Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Jumat, 07 Maret 2014

video proses penggantian "Kiswah" pada hari Arafah tahun 2013-1434.



Sejarah dan Proses Pembuatan Kiswah (Kain Penutup Ka’bah)


Pada ka’bah kita sering melihat adanya Kiswah (kain/selimut hitam penutup ka’bah). Tujuan dari pemasangan kain itu adalah untuk melindungi dinding ka’bah dari kotoran, debu, serta panas yang dapat membuatnya menjadi rusak. Selain itu kiswah juga berfungsi sebagai hiasan ka’bah.


Menurut sejarah, Kabah sudah diberi kiswah sejak zaman Nabi Ismail AS, putra Nabi Ibrahim AS. Namun tidak ada catatan yang mengisahkan kiswah pada zaman Nabi Ismail terbuat dari apa dan berwarna apa. Baru pada masa kepemimpinan Raja Himyar Asad Abu Bakr dari Yaman, disebutkan kiswah yang melindungi Ka’bah terbuat dari kain tenun.




Kebijakan Raja Himyar untuk memasang kiswah sesuai tradisi Arab yang berkembang sejak zaman Ismail as diikuti oleh para penerusnya. Pada masa Qusay ibnu Kilab, salah seorang leluhur Nabi Muhammad yang terkemuka, pemasangan kiswah pada Kabah menjadi tanggung jawab masyarakat Arab dari suku Quraisy.



Nabi Muhammad SAW sendiri juga pernah memerintahkan pembuatan kiswah dari kain yang berasal dari Yaman. Sedangkan empat khalifah penerus Nabi Muhammad yang termasuk dalam Khulafa al-Rasyidin memerintahkan pembuatan kiswah dari kain benang kapas.



Sementara itu, pada era Kekhalifahan Abbassiyah, Khalifah ke-4 al-Mahdi memerintahkan supaya kiswah dibuat dari kain sutra Khuz. Pada masa pemerintahannya, kiswah didatangkan dari Mesir dan Yaman.



Menurut catatan sejarah, kiswah tidak selalu berwarna hitam pekat seperti saat ini. Kiswah pertama yang dibuat dari kain tenun dari Yaman justru berwarna merah dan berlajur-lajur. Sedangkan pada masa Khalifah Mamun ar-Rasyid, kiswah dibuat dengan warna dasar putih. Kiswah juga pernah dibuat berwarna hijau atas perintah Khalifah An-Nasir dari Bani Abbasiyah (sekitar abad 16 M) dan kiswah juga pernah dibuat berwarna kuning berdasarkan perintah Muhammad ibnu Sabaktakin.



Penggantian kiswah yang berwarna-warni dari tahun ke tahun, rupanya mengusik benak Kalifah al-Mamun dari Dinasti Abbasiyah, hingga akhirnya diputuskan bahwa sebaiknya warna kiswah itu tetap dari waktu ke waktu yaitu hitam. Hingga saat ini, meskipun kiswah diganti setiap tahun, tetapi warnanya selalu hitam.



Pada era keemasan Islam , tanggung jawab pembuatan maupun pengadaan kiswah selalu dipikul oleh setiap khalifah yang sedang berkuasa di Hijaz, Arab Saudi pada setiap masanya. Meskipun kiswah selalu menjadi tanggung jawab para khalifah, beberapa raja di luar tanah Hijaz pernah menghadiahkan kiswah kepada pemerintah Hijaz.



Dulu, kiswah yang terbuat dari sutera hitam pernah didatangkan dari Mesir yang biayanya diambil dari kas Kerajaan Mesir. Tradisi pengiriman kiswah dari Mesir ini dimulai pada zaman Sultan Sulaiman yang memerintah mesir pada sekitar tahun 950-an H sampai masa pemerintahan Muhammad Ali Pasya sekitar akhir tahun 1920-an.



Setiap tahun, kiswah-kiswah indah yang dibuat di Mesir itu diantar ke Makkah melewati jalan darat menggunakan tandu indah yang disebut mahmal. Kiswah beserta hadiah-hadiah lain di dalam mahmal datang bersamaan dengan rombongan haji dari Mesir yang dikepalai oleh seorang amirul hajj.



Amirul hajj itu ditunjuk secara resmi oleh pemerintah Kerajaan Mesir. Dari Mesir, setelah upacara serah terima, mahmal yang dikawal tentara Mesir berangkat ke terusan Suez dengan kapal khusus hingga ke pelabuhan Jeddah. Setibanya di Hijaz, mahmal tersebut diarak dengan upacara sangat meriah menuju ke Mekkah.



Pengiriman kiswah dari Mesir pernah terlambat hingga awal bulan Dzulhijjah. Hal itu terjadi beberapa waktu setelah meletusnya Perang Dunia I. Keterlambatan pengiriman kiswah terjadi akibat suasana yang tidak aman dan kondusif akibat Perang Dunia I.



Melihat situasi yang kurang baik pada saat itu, Raja Ibnu Saud (pendiri Kerajaan Arab Saudi) mengambil keputusan untuk segera membuat kiswah sendiri mengingat pada tanggal 10 Dzulhijjah, kiswah lama harus diganti dengan kiswah yang baru. Usaha tersebut berhasil dengan pendirian perusahaan tenun yang terdapat di Kampung Jiyad, Mekkah.



Setelah Perang Dunia I berakhir, Raja Farouq I dari Mesir kembali mengirimkan kiswah ke tanah Hijaz. Namun melihat berbagai kondisi pada saat itu, pemerintah Kerajaan Arab Saudi dibawah Raja Abdul Aziz Bin Saud memutuskan untuk membuat pabrik kiswah sendiri pada 1931 di Makkah. Hingga akhirnya kiswah dibuat di Arab Saudi hingga saat ini.



Kain kiswah memiliki keunikan dan keunggulan tersendiri. Pintalan-pintalan benang berwarna emas maupun perak bersatu padu merangkai goresan kalam Ilahi. kiswah menjadi sangat berharga, bukan hanya karena firman-firman Allah SWT yang suci yang dipintal pada kiswah, tetapi juga karena keindahan dan eksotisme pintalan benang berwarna emas dan perak pada permukaannya.



Perpaduan warna emas dan perak pada kaligrafi yang menghiasi kiswah tersebut memiliki nilai seni yang luar biasa. Sebab pembuatannya membutuhkan skill dan bakat yang luar biasa karena tidak semua orang mampu membuat seni seindah itu. Kiswah merupakan simbol kekuatan, kesederhanaan, juga keagungan.



Proses Pembuatan Kiswah



Kiswah pertama kali dibuat dibuat oleh seorang pengrajin bernama Adnan bin Ad dengan bahan baku kulit unta. Namun dalam perkembangannya, kiswah dibuat dari kain sutera. Untuk membuat sebuah kiswah memerlukan 670 kg bahan sutera atau sekitar 600 meter persegi kain sutera yang terdiri dari 47 potong kain. Masing-masing potongan tersebut berukuran panjang 14 meter dan lebar 95 cm.



Ukuran itu sudah disesuaikan untuk menutupi bidang kubus Kabah pada keempat sisinya. Sedangkan untuk hiasan berupa pintalan emas diperlukan 120 kg emas dan beberapa puluh kg perak.



Sejak 1931, kiswah untuk menutupi Kabah diproduksi di sebuah pabrik yang terletak di pinggir kota Mekkah, Arab Saudi. Dalam pabrik tersebut, pembuatan kiswah dilakukan secara modern dengan menggunakan mesin tenun modern. Di pabrik kiswah yang areanya seluas 10 hektare itu dipekerjakan sekitar 240 perajin kiswah.



Dalam pabrik tersebut, kiswah dibuat secara massal. Di sanalah semuanya disiapkan dari perencanaan, pembuatan gambar prototipe kaligrafi, pencucian benang sutera, perajutan kain dasar, pembuatan benang dari berkilo-kilo emas murni dan perak hingga pada pemintalan kaligrafi dari benang emas maupun perak, lalu penjahitan akhir.



Meskipun kiswah tampak hitam jika dilihat dari luar, namun ternyata bagian dalam kiswah itu berwarna putih. Salah satu kalimat yang tertera dalam pintalan emas kiswah adalah kalimah syahadat, Allah Jalla Jalallah, La Ilaha Illallah, dan Muhammad Rasulullah . Surat Ali Imran: 96, Al-Baqarah :144, surat Al-fatihah, surat Al-Ikhlash terpintal indah dalam benang emas untuk menghiasi kiswah.



Kaligrafi yang digunakan untuk menghias kiswah terdiri dari ayat-ayat yang berhubungan dengan haji dan Kabah juga asma-asma Allah yang dimuliakan. Hiasan kaligrafi yang terbuat dari emas dan perak tampak berkilau indah saat terkena cahaya matahari.



Karena menggunakan bahan baku dari benda-benda yang sangat berharga seperti sutera, emas, maupun perak, harga kiswah ini menjadi sangat mahal sekitar Rp 50 miliar.




Sehingga setiap tahun Jawatan Wakaf Kerajaan Arab Saudi harus menyediakan dana sekitar Rp 50 miliar untuk pembuatan kiswah. Menurut sejarah, tradisi penggantian kiswah yang dilakukan setiap tahunnya sudah ada sejak masa Khalifah Al-Mahdi yang merupakan penguasa Dinasti Abbasiyah ke-IV.



Tradisi tersebut bermula ketika, Khalifah al-Mahdi naik haji kemudian penjaga Kabah melapor kepadanya tentang kiswah yang pada saat itu sudah mulai rapuh dan dikhawatirkan akan jatuh. Mendengar laporan yang memprihatinkan itu, Al-Mahdi memerintahkan agar setiap tahun kiswah diganti.



Sejak saat itu, kiswah untuk Ka’bah selalu diganti setiap tahun pada musim haji dan menjadi sebuah tradisi yang harus selalu dijalankan. Dengan demikian tidak ada lagi kiswah yang kondisinya memprihatinkan.

Tidak ada komentar:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif