Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Rabu, 16 Mei 2012

MULIA DENGAN MANHAJ SALAF: MELURUSKAN PEMAHAMAN HABIB RIZIEQ SHIHAB (1)


Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan berbagai macam nikmatnya kepada kita. Shalawat dan salam kita mohonkan kepada Allah agar ditujukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Telah sampai kepada kami ceramah yang disampaikan oleh Habib Rizieq Shihab. Di dalam ceramahnya tersebut, Habib Rizieq mengomentari buku Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas yang berjudul “Mulia dengan Manhaj Salaf”.
Buku “Mulia dengan Manhaj Salaf” berisi tentang cara/metode beragama yang benar, yaitu bermanhaj dengan manhaj salaf. Ustadz Yazid menjelaskan tentang manhaj salaf dan yang berkaitan dengannya secara gamblang. Beruntunglah orang yang bisa mengambil manfaat.
Di dalam muqaddimah buku ini dikatakan, “Dalam buku ini, penulis akan menjelaskan dengan jelas dan gamblang tentang hujjahnya manhaj para sahabat, yang akan mengantarkan kita kepada cara beragama yang benar, menuju kepada kejayaan umat, dan yang paling penting ialah bahwa kita berpegang dengan manhaj salaf tidak lain tujuan kita ingin masuk surga.
Dalam buku ini, penulis menjelaskan prinsip-prinsip penting manhaj salaf dalam aqidah, manhaj, dakwah, akhlak dan lainnya. Tentang siapakah orang yang paling berhak disebut salafi dan bagaimana cirinya. Penulis juga menyebutkan faedah-faedah dan manfaat yang besar dari berpegang teguh dengan manhaj salaf.1
Bantahan pertama.
Jelaslah bagi kita bahwa buku ini ditulis untuk menjelaskan tentang metode beragama yang benar, yaitu metode salaf atau manhaj salaf. Maka kami katakan: Kelirulah Habib Rizieq yang berkomentar bahwa buku ini dapat memecah belah umat, bahkan sebaliknya buku ini dapat menyatukan umat. Menyatukan kaum muslimin di atas agama yang benar, dan di atas cara beragama yang benar. Buku ini mengajak umat untuk mengamalkan Islam sebagaimana pengamalan Rasulullah dan Sahabat-sahabatnya. Inilah manhaj salaf. Pahamilah hal ini!
Selain itu, di dalam buku ini juga terdapat pembahasan tentang menyatukan kaum muslimin di atas al-Qur’an dan as-Sunnah menurut pemahaman salaf. Ini menunjukkan penulis buku juga memperhatikan persatuan kaum muslimin, dan menginginkan persatuan bagi kaum muslimin.
Ketahuilah Saudara-Saudariku (semoga Allah memberikan kepahaman kepadamu), pada hakikatnya orang-orang sesatlah yang membuat perpecahan. Adapun orang yang bermanhaj salaf, maka bukanlah pemecah belah umat. Kenapa? Karena orang-orang bermanhaj salaf adalah orang yang meneladani pengamalan dan pemahaman agama Rasulullah dan Sahabatnya. Adapun orang-orang sesat membuat pemikiran-pemikiran baru yang menjadikan umat berpecah belah. Oleh sebab itu, umat akan bersatu jika mereka kembali kepada manhaj salaf, yaitu metode beragama Rasulullah dan Sahabatnya. Sebaliknya mereka akan berpecah belah jika melenceng dari manhaj salaf.
Oleh sebab itu Habib Rizieq tidak perlu prihatin dengan terbitnya buku ini, bahkan Habib Rizieq seharusnya berbahagia karena terbitnya buku yang menjelaskan metode beragama yang benar.
Apa yang dimaksud dengan manhaj?
Manhaj menurut bahasa artinya jalan yang jelas dan terang.
Allah Ta’ala berfirman,
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
“…Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang…” (QS. Al-Maa-idah: 48).
Ibnu Abbas berkata menafsirkan, “Maksudnya, jalan dan syari’at.”2
Sedang menurut istilah, manhaj ialah kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan yang digunakan bagi setiap pembelajaran ilmiah, seperti kaidah-kaidah bahasa Arab, ushul aqidah, ushul fiqih, dan ushul tafsir di mana dengan ilmu-ilmu ini pembelajaran dalam Islam beserta pokok-pokoknya menjadi teratur dan benar.3
Manhaj artinya jalan atau metode. Dan manhaj yang benar adalah jalan hidup yang lurus dan terang dalam beragama menurut pemahaman para sahabat Nabi.
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan menjelaskan perbedaan antara aqidah dan manhaj, beliau berkata, “Manhaj lebih umum daripada aqidah. Manhaj diterapkan dalam aqidah, suluk, akhlak, muamalah, dan dalam semua kehidupan seorang muslim. Setiap langkah yang dilakukan seorang muslim dikatakan manhaj. Adapun yang dimaksud dengan aqidah adalah pokok iman, makna dua kalimat syahadat, dan konsekuensinya. Inilah aqidah.”4
Apa yang dimaksud dengan salaf?
Menurut bahasa.
Salaf berasal dari kata salafa-yaslufu-salafan, artinya telah lalu. Kata salaf juga bermakna: seseorang yang telah mendahului (terdahulu) dalam ilmu, iman, keutamaan dan kebaikan.
Ibnu Manzhur mengatakan, “Salaf juga berarti orang yang mendahului Anda, baik dari bapak maupun orang-orang terdekat (kerabat) yang lebih tua umurnya dan lebih utama. Karena itu generasi pertama dari umat ini dari kalangan para Tabi’in disebut sebagai as-Salafush Shalih.”5
Masuk juga dalam pengertian secara bahasa, yaitu sabda Rasulullah kepada anaknya, Fathimah, “Sesungguhnya sebaik-baik salaf (pendahulu) bagimu adalah aku.” (HR. Muslim)6
Menurut istilah.
Adapun menurut istilah, salaf adalah sifat yang khusus dimutlakkan kepada para Sahabat Nabi. Ketika disebutkan Salaf maka yang dimaksud pertama kali adalah para Sahabat. Adapun selain mereka ikut serta dalam makna Salaf ini, yaitu orang-orang yang mengikuti mereka. Artinya, bila mereka mengikuti para Sahabat maka disebut Salafiyyin, yaitu orang-orang yang mengikuti Salafush Shalih.7
Kami persilahkan para pembaca untuk mempelajari Surat at-Taubah ayat 100. Dalam ayat ini Allah Ta’ala menyebutkan generasi  pertama umat ini yaitu para sahabat dari kalangan muhajirin dan anshar. Mereka adalah orang-orang yang diridhai Allah, dan mereka dijamin masuk surga. Dan orang-orang setelah mereka, yang mengikuti mereka dengan baik dalam aqidah, manhaj dan lainnya, maka mereka pun akan mendapatkan ridha Allah dan akan masuk surga.
Imam al-Ghazali berkata ketika mendefenisikan salaf, “Yang saya maksud adalah madzhab Sahabat dan Tabi’in.”8
Al-Baijuri berkata, “Maksud dari orang-orang terdahulu (salaf) adalah orang-orang terdahulu dari kalangan para Nabi, para Sahabat, Tabi’in, dan para pengikutnya.”9
Yang dimaksud dengan Salaf pertama kali adalah Sahabat karena Rasulullah telah menyebutkan, Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu masa para Sahabat), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’in), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’ut Tabi’in).” (Muttafaq ‘alaihi).10
Berdasarkan keterangan di atas menjadi jelaslah bahwa kata salaf mutlak ditujukan untuk para sahabat Nabi dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.11
Salaf adalah istilah yang sah. Istilah yang dipakai untuk orang-orang yang menjaga keselamatan aqidah dan manhaj menurut apa yang dilaksanakan Rasululllah dan para sahabatnya sebelum terjadi perselisihan dan perpecahan.12
Makna Salafiyyah
Adapun salafiyyah, maka itu adalah nisbat kepada manhaj salaf, dan ini adalah penisbatan yang baik kepada manhaj yang benar, dan bukan suatu bid’ah dari madzhab yang baru.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H) mengatakan, “Bukanlah merupakan aib bagi orang yang menampakkan madzhab salaf dan menisbatkan diri kepadanya, bahkan wajib menerima yang demikian itu darinya berdasarkan kesepakatan (para ulama) karena madzhab salaf tidak lain kecuali kebenaran.”13
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah juga mengatakan, “Telah diketahui bahwa karakter ahlul ahwa’ (pengekor hawa nafsu) ialah meninggalkan atau tidak mengikuti salaf.”14
Dari penjabaran makna Salafiyyah, baik dari sisi pengertian maupun penisbatan kepadanya, nampak jelaslah kesalahan para penulis dan pemikir yang menganggap penisbatan diri kepada Salafush Shalih, da’i-da’i yang menyeru kepadanya, bermanhaj dengan manhajnya, dan memperingatkan orang-orang yang menyelisihinya sebagai bagian dari firqah (kelompok) yang banyak meracuni umat Islam. Bahkan mereka menganggap bahwa mengingatkan umat dari manhaj yang menyimpang adalah penyebab perpecahan.15
Bantahan kedua.
Maka kelirulah Habib Rizieq Shihab yang menganggap bahwa mengingatkan umat dari manhaj yang menyimpang adalah penyebab perpecahan. Padahal mengingatkan umat dari manhaj yang menyimpang adalah bentuk nasehat kepada umat. Hal ini dilakukan untuk mengingatkan umat agar tidak terjerumus dalam penyimpangan dan kesalahan. Perhatikanlah hal ini!
Oleh sebab itu, jika telah jelas kesesatan suatu kelompok yang melenceng dari Islam yang benar maka tidak perlu ragu untuk menyatakan kesesatannya.
(Tulisan bersambung, Insya Allah).
Disusun oleh Abu Aslam bin Syahmir Marbawi.
Footnote:
  1. Lihat buku “Mulia dengan Manhaj Salaf” karya Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas halaman 11-12.
  2. Tafsiir Ibnu Katsiir (III/129) tahqiq Sami bin Muhammad as-Salamah, cet. IV Daar Thayyibah, th. 1428 H. Lihat buku “Mulia dengan Manhaj Salaf” karya Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas halaman 13.
  3. Al-Mukhtasharul Hatsiits fii bayaani Ushuuli Manhajis Salaf Ash-haabil Hadiits halaman 15. Lihat buku “Mulia dengan Manhaj Salaf” halaman 13.
  4. Al-Ajwibah al-Mufiidah ‘an As-ilati Manaahijil Jadiidah (halaman 123). Lihat buku“Mulia dengan Manhaj Salaf” halaman 13-14.
  5. Lisaanul ‘Arab (VI/331). Lihat buku “Mulia dengan Manhaj Salaf” halaman 14.
  6. Shahih: HR. Muslim (no. 2450 [98]). Lihat buku “Mulia dengan Manhaj Salaf”halaman 15.
  7. Lihat buku “Mulia dengan Manhaj Salaf” halaman 15.
  8. Iljamul Awaam ‘An ‘Ilmil Kalaam (halaman 62). HR. Lihat buku “Mulia dengan Manhaj Salaf” halaman 16.
  9. Tuhfatul Muriid Syarah Jauharut Tauhiid (halaman 231). Lihat buku “Mulia dengan Manhaj Salaf” halaman 16.
  10. HR. Al-Bukhari (no. 2652) dan Muslim (2533[212]). Lihat buku “Mulia dengan Manhaj Salaf” halaman 17.
  11. Usus Manhaj Salaf fii Da’wati ilallah (halaman 24). Lihat buku “Mulia dengan Manhaj Salaf” halaman 18.
  12. Bashaa-iru Dzawisy Syaraf (halaman 21). Lihat buku “Mulia dengan Manhaj Salaf”halaman 19.
  13. Majmuu’ Fataawaa Syaikhil Islam Ibni Taimiyyah (IV/149). Lihat buku “Mulia dengan Manhaj Salaf” halaman 19.
  14. Majmuu’ Fataawaa Syaikhil Islam Ibni Taimiyyah (IV/155). Lihat buku “Mulia dengan Manhaj Salaf” halaman 19.
  15. Usus Manhaj Salaf fii Da’wati ilallah (halaman 29). Lihat buku “Mulia dengan Manhaj Salaf” halaman 22  http://abunamira.wordpress.com/2012/05/06/mulia-dengan-manhaj-salaf-meluruskan-pemahaman-habib-rizieq-shihab/#more-8690 

Tidak ada komentar:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif