Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Rabu, 05 Februari 2014

Akidah Empat Imam Madzhab Terhadap Shahabat -radhiyallahu ‘anhum.

Tidak diragukan lagi, bahwasanya empat Imam madzhab dalam Islam menghormati dan memuliakan para Shahabat radhiyallahu ‘anhum. Hal ini dapat dilihat di dalam buku-buku induk dalam akidah yang tersebar di kalangan kaum muslimin.
Semua ini menunjukkan pemulian dan penghormatan mereka kepada para Shahabat radihyallahu ‘anhum yang telah banyak berjasa dalam agama ini, mereka adalah orang-orang yang dipilih oleh Allah Ta’ala untuk menemani Nabi-Nya dan mendapatkan pujian langsung dari Rabb alam semesta sebagaimana tersebut di dalam Al-Qur’an.
Bersamaan dengan hal itu, masih ada saja manusia durhaka yang membenci dan menghina bahkan mengkafirkan Shahabat-shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika ada seorang muslim menyerukan dan menjelaskan kesesatan bahkan kekafiran manusia-manusia durhaka yang telah mencela bahkan mengkafirkan para Shahabat itu, maka tidak jarang ia dituduh dengan berbagai tudingan dan celaan dengan alasan “toleransi”.
Intinya, seorang muslim yang marah dan cemburu jika shahabat radhiyallahu ‘anhum dicela adalah orang yang “intoleransi”?, benarkah demikian? Mari kita simak apa kata empat Imam Madzhab berikut ini:

Pertama: Al-Imam Abu Hanifah An-Nu’maan bin Tsaabit rahimahullah (wafat tahun 150 hijriyyah) mengatakan:
A. “Kami tidak menyebut seorangpun dari Shahabat Rasul kecuali dengan kebaikan.” (Al-Fiqhu Al-Akbar, halaman 304) “kami tidak berlepas diri dari seorangpun dari shahabat Rasulullallah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan kami tidak berloyalitas kepada salah seorang dari mereka tanpa yang lainnya.” (ertinya beliau memuliakan seluruh shahabat radhiyallahu ‘anhum). (Al-fiqhu Al-Abshath, halaman 40)
B. “satu jam kedudukan salah seorang dari mereka bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu lebih baik dibandingkan amalan salah seorang di antara kita dalam seluruh umurnya walaupun panjang umurnya. (Manaaqiib Abu Hanifah karya Al-Makkiy, halaman 76)

C. “Kami mengikrarkan bahwa sesungguhnya manusia terbaik ummat ini setelah Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah; Abu Bakar Ash-Shiddiiq, Umar, Utsman kemudian Ali, semoga Allah meridhai mereka seluruhnya.” ( Syarh Al-Washiyyah karya Mulla Hasan, halaman 14)

D. “Manusia terbaik setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah; Abu Bakar, Umar, Utsman kemudian Ali. Kemudian kita menahan (lisan) dari seluruh Shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kecuali dengan ucapan yang baik.” (An-Nuur Al-Laami’ wa Al-Burhaan As-Saathi’ karya An-Naashiriy, kitab ini masih dalam bentuk manuskrip di Maktabah As-Sulaimaniyyah, Turkiy. Nomor 2973.

Kedua: Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah (wafat tahun 179 hijriyyah) mengatakan:
A. “Barangsiapa yang merendahkan salah seorang Shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atau dalam hatinya ada kedengkian terhadap mereka, maka ia tidak berhak mendapatkan harta perang kaum muslimin, kemudian beliau membaca ayat : orang-orang yang datang setelah mereka mengatakan ‘wahai Rabb kami ampunilah dosa kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam keimanan dan janganlah Engkau berikan kebencian dalam hati kami.’ (Al-Hasyr: 10). Maka barangsiapa yang meremehkan mereka atau ada kebencian terhadap mereka di dalam hatinya, maka ia tidak berhak mendapatkan harta perang.” (Hilyah Al-Auliyaa wa Thobaqoot Al-Ashfiyaa karya Al-Hafidz Abu Nu’aim Al-Ashbahaaniy, 6/327)
B. Abu Nu’aim meriwayatkan dari seorang dari Abdullah bin Naafi’, ia berkata: “dahulu kami bersama Malik, mereka pun menyebutkan seorang laki-laki yang merendahkan Shahabat Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam, maka (Al-Imam Malik) membaca ayat ini: “Muhammad adalah Rasulullah dan orang-orang yang bersamanya sangat keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaanNya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati para penanamnya, karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir.” (Al-Fath: 29), kemudian (Al-Imam) Malik berkata: “barangsiapa yang terdapat kebencian dalam hatinya terhadap salah seorang Shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sungguuh ayat ini telah menimpanya.”

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat 29 dalam surah Al-Fath di atas, berkata:
“dari ayat ini Al-Imam Malik mengeluarkan vonis kafir terhadap (Syi’ah) Rofidhoh yang membenci Shahabat, ia berkata; ‘karena mereka(Syi’ah Rofidhoh) membenci mereka(Shahabat), dan barangsiapa yang membenci Shahabat maka ia adalah kafir berdasarkan ayat ini’, sebagian kelompok dari kalangan ulama menyepakatinya dalam hal tersebut. Dan hadit-hadits tentang keutamaan para shahabat dan larangan menjelekkan mereka sangat banyak, maka cukuplah pujian dan keridhaan Allah atas mereka”. (Tafsir Ibnu Katsir 7/362. Tepatnya pada tafsir ayat di atas).

Ketiga : Al-Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’iy rahimahullah (wafat tahun 204 hijriyyah), berkata:
A. “Allah Tabaraka wa Ta’aala memuji Shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam Al-Qur’an, Taurat dan Injil, dan telah berlalu dari lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi berupa keutamaan yang tidak didapatkan siapapun setelah mereka, maka Allah merahmati mereka dan membahagikan mereka dengan mencapai derjat tertingginya orang-orang jujug, para Syuhada dan orang-orang shalih. Mereka menyampaikan kepada kita sunah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan mereka menyaksikan wahyu turun kepada beliau. Mereka mengetahui apa yang diinginkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam baik secara umum maupun khusus, pasti dan sebagai petunjuk. Mereka mengetahui sunnah-sunnahnya sesuatu yang kita ketahui dan yang tidak kita ketahui, mereka berada di atas kita dalam segala ilmu dan ijtihad, kewaraan, akal dan perkara yang bisa dijangkau dengan ilmu dan diambil pendalilan darinya, pendapat-pendapat mereka lebih mulia bagi kita dan lebih utama untuk kita dibandingkan pendapat-pendapat kita sendiri bagi diri-diri kita, wallahu a’lam.” (Manaaqib Asy-Syaafi’iy 1/442 karya Al-Imam Al-Baihaqiy rahimahullah, cetakan pertama Daar At-Turots tahun 1406 Hijriyyah, Mesir).
B. Dari Robi’ bin Sulaiman berkata: “saya mendengar Asy-Syaafi’iy berkata mendahulukan; Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali.” (Manaaqib Asy-Syaafi’iy 1/432 karya Al-Imam Al-Baihaqiy rahimahullah, cetakan pertama Daar At-Turots tahun 1406 Hijriyyah, Mesir).
C. Dari Muhammad bin Abdullah bin Abdulhakam berkata: saya mendengar Asy-Syaafi’iy berkata “Manusia terbaik setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudia Utsman, kemudian Ali -semoga allah meridhai mereka-.” ((Manaaqib Asy-Syaafi’iy 1/433 karya Al-Imam Al-Baihaqiy rahimahullah, cetakan pertama Daar At-Turots tahun 1406 Hijriyyah, Mesir).
D. Dari Yusuf bin Yahya bin Al-Buwaithiy berkata: saya bertanya kepada Asy-Syaafi’iy apakah saya (boleh) shalat dibelakang Rofidhiy? (maksudnya pengikut Syi’ah Rofidhoh), ia (Asy-Syafi’iy) berkata “janganlah engkau shalat di belakang Rofidhiy, Qodariy dan Murji’iy” (ketiga-tiganya adalah penganut ajaran sesat), saya berkata “sebutkan sifat mereka kepada kami”, ia (Asy-Syafi’iy) berkata “barangsiapa yang mengatakan keimanan adalah ucapan (saja) maka ia adalah Murji’iy, dan barangsiapa yang mengatakan ‘sesungguhnya abu Bakar dan Umar bukan Imam(Khalifah) maka ia adalah Rofidhiy, dan barangsiapa yang menjadikan kehendak kepada dirinya maka ia adalah seorang Qodariy.” (Manuskrip Dzammul Kalaam lembaran nomor: 213)

Keempat: Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah (wafat 241 hijriyyah) berkata:
A. “Termasuk dari sunnah menyebut kebaikan seluruh para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menahan diri dari menyebut aib mereka serta perselisihan yang terjadi di antara mereka. Barangsiapa yang mencela para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atau salah seorang di antar mereka maka ia adalah seorang mubtadi’(Ahlul bid’ah) pengikut (Syi’ah) Rofidhoh yang keji dan zalim Allah tidak menerima taubat dan kewajibannya. Bahkan sebaliknya, mencintai mereka adalah sunnah, mendoakan (kebaikan) bagi mereka adalah ibadah, mencontoh mereka adalah sarana (kebaikan), dan mengambil atsar mereka adalah keutamaan.” (Kitab As-Sunnah karya beliau, halaman 77-78)
B. Al-Imam Ahmad berkata kepada Musaddad: “engkau bersaksi bagi sepuluh (shahabat ) masuk surga; Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Az-Zubair, Sa’ad, Sa’iid, Abdurahman bin ‘Auf, Abu ‘Ubaidah bin Al-dan Jarraah beserta orang yang dijamin oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam (masuk surga), kami bersaksi bahwa ia masuk surga.” (Manaaqib Al-Imam Ahmad karya Ibnul Jauzy, halaman 170, cetakan Daar Al-Aafaaq Al-Jadiidah).
C. Abdullah bin Ahmad berkata kepada ayahnya: “saya bertanya kepada ayahku tentang para imam(khalifah), ia berkata “Abu Bakar, Umar, Utsman kemudian Ali.” (As-Sunnah karya Abdullah bin Ahmad, halaman 235, Daar Ibnul Qoyyim, Dammaam tahun 1406 hijriyyah)
D. Abdullah bin Ahmad berkata: “saya bertanya kepada ayahku tentang suatu kaum yang mengatakan “sesungguhnya Ali bukan Khalifah”, ia berkata “ini adalah ucapan yang buruk dan jelek.” (As-Sunnah karya Abdullah bin Ahmad, halaman 235, Daar Ibnul Qoyyim, Dammaam tahun 1406 hijriyyah) “Barangsiapa yang tidak mengakui kekhalifahan Ali, maka ia lebih sesat dari keledai ternaknya.” (Manaaqib Al-Imam Ahmad, halaman 163, cetakan Daar Al-Aafaaq).
Berkata Al-Imam Abu Utsman Ash-Shobuniy rahimahullah: “Barangsiapa yang mencintai dan loyal kepada mereka(para Shahabat) serta mendoakan kebaikan bagi mereka, sungguh ia termasuk orang-orang yang beruntung, dan barangsiapa yang membenci dan mencela mereka serta memvonis mereka dengan vonisnya kaum Rofidhoh dan Khawarij, sungguh ia termasuk orang-orang yang celaka.” (Akidah As-Salaf Ashhaabul Hadits, halaman 90).
[Dikutip dan disusun ulang dari kitab I'tiqod Al-Aimmah Al-Arba'ah, karya Muhammad bin Abdurrahman Al-Khumaiyyis dan tahqiq Jamal 'Azzuun terhadap kitab I'tiqod Ahlissunnah, karya Al-Imam Al-Hafidz Abu Bakar Ahmad bin Ibrohim Al-Ismaa'iliy]
Semoga Allah menjadikan kita seluruhnya termasuk golongan manusia yang mencintai dan menghormati Shahabat Nabi shallallahu radhiyallahu ‘anhum.
Demikianlah sebagian dari ucapan para imam madzhab dalam Islam terkait kecintaan dan penghormatan mereka kepada para Shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan itulah ajaran islam yang sesungguhnya.
Jadi, wajar jika ummat Islam Indonesia marah dan bangkit membela kehormatan para Shahabat radhiyallahu ‘anhum, juga wajar jika ummat Islam Indonesia menolak dan membasmi ajaran sesat bahkan kufur Syi’ah Rofidhoh, walaupun secara lahiriyyah mereka (Syi’ah Rofidhoh) menampakkan “cinta palsu” kepada ahlulbait sebagai langkah awal untuk melegitimasi ajaran mereka.

kutipan di atas menunjukkan tidak adanya toleransi dalam perkara ini, dan tentunya hal ini merupakan kecaman atas agama Syi’ah Rofidhoh yang sering mencela bahkan mengkafirkan para Shahabat radhiyallahu ‘anhum. Para ulama Islam dari dulu hingga sekarang mengetahui dan mengerti kejahatan dan bahaya Syi’ah Rofidhoh, sehingga mereka memberi peringatan bagi ummat ini agar tidak tertipu dan ikut-ikutan dengan kaum sesat Syi’ah Rofidhoh.
Kasus Suriah dan penyerangan kampung Dammaj, wilayah Sha’dah, Yaman adalah bukti nyata kejahatan dan bahaya Syi’ah Rofidhoh, mereka menyerang membabi-buta markaz ilmu Ahlussunnah yang didirikan oleh Ulama Ahli hadits negeri Yaman Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah itu.
Bagaimana dengan Indonesia? Tidak menutup kemungkinan! Sejarah hitam mereka tercatat dan tersimpan dengan baik di buku-buku sejarah Ahlussunnah.

Masjid Nabawiy, Al-Madinah An-Nabawiyyah, Kerajaan Arab Saudi.
17 Shafar 1435/ 19 Desember 2013

Tidak ada komentar:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif