilarang sebagaimana
kandungan makna hadits ini, dan ia hanya menyibukkan dengan mengamalkan hadits ini tanpa tersibukkan dengan hal lainnya, maka ia akan selamat di dunia dan di akhirat. Dan barangsiapa yang menyelisihi jalan ini, serta menyibukkan dirinya dengan sesuatu yang dia anggap baik hanya menurut pikiran dan perasaannya semata, maka ia akan terjerumus ke dalam sesuatu yang telah diwanti-wanti oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Ia
akan menyerupai keadaan Ahlul Kitab yang binasa dengan sebab banyaknya pertanyaan dan penyelisihan mereka terhadap para Nabi mereka, serta ketidakpatuhan mereka terhadap para Rasul mereka".

8- Pelajaran dan faidah dari hadits:


a. Wajibnya meninggalkan apa-apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.


b. Wajibnya melakukan apa-apa yang diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.


c. Waspada terhadap apa-apa yang dapat menyebabkan dan menjerumuskan seseorang ke dalam kebinasaan Ahlul Kitab.


d. Tidak wajib atas seseorang melakukan sesuatu yang berada di atas/ di luar kemampuannya.


e. Orang yang tidak mampu melakukan sebagian perintah (agama), maka cukup baginya melakukan apa yang ia mampu melakukannya.


f. Membatasi diri dari permasalahan-permasalahan yang diperlukan saja, dan tidak boleh mempersulit dan membebani diri dengan mengada-adakan permasalahan.


Tidak ada komentar:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif