Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Senin, 23 Desember 2013

Hadits Ke 15 Dari 50 Hadits Inti Ajaran Islam

بِسمِ اللَّهِ الرَّحمٰنِ الرَّحيمِ


Hadits ke-15, halaman 63 sampai 65.

Dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu-, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya berkata baik atau diam. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
maka hendaknya menghormati tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya menghormati tamunya".  HR Al-Bukhari (6018), Muslim (47), dan lain-lain.

PENJELASAN HADITS

1- Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menggabungkan antara keimanan kepada Allah dan keimanan kepada hari akhir dalam tiga perkara dalam hadits ini. Hal ini disebabkan karena beriman kepada Allah adalah pondasi segala sesuatu yang bersifat
wajib (sebelum seseorang beriman kepada rukun-rukun iman yang lainnya). Dan segala hal yang seseorang diwajibkan beriman terhadap sesuatu bersifat mengikuti keimanan kepada Allah. Adapun beriman kepada hari akhir, maka hal ini merupakan pengingat akan hari kembalinya (semua makhluk Allah) dan merupakan hari pembalasan semua amal.
Maka jika amalannya baik, balasannya pun baik. Dan sebaliknya, jika amalannya buruk, maka balasannya pun buruk.

2- Sabdanya "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,  maka hendaknya berkata baik atau diam", ini merupakan kalimat yang menyeluruh dan singkat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang merupakan sifat beliau. 
Yang maknanya adalah wajibnya seseorang menjaga dan menahan lisannya  kecuali jika perkataan tersebut baik.
Imam An-Nawawi berkata dalam menerangkan hadits ini:
"Asy-Syafi'i rahimahullah berkata, "Makna hadits ini adalah jika seseorang ingin berbicara, maka hendaknya berpikir terlebih dahulu. Jika sekiranya tidak terjadi madharrat, bicaralah! Namun, jika diperkirakan terjadi madharrat, atau ia ragu-ragu (antara terjadi atau tidak), maka janganlah bicara!". Dan Imam Abu Muhammad bin Zaid, seorang Imam dalam madzhab Malikiyyah di Maroko pada zamannya berkata, “Adab-adab kebaikan terhimpun dan bersumber dari empat hadits; hadits “Barang siapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir, hendaknya berkata baik atau diam”, hadits “Salah satu pertanda kebaikan Islam seseorang, jika ia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfat baginya”, hadits “Janganlah engkau marah”, dan hadits “Seorang mu‟min mencintai
kebaikan untuk saudaranya, sebagaimana ia mencintai kebaikan tersebut bagi dirinya sendiri”.
Dan Imam Nawawi menukilkan perkataan dari sebagian mereka, bahwasannya mereka berkata, "Jika kalian membeli kertas/buku tulis untuk para malaikat pencatat amalan/perkataan, niscaya kalian akan lebih banyak diam".

3- Dan kata "al-khair" (kebaikan), lawan kata dari "asy-syarr" (keburukan). Dan terkadang,
kata "al-khair" (kebaikan) bisa menunjukkan kata lebih, yang berarti "lebih baik". Dan penggabungan kedua makna ini terdapat pada firman Allah Subhanahu wa Ta'ala
Hai Nabi, katakanlah kepada tawanan-tawanan yang ada di tanganmu, "Jika Allah mengetahui ada kebaikan dalam hati kalian, niscaya dia akan memberikan kepada kalian sesuatu yang lebih baik dari apa yang telah diambil dari kalian dan dia akan mengampuni kamu". Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [QS. Al- Anfal: 70].

4- Sabdanya "Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya menghormati tetangganya", ini menunjukkan bahwa hak tetangga  termasuk hak yang paling harus diperhatikan. Sungguh telah banyak hadits-hadits yang menunjukkan akan hal ini, dan menganjurkan dengan sangat agar seseorang  menghormati tetangganya. Demikian pula hadits-hadits yang menunjukkan akan bahayanya menyakiti dan membuat madharrat kepada tetangga. 
Di antaranya adalah hadits Aisyah -radhiyallahu 'anha-, yang berbunyi, Jibril senantiasa berwasiat kepadaku tentang tetangga, sampai-sampai aku mengira bahwa tetangga akan mewarisi tetangganya. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (6014) dan Muslim (2624).
Dan juga hadits yang berbunyi,
"Demi Allah, tidak beriman! Demi Allah, tidak beriman! Demi Allah, tidak beriman!".
Kemudian ditanyakan (kepada Rasulullah), "Siapa yang tidak beriman wahai Rasulullah?". Beliau bersabda, "Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya". Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (6016) dan Muslim (46).
Dan menghormati tamu adalah dengan cara memberikan kebaikan yang seseorang miliki, dan tetangganya selamat (tidak pernah merasakan) dari gangguannya (keburukannya).

Tetangga ada tiga macam;

1- Tetangga yang muslim dan termasuk kerabat (kita). Maka padanya terdapat tiga hak yang harus dipenuhi; hak dia sebagai tetangga, hak dia sebagai kerabat, dan hak dia sebagai orang Islam.

2- Tetangga yang muslim dan bukan kerabat (kita). Maka padanya terdapat dua hak yang harus dipenuhi; hak dia sebagai tetangga, dan hak dia sebagai orang Islam.

3- Tetangga yang non-muslim. Maka padanya terdapat satu hak yang harus dipenuhi; yaitu hak dia sebagai tetangga saja.

4- Dan tetangga yang paling berhak untuk dipergauli dengan baik adalah tetangga yang paling dekat pintu (rumahnya dengan pintu rumah kita). Hal ini disebabkan ia sering melihat sesuatu yang masuk ke dalam pintu rumah tetangganya. Sehingga dengan demikian, ia pun berharap jika tetangganya itu berbuat baik kepadanya.

5- Sabdanya "Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,  maka hendaknya menghormati tamunya", menunjukkan bahwa menghormati  tamu merupakan hak sesama kaum Muslimin yang harus saling mereka jaga. 
Dan hal ini juga merupakan perangai dan akhlak yang mulia. 
Dalam Shahih Al-Bukhari (6019) dari hadits Abu Syuraih, beliau berkata, Kedua telingaku mendengar, dan kedua mataku melihat tatkala Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berbicara, beliau bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya menghormati tamunya, dengan memberinya hadiah". Ia
bertanya, "Apa hadiahnya wahai Rasulullah?". Beliau bersabda, "Sehari semalam, dan bertamu itu (batasnya) tiga hari. Dan selebihnya adalah shadaqah kepadanya (dari si Tuan rumah)".

6- Palajaran dan faidah hadits:

1- Anjuran untuk berbicara yang baik-baik.

2- Anjuran untuk diam, jika tidak bisa berbicara yang baik-baik.

3- Peringatan akan adanya hari akhir, yang padanya terjadi hisab (perhitungan) terhadap amalan-amalan.

4- Anjuran untuk menghormati tetangga. Dan peringatan dari menyakitinya.

5- Anjuran untuk menghormati tamu dan berbuat baik kepadanya.

Tidak ada komentar:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif