Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Sabtu, 11 Januari 2014

Obrolan tentang Tahlilan


Di sebuah kampung..terjadi percakapan antara Pak RT dengan Kang Ian.
” Tok..tok..Assalamu’alaikum” sahut seseorang dari luar.
” Tok..tok..Assalamu’alaikum” sahut seseorang dari luar.
” Ini Pak RT, Kang..! lagi ada di rumah?” Sahut seseorang itu lagi.
Selanjutnya disingkat saja K : Kang Ian dan P : Pak RT

K: ” Oh Pak RT..ada apa pak? Iya nih baru pulang kerja..”
P: ” Ini kang..tetangga kita kan Pak Udin tadi siang meninggal..”
K: ” Innalillahi wa inna ilaihiraaji’un… kenapa pak meninggalnya? “
P: ” Anu..sakit kang, maklumlah beliau kan udah tua… “
K: ” Ohhh..tapi jenazahnya udah dimakamkan kan? Maaf saya tadi lagi dikantor Pak jadi gak bisa ikut membantu..”
P: ” Ohh ya g papa kang..udah beres koq diurus sama warga yang lain. saya cuma mau ngundang Kang Ian aja nanti sore ba’da sholat isya di masjid buat ikut acara Tahlilan di Rumah Pak Udin..gimana Kang Ian bisa kan? “
K: ” Mmmm…gimana yah pak? Saya bukannya tidak menghormati. Mohon maaf ni pak..apalagi sebagai warga baru disini, saya memang belum tahu adat istiadat disini..saya memang agak keberatan kalau untuk mendatangi acara seperti itu..”
P: ” Loh memangnya kenapa kang..? Bagus kan..Wah jangan-jangan Kang Ian ini orang yang anti Tahlilan dan Maulidan yah..”
K: ” Waduhh hehe..gimana ya pak? Mmm kalau Pak RT gak keberatan, mending kita ngobrol-ngobrol di dalam aja pak. Kebetulan istri saya tadi barusan buat goreng pisang nih..enak loh pak pisang goreng bikininan istri saya. Mari pak..masuk dulu ke dalam, saya juga ingin ngobrol-ngobrol ni sama Pak RT. Biar lebih akrab aja pak..Mangga pak..silakan masuk, gak enak kalau ngobrol di teras…”
P: ” Wah apa tidak merepotkan ni kang..iya sih ini saya terakhir ngunjungi rumah Kang Ian,karena rumah Kang Ian kan di ujung..Jadi  habis dari sini rencananya saya langsung pulang..”
K: ” Tidak merepotkan koq pak RT, malah saya senang Pak RT bisa mampir kesini. Rumah saya terbuka buat siapa aja..apalagi buat Pak RT. Oh iya pak sebelumnya saya mau ngucapin terima kasih karena Pak RT udah bantu saya ngurusin surat-surat pindahan saya. Maklum pak keluarga baru ni hehe masih belum banyak pengalaman. Ngomong-ngomong Pak RT mau minum apa ni..Teh atau Kopi?
P: ” Ah itu mah emang udah tugas saya kang, sebagai Pak RT ya saya seharusnya membantu warga saya sendiri. Oh iya air teh aja kang..makasiih “
K: ” Baik pak RT..sebentar ya, saya masuk ke dalam dulu..”
Tidak berapa lama…
K: ” Nah ini dia Pak RT, air teh sama goreng pisangnya..kalau saya sih lebih suka kopi pak ..mari pak mangga..diminum dulu..santai aja sambil ngobrol-ngbrol..jarang-jarang kan pak kita bisa ketemu hehe..”
P: ” Oh iya Kang..makasih. Kang Ian ni baik banget yah..saya salut sekali masih muda udah menikah dan mandiri. Jarang-jarang loh hehe..”
K: ” Ah Pak RT ni bisa aja..karena sudah menjadi tuntutan Pak..justru saya yang mau minta nasihat dan bimbingan dari Pak RT, pastinya Pak RT lebih berpengalaman dari saya…”
P: ” Hehe iya kang..mm jadi gimana nih ikutan ndak acara tahlilannya..? “
K: ” Mmm..gimana ya pak? Kayanya saya gak bisa..mungkin nanti saya akan membantu sedikit saja sekemampuan saya untuk keluarga Pak Udin..Katanya Pak Udin tidak punya keluarga lagi di desa ini? “
P: ” Kalau boleh tahu alasannya kenapa kang? Iya sih Pak Udin memang di desa ini sendiri. Tadi saja gak ada dari keluarganya yang melayat..kasian.. “
K: ” Nah itu pak..kasian kan..selain itu kan acara Tahlilan memang gak dicontohkan oleh Rasulullah dan Para Sahabatnya! “
P: ” Mmm tapi itu kan baik kang? Apa salahnya..kan kita cuma baca dzikir dan ayat al-Quran di rumah Pak Udin? “
K: ” Iya sih pak..tapi kan menurut kaidah  Islam, Ibadah itu tidak  akan  diterima  oleh  Allah  subhanahu  wata’ala  kecuali  bila  memenuhi  dua  syarat  yaitu  ikhlas  kepada  Allah  dan mengikuti  petunjuk  Rasulullah  shalallahu  ‘alaihi  wasallam. Dan Allah subhanahu wata’ala menyatakan dalam Al Qur’an (artinya):
Dialah Allah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji siapa diantara kalian yang paling  baik amalnya.”  (Al Mulk: 2)
Para ulama ahli  tafsir menjelaskan makna  “yang paling baik amalnya”  ialah yang paling ikhlash dan yang paling mencocoki sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Tidak ada seorang pun yang menyatakan shalat itu jelek atau shaum (puasa)  itu  jelek,  bahkan  keduanya  merupakan  ibadah  mulia  bila  dikerjakan  sesuai tuntunan sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Nah atas  dasar  ini,  beramal  dengan  dalih  niat  baik  (istihsan)  semata  tanpa mencocoki sunnah Rasulullah  shalallahu  ‘alaihi wasallam, maka amalan  tersebut  tertolak. Dalam firman Allah subhanahu wata’ala (artinya) disebutkan:
Maukah  Kami  beritahukan  kepada  kalian  tentang  orang-orang  yang  paling  merugi  perbuatannya.  Y aitu  orang-orang  yang  telah  sia-sia  perbuatannya  dalam  kehidupan  dunia  ini,  sedangkan  mereka  menyangka  bahwa  mereka  telah  berbuat  sebaik-baiknya” .  (Al  Kahfi:  103-104)
Dan Lebih ditegaskan lagi dalam hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Barang siapa yang beramal bukan diatas petunjuk kami, maka amalan tersebut tertolak.”  (Muttafaqun alaihi, dari lafazh Muslim)
Atas dasar ini pula lahirlah sebuah kaidah ushul fiqh yang berbunyi:
Hukum  asal  dari  suatu  ibadah  adalah  batal,  hingga  terdapat  dalil  (argumen)  yang  memerintahkannya.”
Maka  beribadah  dengan  dalil  istihsan  semata  tidaklah  dibenarkan dalam agama. Karena  tidaklah  suatu perkara  itu  teranggap baik melainkan bila Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya menganggapnya baik dan  tidaklah suatu perkara itu teranggap jelek melainkan bila Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya menganggapnya jelek. Lebih menukik lagi pernyataan dari Al Imam Asy Syafi’I:
Barang  siapa  yang  menganggap  baik  suatu  amalan  (padahal  tidak  pernah  dicontohkan  oleh  Rasulullah  –pent)  berarti dirinya telah menciptakan hukum syara’ (syari’at) sendiri”.
Kalau  kita mau mengkaji  lebih  dalam madzhab  Al  Imam  Asy  Syafi’i  tentang hukum bacaan Al Qur’an yang dihadiahkan kepada si mayit, beliau diantara ulama yang menyatakan bahwa pahala bacaan Al Qur’an tidak akan sampai kepada si mayit. Beliau berdalil dengan firman Allah subhanahu wata’ala (artinya):
Dan  bahwasanya  seorang manusia  tiada memperoleh  (pahala)  selain  apa  yang telah diusahakannya”. (An Najm: 39), (Lihat tafsir Ibnu Katsir 4/329).
” Nah begitu pak kira-kira kalau dilihat dari segi dalilnya..mohon maaf apabila kepanjangan.. hehe ayo pak dimakan lagi pisang gorengnya.. “
P: ” Wahh..saya malah baru tahu ni kang, jadi kalau gitu Tahlilan itu bid’ah dong kang…” tanya Pak RT sambil menyeruput air teh nya.
K: ” Begitulah pak, bahkan kalau mau diselidiki dari sejarah.. Awal mula  acara  tersebut  kan berasal  dari  upacara  peribadatan  (baca: selamatan)  nenek  moyang  bangsa  Indonesia  yang  mayoritasnya beragama Hindu  dan  Budha.  Upacara  tersebut  sebagai  bentuk  penghormatan dan mendo’akan orang yang telah meninggalkan dunia yang diselenggarakan pada waktu  seperti  halnya  waktu  tahlilan.  Namun  acara  tahlilan  secara  praktis  di  lapangan  berbeda  dengan  prosesi  selamatan  agama  lain  yaitu  dengan  cara  mengganti dzikir-dzikir dan do’a-do’a ala agama lain dengan bacaan dari Al Qur’an, maupun dzikir-dzikir dan do’a-do’a ala Islam menurut mereka. Dari  aspek  historis  ini  kita  bisa  mengetahui  bahwa  sebenarnya  acara  tahlilan  merupakan  adopsi  (pengambilan)  dan  sinkretisasi  (pembauran)  dengan  agama  lain. Dan karena  dari  sekian materi  bacaannya  terdapat  kalimat  tahlil  yang  diulang-ulang  (ratusan  kali  bahkan  ada  yang  sampai  ribuan  kali), maka  acara  tersebut  dikenal dengan istilah “Tahlilan”.
P: ” Masya Alloh berarti saya keliru dong selama ini yah, karena kebanyakan dari kita malah sebaliknya katanya kalau gak ditahlilkan maka nanti akan jadi bid’ah..seakan akan tahlilan ini adalah sunnah yang sudah lumrah dari masyarakat..”
K: ” Begitulah pak..karena banyak sekali pemahaman masyarakat sekarang ini yang harus diluruskan. Tentunya kewajiban kita yang mengetahui untuk menyampaikannya..”
P: ” Alhamdulillah kang..setelah dikasih tahu Kang Ian, saya jadi sedikit mengerti. Iya juga sih selain dari segi dalil yang memang gak ada contohnya. saya juga suka heran kenapa gitu warga saya suka merepotkan diri dengan mengadakan acara tahlilan apalagi kalau harus menghidangkan makanan. Kan seharusnya kita yah sebagai tetangganya yang harus membantu..bukannya malah ikut merepotkam..
K: ” Alhamdulillah benar sekali pak..saya salut sama Pak RT, ternyata Pak RT ini cepat tanggap. Memang benar pak kalau dilihat secara sepintas seperti yang bagus tapi kalau kita merujuk kepada Al Quran dan Sunnah perkara itu sungguh tidak disyari’atkan Bukan  hanya  saja  tidak  pernah  dicontohkan  oleh  Rasulullah shalallahu  ‘alaihi  wasallam  bahkan  perbuatan  ini  telah  melanggar  sunnah  para sahabatnya radhiallahu ‘anhum. Jarir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu–salah seorang  sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam– berkata:
“Kami  menganggap/  memandang  kegiatan  berkumpul  di  rumah  keluarga  mayit,  serta  penghidangan makanan oleh keluarga mayit merupakan bagian dari niyahah  (meratapi mayit).”   (H.R  Ahmad, Ibnu Majah dan lainnya)
Sehingga  acara  berkumpul  di  rumah  keluarga  mayit  dan  penjamuan hidangan  dari  keluarga  mayit  termasuk  perbuatan  yang  dilarang  oleh  agama  menurut  pendapat  para  sahabat  Rasulullah  shalallahu  ‘alaihi  wasallam  dan  para  ulama  salaf.  Lihatlah  bagaimana  fatwa  salah  seorang  ulama  salaf yaitu Al  Imam  Asy  Syafi’i  dalam masalah  ini.  Kami  sengaja menukilkan madzhab  Al  Imam  Asy  Syafi’i,  karena  mayoritas  kaum  muslimin  di  Indonesia  mengaku  bermadzhab Syafi’i.
Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata dalam salah satu kitabnya  yang  terkenal  yaitu  ‘Al  Um’  (1/248):  “Aku  membenci  acara  berkumpulnya  orang  (di  rumah keluarga mayit –pent) meskipun  tidak disertai dengan  tangisan. Karena hal  itu akan menambah  kesedihan dan memberatkan urusan mereka.”  (Lihat Ahkamul Jana-iz karya Asy Syaikh Al Albani hal.
211)
Al  Imam  An  Nawawi  seorang  imam  besar  dari  madzhab  Asy  Syafi’i  setelah  menyebutkan  perkataan  Asy  Syafi’i  diatas  didalam  kitabnya  Majmu’  Syarh  Al  Muhadzdzab 5/279 berkata: “ Ini adalah  lafadz baliau dalam kitab Al Um, dan  inilah yang  diikuti  oleh murid-murid  beliau.  Adapun  pengarang  kitab  Al Muhadzdzab  (Asy  Syirazi)  dan  lainnya  berargumentasi dengan argumen  lain yaitu bahwa perbuatan  tersebut merupakan perkara yang diada- adakan dalam agama (bid’ah –pent).
P: ” Wah wah..pengetahuan Kang Ian luas juga nih..Udah lah Kang Ian jadi ustadz aja di desa ini. Mengajari kami…”
K: ” Masya alloh pak RT, saya mah bukan ustadz. Saya hanya sekedar mengetahui saja dari pengajian dan baca baca buku. Maklum lah kan saya juga sibuk bekerja..kewajiban saya untuk menyampaikannya karena ilmu gak akan berbuah kalau hanya dipelajari saja tanpa di amalkan dan didakwahkan..”
P: ” Iya benar kang..wah kalau tahu gini. Dari tadi saya ngumumin pada warga saya supaya mengganti acara tahlilan dengan acara membantu keluarga Pak Udin aja..saya setuju denganKang Ian. Bantuan kita lebih mereka butuhkan..bukannya malah merepotkan keluarga yang ditinggalkan..
K: ” Hehe gak papa pak..kan nanti Pak RT bisa menyampaikannya sama warga yang lain. Supaya amal kita gak sia-sia aja Pak..kasian kan udah cape-cape ini dan itu tapi amal kita gak diterima oleh Alloh..”
P: ” Iya yah kang..bener juga yah. Mmm kalau ada buku yang membahas ini bolehkan saya meminjamnya? “
K: ” Oh ada pak..sebentar saya ambilkan “
Tidak berapa lama…
K: ” Nah ini dia pak..bukunya “
P: ” Alhamdulillah..saya pinjam dulu ya kang..”
K: ” Iya pak..gak papa bukunya buat Pak RT aja..saya gampang bisa membelinya lagi nanti “
P: ” Wah beneran ni kang? Saya senang banget kang..bisa silaturahmi. Pulang pulang perut kenyang dan nambah ilmu lagi.. “
K: ” Hehe alhamdulillah pak..hanya ini yang bisa saya berikan..maaf apabila kurang berkenan “
P: ” Ini juga udah banyak banget kang..wah kayanya udah sore ni kang..bentar lagi Maghrib…kalau gitu saya pamit dulu yang kang..kasian nanti istri saya nyariin hehe..”
K: ” Wah Pak RT ini kaya pengantin baru aja..hehe iya pak mangga..silakan..kapan-kapan kalau ada waktu mampir lagi y pak..kita ngobrol ngobrol lagi..”
P: ” Insya Alloh kang..saya senang bisa bersilaturahmi dan berkenalan dengan warga baru yang ramah dan baik seperti kang ian..ya udah saya pamit dulu ya kang.. salam sama istrinya. Makasih gitu atas jamuannya. assalamu’alaikum… “
K: ” Hehe iya pak..insya alloh..wa’alaikumussalam..hati hati pak di jalan..”
P: ” Ya…makasih kang..marii..”
K: ” Mari pak…” jawab Kang Ian sambil menutupkan pintu.
Sumber Di Sini

Tidak ada komentar:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif