Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Rabu, 03 September 2014

3-Masalah Sihir, Kesurupan Jin, Dan Obatnya (Ruqyah) Edisi 03

Membacakan Ruqyah Pada Air Zam-zam
Tidak tersembunyi bagi seorang muslim barakah yang terkandung pada air Zam-zam. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,

خَيْرُ مَاءٍ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ مَاءُ زَمْزَمَ

“Sebaik-baik air di muka bumi adalah air Zam-zam.”
Diriwayatkan oleh Ath-Thabrany no. 11168 dari Ibnu ‘Abbas رضي الله عنهما dan disebutkan oleh Al-Albany pada Ash-Shahihah no. 1056.
Diriwayatkan oleh Muslim no. 1922 dari Abu Dzar رضي الله عنه bahwa Rasulullah صلى الله وسلم bersabda terkait air Zam-zam,

إِنَّهَا مُبَارَكَةٌ إِنَّهَا طَعَامُ طُعْمٍ وَشِفَاءُ سُقْمٍ

“Sesungguhnya ia air yang berbarakah dan dia makanan yang mengenyangkan dan obat dari penyakit.”
Dan dalam hadits Jabir رضي الله عنه diriwayatkan oleh Ahmad (3/357) dan selainnya dishahihkan oleh Al-Hafizh,

مَاءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ

“Air Zam-zam adalah untuk sesuatu yang ia diminum karenanya.”
Para ulama memahami dari keumuman lafazh hadits ini bahwa siapa yang meminum air Zam-zam untuk menyembuhkan penyakitnya maka diharapkan akan terkabulkan dan tersembuhkan, siapa yang meminumnya agar fasih dalam bicara maka diharapkan akan mendapat kefasihan, siapa yang meminumnya agar mudah menghafal Al-Qur’an maka diharapkan akan jadi mudah menghafal Al-Qur’an. Dan semua ini atas izin Allah عز وجل. Hadits tersebut mengisyaratkan adanya manfaat yang umum pada air Zam-zam, manfaat secara agamis atau manfaat duniawi.
Adapun meminum air ini dengan tujuan mencari kesembuhan dari gangguan rasukan, sihir dan ‘ain. Para ulama zaman ini berbeda pendapat tentang membacakan ruqyah pada air Zam-zam. Diantara mereka ada yang membolehkan, seperti Al-‘Allamah Ibnu Baz رحمه الله. Dan diantara mereka ada yang tidak membolehkannya, seperti Al-‘Allamah Al-Albany, dengan alasan air Zam-zam itu sendirinya sudah merupakan obat.
Adapun menurut saya, tidak ada larangan secara syar’i terkait membacakan ruqyah pada air Zam-zam. Dan dengan itu terkumpullah dua sebab dari sebab-sebab kesembuhan. Sebab yang kasat mata yaitu air Zam-zam dan sebab maknawi yaitu ruqyah. Hal ini berdalilkan dengan kebanyakan ruqyah Rasulullah صلى الله عليه وسلم terkumpul padanya dua sebab, yang kasat mata dan yang maknawi. Seperti mengumpulkan antara ruqyah dengan debu dan tiupan, doa dengan air, tiupan dengan doa. Dan membacakan ruqyah pada sesuatu itu tidak berarti tidak adanya obat dan barakah padanya.
Apa yang dijadikan alasan oleh Al-Albany رحمه الله akan tidak bolehnya membacakan ruqyah pada air Zam-zam bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak melakukannya.
Maka saya mengatakan: Tidaknya Rasulullah صلى الله عليه وسلم melakukan belum tentu hal itu tidak boleh, karena beralasan dengan bolehnya melakukan itu benar adanya, berdalilkan dengan amalan beliau yang kita sebutkan barusan.

Apakah Boleh Mandi Dengan Air Yang Dilebur Padanya Ayat-ayat Al-Qur’an?
Jawab: Telah kita pahami bahwa boleh minum air yang dibacakan ruqyah padanya. Kalau begitu lebih boleh lagi kalau air yang dibacakan ruqyah itu untuk mandi.
Adapun melebur sebagian ayat Al-Qur’an pada air, maka hal ini tidak ada syari’atnya, dimana hal itu tidak ada dalam kitabullah, tidak pula dalam sunnah, tidak pula dalam atsar yang shahih dari ulama salaf.
Adapun mandi atau minum dengan air yang dilebur padanya ayat Al-Qur’an, maka hal ini tidaklah dilakukan oleh ulama salaf terdahulu, dan ini bukanlah jalan yang benar dalam berobat. Melebur ayat ini secara asal sudah salah, maka mandi dengannya pun sama hukumnya.

Apakah Boleh Membacakan Ruqyah Pada Air Dan Minuman Selain Air?
Jawab: Ya, hal itu boleh berdasarkan beberapa dalil. Misal hadits ‘Aisyah رضي الله عنها yang diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 1017, hadits ini dikuatkan dengan hadits-hadits pendukung, bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengunjungi Tsabit bin Qais yang sedang sakit maka beliau berdoa,

اكْشِفِ الْبَاسَ رَبَّ النَّاسِ

“Hilangkanlah penyakitnya wahai Rabb sekalian manusia.”
Kemudian beliau mengambil tanah dari Bathhan (suatu lembah di Madinah), beliau meletakkannya pada suatu wadah kemudian beliau meniup padanya kemudian mengusapkannya padanya (Tsabit).
Suatu perkara yang telah diketahui bahwa orang yang sakit bisa mengambil manfaat dari air yang dibacakan ruqyah, dan pengaruhnya juga perkara yang bisa dirasakan. Karena pada air itu ada kekhususan, jika ditambah dengan dibacakan ruqyah maka akan ada dua manfaat. Yang terasa dan yang maknawi.
Maka membacakan ruqyah pada air itu perkara yang diperbolehkan.
Demikian juga diperbolehkan membacakan ruqyah pada minuman yang bisa dimanfaatkan secara kesehatan, seperti madu, minyak habbatus sauda’, minyak zaitun dan lain-lain. Dengan catatan tidak melebar-lebarkan masalah, lalu menganggap semua minuman boleh dibacakan ruqyah. Maka harus diperhatikan batasannya yaitu yang bisa dimanfaatkan secara ilmu kesehatan.

Apakah Boleh Menggunakan Air Yang Dibacakan Ruqyah Di Kamar Mandi Bagi Penderita?
Jawab: Penggunaan air yang dibacakan ruqyah di kamar mandi bagi orang yang tersihir atau kerasukan atau terkena ‘ain itu boleh. Karena air yang dibacakan ruqyah ini tidak ada padanya Al-Qur’an. Yang dikaitkan dengan air adalah tiupan dan sedikit ludah semata. Adapun ayat yang dibaca hanyalah sebagai bentuk panjatan doa dan pujian kepada Allah تعالى dan bentuk kembali kepada-Nya. Maka tidaka ada Al-Qur’an dalam air, tidak lafazhnya dan tidak pula maknanya. Jadi mandi dengannya di kamar mandi boleh karena memang tidak ada unsur perendahan terhadap Al-Qur’an.

Apakah Penggunaan Air Bunga Mawar Bagi Orang Yang Kerasukan Dan Terkena Sihir Itu Disyari’atkan?
Jawab: Aku tidak mengetahui apa keutamaan air bunga mawar ini, namun aku nasehatkan bagi para peruqyah untuk tidak mengarahkan penderita untuk menggunakan air bunga mawar. Bagi saya air biasa itu lebih baik dari air bunga mawar.
Peringatan: Tukang sihir banyak menuliskan mantra-mantra mereka dengan air za’faran dan air bunga mawar, maka siapa yang menggunakan air bunga mawar maka terjatuh pada tasyabuh dengan mereka para tukang tenung dan sihir.

Apakah Bagi Peruqyah Untuk Menggunakan Garam?
Jawab: Diperbolehkan bagi peruqyah menggunakan garam pada iar yang dibacakan ruqyah padanya, karena diketahui hala itu bermanfaat biidznillah. Dalil yang menunjukkan bolehnya hal tersebut adalah hadits Ali رضي الله عنه yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrany no. 5890 sanadnya shahih,
Seekor kalajengking menyengat Nabi صلى الله عليه وسلم saat beliau shalat, ketika selesai shalat beliau bersabda,

لَعَنَ اللَّهُ الْعَقْرَبَ ، لاَ تَدَعُ مُصَلِّيًا ، وَلاَ غَيْرَهُ

“Semoga Allah melaknat kalajengking, dia tidak meninggalkan orang yang shalat atau selainnya, kemudian beliau meminta garam dan air, lalu beliau mengusap di atasnya dan membacakan ruqyah…”
Maka penggunaan garam pada kondisi dan cara seperti ini dan yang semisal adalah boleh.
Adapun penggunaan garam dengan caranya para tukang sihir dan dukun maka tidak boleh, karena itu bentuk kesyirikan. Seperti penggunaan garam untuk mengusir jin, menolak ‘ain, atau saat keluarnya pengantin wanita dari rumahnya sampai ke rumah suaminya, atau digunakan pada anak bayi yang baru lahir dan wanita nifas.
Dan harus diketahui bahwa yang mampu mengusir jin itu hanyalah Allah تعالى, sebagaimana dalam firman-Nya,

وَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرآنَ جَعَلْنَا بَيْنَكَ وَبَيْنَ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ حِجَابًا مَّسْتُورًا

“Dan jika engkau membaca Al-Qur’an, Kami jadikan antara engkau dan antara orang yang tidak beriman dengan hari akhir sebuah tirai yang menutupi.” (Al-Isra’: 45)
Yang mendorong orang berkata bahwa garam itu untuk mengusir jin adalah sandaran mereka terhadap berita yang masyhur yaitu bahwa jin itu tidak memakan makanan bergaram. Maka dari sini mereka memahami bencinya jin terhadap garam. Dan ini adalah kesimpulan yang bathil dan salah, karena permusuhan jin itu nyata terbukti bedasarkan fitrah dan ayat, dan hanya Allah تعالى yang mampu mengusirnya, melalui sebab memperbanyak dzikir dan doa.

Apakah Perbuatan Peruqyah Menjamkan Pandangannya Ke Mata Orang Yang Kerasukan Atau Tersihir Sesuatu Yang Disyari’atkan?
Jawab: Menajamkan mata peruqyah kepada mata yang diruqyah itu mencapekkan peruqyah dan yang diruqyah, dan tidak ada manfaatnya, dan tidaka ada dalil yang menunjukkan hal itu disyari’atkan. Hal itu adalah perkara bid’ah yang dilakukan sebagian peruqyah pada zaman kita ini. Bahkan sebagian peruqyah menjadikan hal ini sebagai perantara untuk memandang mata para pasien wanita. Dan tidak diragukan lagi bahwa hal ini haram.
Dan ini adalah penguluran bahaya yang diberikan syaithan, dan sebagian peruqyah sangat jahat dan menekan untuk bisa memandang pasien wanita.

Apakah Boleh Meletakkan Mushaf Al-Qur’an Di Bawah Kepala Penderita Kerasukan Ketika Tidur Untuk Mengusir Syaithan?
Jawab: Hal ini tidak boleh. Karena hal ini bertentangan dengan perintah mengagungkan dan mensucikan Al-Qur’an. Allah تعالى berfirman,

فِي صُحُفٍ مُّكَرَّمَةٍ مَّرْفُوعَةٍ مُّطَهَّرَةٍ

“Pada lembaran-lembaran yang terhormat, terangkat dan tersucikan.” (‘Abasa: 13-14)
Maka peletakkan di bawah kepala tidaklah merupakan pemuliaan dan tidak pula mengangkat.
Dan juga, jin itu tidaklah terusir dengan sekedar meletakkan mushaf pada rumah atau kantong atau di bawah kepala, akan tetapi jin itu terusir dengan kita mengamalkan Al-Qur’an, membacanya dan mentadaburinya. Lalu kita mendakwhkan Al-Qur’an tersebut.
Apakah Boleh Membacakan Ayat,

وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُواْ الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُواْ يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

(Al-Baqarah: 148) Kepada Orang Kerasukan?
Jawab: Boleh untuk membacakan ayat ini kepada orang yang kerasukan, karena terkadang jin itu bersembunyi pada anggota tubuh si penderita. Dan dia tidak ingin menampakkan diri. Maka ayat ini dibaca untuk menghinakan jin tersebut biidznillah. Maka dia nampak pada lisan si penderita atau menyamarkan diri padanya.

Apakah Boleh Membakar Jin Dengan Api?
Jawab: Suatu yang diketahui bahwa Allah تعالى mengirim panah api untuk syaithan. Allah تعالى berfirman,

إِلاَّ مَنْ خَطِفَ الْخَطْفَةَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ ثَاقِبٌ

“Kecuali jin yang mencuri pembicaraan maka dia dikejar panah api yang menyala.” (Ash-Shaaffaat: 10)
Maka Allah تعالى mengadzab jin dengan panah api, dan telah datang hadits yang menerangkan bahwa tidak dipernolehkan mengadzab dengan api kecuali Pencipta api. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah رضي الله عنه yang diriwayatkan oleh Al-Bukhary no. 3016, bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,

وَإِنَّ النَّارَ لاَ يُعَذِّبُ بِهَا إِلاَّ اللَّهُ

“Dan sesungguhnya api itu, tidaklah mengadzab dengannya kecuali Allah.”
Dan dari sini maka tidak boleh bagi peruqyah untuk membaka syaithan dengan api, entah pembakaran itu dengan melalui listrik atau selainnya. Dan yang menguatkan alasan pelarangan ini adalah bahwa jin terkadang cepat bersembunyi pergi, sehingga pembakaran itu malah mengenai si penderita, dan justru menyebabkan adanya penyakit yang lain seperti lumpuh dan lain-lain.
Adapun menggunakan alat penyetrum lalat maka itu boleh karena tidak terdapat padanya api yang membakar.

Apa Yang Boleh Dan Apa Yang Tidak Boleh Terkait Dengan Membakar Jin Dengan Ruqyah?
Jawab: Di sana ada dua cara yang biasa digunakan peruqyah untuk membakar jin:
Pertama: Cara yang disyari’atkan yaitu memperbanyak bacaan Al-qur’an kepada si penderita. Dan mengulang-ulang ayat yang bisa menghantam jin seperti ayat-ayat yang berbicara tentang sihir, ayat adzab di akhirat. Maka ayat-ayat ini dan semisalnya menghantam jin lebih dahsyat dari tebasan pedang pada leher, namun sesuai dengan kadar keikhlasan si pembaca dan kekuatan imannya, dan sesuai dengan konsentrasi si penderita mendengarkan ayat-ayat tersebut dan sejauh mana dia menghadap Allah تعالى.
Kalau saja bacaan باسم الله itu membuat syaithan menjadi kecil seperti lalat, sebagaimana dalam hadits Abu Malih رضي الله عنه

وَلَكِنْ قُلْ بِسْمِ اللَّهِ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ ذَلِكَ تَصَاغَرَ حَتَّى يَكُونَ مِثْلَ الذُّبَابِ

“Akan tetapi katakan باسم الله , sesungguhnya jika engkau ucapakan itu syaithan menjadi kecil sampai seperti lalat”,
Lalu bagaimana jika dibacakan ayat dan surat-surat?!
Kedua: Cara yang bid’ah yaitu yang hakekatnya adalah mantra dan khurafat. Yaitu penulisan huruf-huruf tertentu disertai dengan penulisan ayat. Dan penulisan huruf dan ayat ini dilakukan di potongan kain, lalu potongan kain ini dibakar dan si penderita menghirupnya. Dan hal ini menurut anggapan mereka telah membakar jin.
Insyaallah pembahasan akan kami lanjutkan pada edisi berikutnya.

Disadur Oleh:
‘Umar Al-Indunisy
Darul Hadits – Ma’bar, Yaman

SUMBER

Tidak ada komentar:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif