Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Rabu, 03 September 2014

2-Masalah Sihir, Kesurupan Jin, Dan Obatnya (Ruqyah) Edisi 02

Tanda-tanda Yang Menunjukkan Bahwa Seseorang Terkena Gangguan Jiwa
Tanda-tandanya diantaranya sebagai berikut:
Pertama: Orang tersebut menyatakan bahwa dia kok jadi benci sama orang-orang, karena jeleknya pergaulan mereka. Berbeda dengan jika dia membenci tanpa terkait dengan keridhaannya, maka ini merupakan sebab kesurupan.
Kedua: Perasaan sesak dada karena rasa sedih pada dirinya.
Ketiga: Suka menyendiri dengan alasan banyaknya problema pada manusia.
Keempat: Banyak lupa, karena problema itu mengganggu konsentrasi pada sesuatu.
Kelima: Rasa lemah dan malas, karena pikiran akan mempengaruhi jasmani.

 Apa Obat Bagi Orang Yang Terkena Sihir Atau Kerasukan Jin?
Jawab: Dari pembahasan yang telah lewat kita pahami bahwa orang yang terkena sihir atau kerasukan jin diobati dengan dibacakan Al-Qur’an, diruqyah secara syar’i dan dia diseru untuk kembali dan mendekatkan diri kepada Allah عز وجل. Dan bukan dibawa kepada tukang sihir atau dukun (paranormal), karena ini tempat yang salah.

Pengertian Ruqyah Syar’iyah
Dari judul pembahasan ini bisa kita pahami bahwa di antara ruqyah itu ada yang benar secara syar’i dan juga ada yang salah. Disebut salah entah karena dia sebenarnya bukan ruqyah bahkan semacam jampi-jampi syaithan, namun dipoles jadi seperti ruqyah (maka inilah yang disebut dengan ruqyah syirkiyah). Atau memang dia itu ruqyah namun tidak sesuai dengan petunjuk syari’at (maka inilah yang disebut dengan ruqyah bid’iyah).
Maka ruqyah syar’iyah adalah meminta perlindungan melalui ayat-ayat Al-Qur’an, dzikir-dzikir dan doa-doa yang dituntunkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم. Dan agar ruqyah itu dikategorikan ruqyah syar’iyah maka harus memenuhi persyaratannya.

Syarat-syarat Ruqyah Syar’iyah
Para ulama menyebutkan syarat-syarat agar ruqyah itu dikatakan syar’iyah, sehingga terbedakan dari ruqyah syirkiyah ataupu ruqyah bid’iyah.
Al-Hafizh Ibnu Hajar رحمه الله berkata dalam “Fath Al-Bary” (10/240): “Para ulama telah sepakat akan bolehnya ruqyah jika terkumpul tiga persyaratan:
Pertama: Dengan menggunakan firman Allah تعالى atau nama-nama-Nya atau sifat-sifat-Nya.
Kedua: Dengan bahasa arab atau dengan lainnya yang bisa dipahami maknanya.
Ketiga: Dengan keyakinan bahwa ruqyah itu tidak bisa memberikan pengaruh dengan sendirinya, namun harus diyakini bahwa yang menjadikannya berpengaruh adalah Allah تعالى.
Dan yang semakna dengan ini adalah apa yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله sebagaimana dalam “Majmu’ Al-Fatawa” (24/277-278).
Jika dalam ruqyah itu ada kalimat yang diharamkan, seperti kalimat yang mengandung kesyirikan, atau maknanya tidak bisa dipahami, atau terkandung kekufuran padanya. Maka tidak boleh hal ini dilakukan meskipun yang nampak jin yang merasuki itu terenyahkan. Karena secara kaidah: Setiap yang Allah تعالى haramkan itu kerusakannya lebih besar daripada manfaatnya.
Maka hendaknya para peruqyah untuk berhati-hati dan menghidar dari ruqyah yang tidak syar’i, demikian pula orang yang meminta diruqyah harus hati-hati dan menghindar dari menerima ruqyah yang tidak syar’i, seperti ruqyahnya paranormal, para dajjal, ahlul bid’ah dan orang-orang yang sesat.

Kepada Siapa Kita Meminta Ruqyah Kalau Diperlukan?
Jawab: Kepada orang-orang yang berpegang teguh dengan agamanya, shalih dan memiliki ilmu tentang syari’at ini. Dan kita tidak dibolehkan meminta ruqyah dari paranormal (dukun santet dan tukang sihir), para dajjal, ahlul bid’ah dan orang-orang sesat. Karena dikhawatirkan mereka tidak mendatangkan ruqyah syariyah akan tetapi justru mendatangkan ruqyah syirkiyah atau bid’iyah. Hal ini bisa kita pahami dari pembahasan bab sebelumnya.
Sebagaimana hal ini dilakukan oleh sebagian penduduk arab, ketika Abu Sa’id Al-Khudry رضي الله عنه dan para shahabat lewat di tempat tersebut, mereka bertanya kepada para shahabat apakah ada peruqyah di antara mereka. Tentunya para shahabat adalah orang yang dikenal keilmuan dan keshalihannya. Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhary no. 2276 dan Muslim no. 5697.

Kaidah Penting: Obat-obat Kedokteran Tidak Bermanfaat Bagi Orang Kerasukan
Ibnul Qayyim رحمه الله berkata dalam “Zaad Al-Ma’ad” (4/66): “Kerasukan atau sawan ada dua: Kerasukan akibat roh-roh yang jelek dan kerasukan atau sawan akibat percampuran yang jelek. Adapu jenis keduan adalah perkara yang para dokter membahas sebab dan obatnya. Adapun kerasukan roh (atau jin), maka pakar dan ahli mereka mengakui keberadaan hal tersebut namun tidak bisa menyembuhkannya.”
Al’Allamah Ibnu Al-‘Utsaimin رحمه الله berkata sebagaimana dalam “Majmu’ Al-Fatawa” (1/299) setelah menukilkan ucapan Ibnul Qayyim di atas: “Adapun penyembuhan kerasukan jin, maka para pakar kedokteran mengakui bahwa obat-obat kedokteran tidak memberi manfaat padanya. Obatnya adalah dengan doa, bacaan Al-Qur’an dan wejangan.”
Kaidah Penting: Pengobatan Cara Nabi (Tibbun Nabawy) Tidak Cocok Kecuali Pada Badan Yang Baik.
Ibnul Qayyim رحمه الله berkata dalam “Zaad Al-Ma’ad” (4/36): “Tibbun Nabawy itu tidaklah cocok kecuali pada badan yang baik.”
Maka hendaknya badan ini disiapkan untuk percaya penuh kepada Allah تعالى, bersandar penuh pada-Nya dan meneripa penuh apa yang dikabarkan Rasulullah صلى الله عليه وسلم, agar tibbun nabawy itu bisa bermanfaat pada badan.
Kaidah Penting: Al-Qur’an Dan As-Sunnah Jika Diterima Oleh Orang Yang Kerasukan Dengan Penuh Keimanan Dan Ketundukan Maka Dia Akan Mendapatkan Kesembuhan Biidznillah.
Dalil yang menunjukkan akan hal ini di antaranya firman Allah تعالى:

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ

“Dan Kami menurunkan Al-Qur’an itu sesuatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Al-Isra': 82)
Dan Allah تعالى berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاء لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ

“Wahai sekalian manusia, telah datang wejangan dari Rabb kalian, dan obat bagi apa yang ada dalam dada kalian, dan juga petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Yunus: 57)
Maka hendaknya orang yang meruqyah mengingatkan orang yang kerasukan jin untuk banyak berdzikir kepada Allah تعالى, percaya penuh dan bersandar penuh kepada-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya, mengagungkan dan tunduk kepada-Nya. Karena ini merupakan sebab terbesar bagi orang yang kerasukan untuk mendapatkan kesembuhan.

Kapan Orang Yang Meruqyah Memberikan Madu Pada Yang Kerasukan?
Jawab: Madu memang obat yang bermanfaat, sebagaimana Allah تعالى jelaskan pada surat An-Nahl ayat 68-69:

يَخْرُجُ مِن بُطُونِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاء لِلنَّاسِ

“… Keluar dari perutnya (lebah) minuman yang berbeda warnanya, padanya terkandung obat bagi manusia.”.
Dan As-Sunnah juga menganjurkan untuk berobat dengan madu. Akan tetapi orang yang kerasukan tidaklah kesembuhannya itu terdapat pada madu, bahkan kebanyakan mereka tidaklah butuh akan madu. Dan sebagian orang beranggapan bahwa kalau orang itu tersihir melalui minuman maka obatnya minuman yang dicampur dengan madu, dan apa dalil anggapan ini?
Intinya: saran orang yang meruqyah kepada oarng yang kesurupan untuk minum madu itu timbul dari kebodohan orang yang meruqyah. Atau karena orang itu memang pedagang madu, dia menyarankan itu demi melariskan madunya.

Kapan Habbatus Suada’ (Jinten Hitam) Dan Minyaknya Digunakan Untuk Mengobati Orang Kerasukan?
Jawab: Habbatus Sauda’ memang merupakan obat yang mujarab. Adapun dalam hal sihir dan kerasukan, maka orang yang terkena sihir atau kerasukan jin tidaklah terlalu membutuhkan berobat dengan sedikitpun darinya. Karena yang dia butuhkan adalah pengobatan dengan ruqyah dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta mendekatkan diri kepada Allah تعالى. Dan cukuplah hal ini akan mendatangkan manfaat baginya dalam agamanya dan dunianya. Sesungguhnya penggunaan habbatus sauda’ atau minyaknya sebagai bentuk pengobatan umum maka tidak mengapa, akan tetapi salah kalau habbatus sauda’ dijadikan obat terpenting bagi orang kena sihir dan kerasukan.

Kapan Minyak Zaitun Digunakan Untuk Mengobati Orang Yang Terkena Sihir Atau Kerasukan?
Jawab: Minyak Zaitun itu adalah minyak yang keluar dari tanaman yang berbarakah, hal ini sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Mukminun: 20, dan juga dalam hadits Ibnu ‘Abbas رضي الله عنهما. Dan minyak ini digunakan dalam momen masak-masak dan juga mengolesi bagian tubuh yang dibutuhkan.
Ketika minyak ini bisa digunakan untuk mengolesi bagian tubuh yang dibutuhkan maka, boleh baginya menggunakan minyak ini pada orang yang tersihir dan kerasukan pada kesempatan sebagai berikut:
Pertama: Jika orang yang kerasukan ini dibikin oleh syaithan mendapatkan gangguan pada anggota tubuhnya. Maka diolesi anggota tubuhnya untuk melunakkannya dan membasahinya.
Kedua: Jika jin itu berada pada anggota tubuh seperti punggung, paha, tangan dan anggota tubuh yang lain, maka diolesi dengan minyak itu pada waktu sore.
Adapun jika jin itu menyakiti orang yang kerasukan pada akalnya, terkadang jin itu merasukinya dan terkadang mendorongnya untuk menimbulkan fitnah dan kerusakan, maka tidak butuh kepada minyak zaitun. Dan tidak benar orang yang meruqyah menyarankan untuk menggunakan minyak zaitun pada keadaan ini.

Apakah Boleh Menggantungkan Sebagian Ayat Al-Qur’an Untuk Menolak Sihir, Kerasukan Dan ‘Ain?
Jawab: Tidak boleh menggantungkan sebagian ayat Al-Qur’an ataupun hadits pada suatu makhlukpun, yang besar atau yang kecil, manusia ataupun binatang, pembaca ataupun pembaca. Pengharaman ini berdasarkan hal-hal berikut:
Pertama: Al-Qur’an diturunkan untuk dibaca, direnungkan kemudian diamalkan. Sebagaimana dalam ayat,

كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ

“Suatu Kitab yang Kami turunkan kepadamu, yang berbarakah agar mereka merenungkan ayat-ayat-Nya.” (Shaad: 29)
Kalau digantungkan maka akan menyelisihi hkmah dan tujuan diturunkannya Al-Qur’an.
Kedua: Penggantungan itu tidaklah dilakukan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Padahal beliau selama dua puluh tiga tahun meruqyah para shahabat dengan berbagai macam bentuk ruqyah dan tidak terjadi yang namanya penggantungan ayat, tidak pula beliau menyarankan untuk melakukan hal itu. Adapun hadits yang menunjukkan bahwa sebagian shahabat melakukan hal itu maka haditsnya lemah (dha’if).
Ketiga: Para shahabat sepeninggal Rasul juga tidak melakukan hal ini. Bahkan mereka membenci melakukan hal ini dengan ayat Al-Qur’an ataupun selainnya.
Keempat: Penggantungan ayat Al-Qur’an ini akan menyebabkan penghinaan terhadap firman dan ayat Allah تعالى dari beberapa sisi:
  • Dia akan menindihnya jika tidur dan berguling di atasnya.
  • Masuk kamar mandi dan ayat itu tergantung pada tubuhnya.
  • Ketika suami menggauli istrinya seringnya ayat itu masih tergantung.
  • Terkadang peletakan ayat itu pada ketiak, pusar, paha dan lainnya yang merupakan tempat yang tidak layak.
  • Akan terkena kotoran badan dan keringat, sebagaimana ini sudah terbuktikan.
Apakah Boleh Menulis Sebagian Ayat Pada Orang Yang Sakit?
Jawab: Sebagian orang menuliskan ayat Al-Qur’an pada tubuh orang yang sakit, entah pada pahanya, atau pada pusarnya atau pada tempat yang lain. Mereka menyangka bahwa ini boleh, dan sungguh jauh persangkaan itu. Karena mereka yang menyangka boleh itu tidak punya landasan, tidak dari Al-Qur’an, tidak dari hadits, tidak pula dari para shahabat dan ulama salaf. Adapun yang diriwayatkan dari Al-Marway bahwa Ja’far Ash-Shadiq menulis baginya beberapa ayat Al-Qur’an ketika dia sakit panas maka itu tidaklah benar. Riwayat ini lemah, karena dalam sanadnya ada ‘Amr bin Majma’ As-Sukuny didha’ifkan oleh Ad-Daruqutny, Ar-Razy dan Ibnu Syahin. Lihat “Lisan Al-Mizan” (4/433).

Apakah Boleh Melebur Ayat Al-Qur’an Dalam Air Untuk Diminum?
Jawab: Di sana ada orang yang melebur ayat Al-Qur’an dalam air yang digunakan untuk mengobati orang yang terkena sihir dan kerasukan. Orang memberikannya sebagai bentuk pengobatan dengan Al-Qur’an.
Perbuatan ini tidaklah sesuai dengan petunjuk Rasulullah صلى الله عليه وسلم, dan tidak pula amalan ulama terdahulu. Pelaku hal ini tidaklah memiliki sandaran yang benar. Dan kejelekan perbuatan ini hampir sama dengan kejelekan menggantungkan ayat Al-Qur’an. Silahkan dirujuk kembali pembahasan yang lewat.
Insyaallah pembahasan akan kami lanjutkan pada edisi berikutnya.
Disadur Oleh:
‘Umar Al-Indunisy
Darul Hadits – Ma’bar, Yaman

Tidak ada komentar:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif