Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Jumat, 05 September 2014

“Wasiat Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- kepada Ibnu Abbas -radhiallahu anhu-

Abu Khaulah Zainal Abidin
Wahai para orang tua….
Pernahkah kau katakan kepada anak-anakmu: (-“Jagalah hak-hak ALLAH, niscaya ALLAH pun akan menjaga kalian.“-) ?. Kemudian apa kata mereka setelah mendengar wejangan ini? Mengertikah mereka, apa maknamenjaga ? Ingat! Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- menyampaikan kalimat ini kepada Ibnu Abbas -radhiallahu anhu-, yang usianya ketika itu belum mencapai 10 tahun. Dan Ibnu Abbas -radhiallahu anhu- mengerti makna kiasan -yang sangat indah dan halus- tersebut yang artinya menjaga perintah dan larangan ALLAH.
Pernahkah kau katakan kepada anak-anakmu:(-“Jika berdo’a, berdo’alah kepada ALLAH. Dan jika meminta pertolongan, mintalah kepada ALLAH.”-) ?Melalui lafadznya saja sudah dimaklumi, bahwa Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bukan sedang memerintahkan Ibnu Abbas berdo’a – melalui wasiat ini-, bukan pula sedang mengajarkannya, tetapi Beliau -Shallallahu alaihi wa sallam- sedang mengajarkan arti Tauhid dan menanamkannya.
Ya, do’a adalah inti dari ibadah, karena dengan berdo’a seseorang secara tak langsung telah mengakui akan adanya ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa. Sebab, mustahil seseorang akan berdo’a atau meminta jika yang diserunya itu tak ia yakini ada. Karenanya, dengan mengajari anak berdo’a, artinya kita telah menanamkan kepadanya keyakinan akan ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa Yang Mencipta, Memiliki, dan Mengatur alam semesta ini.
Ya, do’a adalah inti dari ibadah, karena dengan berdo’a seseorang secara tak langsung telah mengakui bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa itu Maha Mendengar dan Mengetahui. Sebab, mustahil seseorang akan berdo’a dan meminta manakala ia tak meyakini bahwa yang diserunya itu mampu mendengar dan memahami, sebagaimana tak mungkinnya seseorang mengutarakan hajat dan maksudnya kepada yang tak mampu mendengar dan mengetahui isi pembicaraannya. Karenanya, dengan mengajari anak berdo’a, artinya kita telah menanamkan kepadanya keyakinan bahwa ALLAHSubhaanahu wa ta’alaa itu Maha Mendengar dan Mengetahui.
Ya, do’a adalah inti dari ibadah, karena dengan berdo’a seseorang secara tak langsung telah mengakui bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa itu Maha Kaya dan Memberi Kekayaan. Sebab, mustahil seseorang akan berdo’a dan meminta manakala ia tak meyakini bahwa yang diserunya itu kaya dan mampu memberikan kekayaan, sebagaimana tak mungkinnya seseorang meminta kepada yang miskin dan tak mampu membagi kekayaannya. Karenanya, dengan mengajari anak berdo’a, artinya kita telah menanamkan kepadanya keyakinan bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa itu Maha Kaya dan Memberi Kekayaan.
Ya, do’a adalah inti dari ibadah, karena dengan berdo’a seseorang secara tak langsung telah mengakui bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa itu Maha Memberi dan Mengabulkan Do’a. Sebab, mustashil seseorang akan berdo’a dan meminta manakala ia tak meyakini bahwa yang diserunya itu mau dan mampu memenuhi permintaannya, sebagaimana tak mungkinnya seseorang meminta kepada yang terkenal pelit atau bakhil. Karenanya, dengan mengajari anak berdo’a, artinya kita telah menanamkan kepadanya keyakinan bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa itu Maha Memberi dan Mengabulkan Do’a. Dan keyakinan ini merupakan pula tanda baik sangkanya seorang hamba kepada ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa.
Ya, do’a adalah inti dari ibadah, karena dengan berdo’a seseorang secara tak langsung telah mengakui kelemahannya dan butuhnya ia akan ALLAHSubhaanahu wa ta’alaa. Sebab, mustahil seseorang akan berdo’a dan meminta manakala ia merasa mampu memenuhi segala kebutuhannya dan mengatasi segala masalahnya tanpa bantuan ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa. Karenanya, dengan mengajari anak berdo’a, artinya kita telah menanamkan kepadanya keyakinan bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa- lah tempat bergantung dan satu-satunya zat yang layak diibadahi.
Ya, do’a merupakan cara paling ampuh untuk menanamkan Tauhid kepada anak. Bagaimana dengan anak-anak kita? Sudahkah mereka pandai dan terbiasa berdo’a ? Atau sudahkah kita mengajarkan mereka do’a-do’a yang bisa mereka ucapkan di sepanjang siang dan malam mereka?
Kemudian…
Pernahkan kau katakan kepada anak-anakmu: (-“Ketahuilah! Sesungguhnya, seandainya seluruh manusia bersatu ingin memberikan kebaikan kepadamu, mereka tak akan sanggup kecuali sebatas apa yang telah ALLAH tetapkan bagimu. Juga, seandainya seluruhnya mereka bersatu ingin mendatangkan keburukan kepadamu, mereka tak akan sanggup kecuali sebatas apa yang telah ALLAH tetapkan atasmu. Kalam telah diangkat dan lembaran-lembaran catatan takdir telah terlanjur kering.”-) ?
Sungguh sulit dibayangkan, anak yang belum lagi mencapai usia 10 tahun mendengarkan ungkapan-ungkapan seperti di atas. Kalau bukan karena cerdas atau terbiasanya mendengar kalimat-kalimat bermutu, tentu tak mungkin seorang anak seumurnya memahami perkara ini. Maka, obrolan macam apa yang biasa didengar anak kita, jika kalimat-kalimat semacam di atas terasa sulit mereka pahami?
Tentu saja Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- menyadari sekali bahwa Ibnu Abbas -radhiallahu anhu- pasti memahaminya. Dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam- ingin menanamkan keyakinan kepada Taqdir -baik dan buruk- melalui kiasannya yang demikian indah, sekaligus mengajari Ibnu Abbas -radhiallahu anhu- bersikap optimis. Ya, semuda itu seorang anak sudah harus tahu perkara semacam ini. Bagaimana dengan anak-anak kita?
Kemudian…
Pernahkah kau katakan kepada anak-anakmu: (-“Ingatlah kepada ALLAH tatkala kau sedang dalam kelapangan, maka ALLAH pun akan ingat kepadamu ketika engkau dalam kesempitan.”-) ? Mengertikah mereka akan maksudnya? Mengertikah mereka kalau yang dimaksudkan - Ingatlah kepada ALLAH tatkala kau sedang dalam kelapangan- adalah bersyukur, bersyukur manakala kita sedang dalam keadaan sehat, senang, atau hidup berkecukupan apalagi berlebihan? Dan mengertikah mereka kalau yang dimaksud - ALLAH pun akan ingat kepadamu ketika engkau dalam kesempitan- adalah datangnya pertolongan ALLAH kepada kita, di antaranya dikaruniakan kesabaran dan kekuatan untuk bersabar?
Ya, sejak kecil seorang anak sudah harus diajar untuk mengerti arti bersyukur. Dibiasakan untuk senantiasa -bahkan lebih- mengingat ALLAH ketika sedang bersenang hati, bukan justru menjadi lalai. Dan membiasakan anak -atau siapa saja- ingat kepada ALLAH sering lebih efektif justru ketika mereka sedang dalam keadaan gembira. Lakukan ini! Yakni, ketika kita sedang bersenang-senang dengan mereka -ketika sedang bertamasya dan berlari-lari di taman, atau sedang bercengkrama dan bercanda di rumah, misalnya- berhentilah sejenak dan pegang tangannya, kemudian katakan kepadanya, ”Kau bahagia.., senang ? Bersyukurlah kepada ALLAH !” Juga yang seperti ini bisa dilakukan seorang suami kepada isterinya, atau sebaliknya. Di saat-saat mereka bersenang-senang, bertanyalah yang satu kepada yang lainnya, “Kau bahagia…, kau senang ? Bersyukurlah kepada ALLAH !
Juga hendaknya kita menyadari bahwa Syukur dan Sabar itu ibarat dua muka dari satu mata uang, tak mungkin yang satu ada tanpa yang lainnya. Seorang yang tak pandai bersyukur -ketika senang- sudah pasti tak mampu bersabar -ketika susah-. Bagaimana dia akan mampu bersabar ketika menghadapi penderitaan, sedangkan ni’mat saja tak mampu ia rasakan dan syukuri. Juga dapat kita ambil manfa’at dari wasiat di atas adalah, bahwa menumbuhkan sikap sabar dan kuat -pada anak- di dalam menahan kesusahan harus dimulai dengan mengajarkan mereka untuk pandai-pandai bersyukur tatkala senang.
Kemudian…
Pernahkan kau katakan kepada anak-anakmu: (-“Ketahuilah, bahwa apa yang tak pantas bagi mu tak akan ALLAH timpakan kepadamu. Dan apa yang ALLAH timpakan kepadamu itu memang layak bagimu.”-) ? Mengertikah mereka akan maksudnya? Mengertikah mereka, bahwa ALLAH SWT tak pernah salah di dalam menetapkan taqdir ?
Ya, sedini mungkin seorang anak harus tahu, bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa tidak pernah berbuat dzolim kepada hamba-Nya. Semua yang ALLAHSubhaanahu wa ta’alaa tetapkan atas hamba-Nya berdasarkan Pengetahuan-Nya, Kebijaksanaan-Nya, Keadilan-Nya, dan Kasih Sayang-Nya. ALLAHSubhaanahu wa ta’alaa tak akan menjebloskan hamba-Nya ke dalam neraka, seandainya hamba tersebut tak pantas masuk ke dalamnya. Begitu pula Ia tak akan memasukkan hamba-Nya ke sorga, seandainya hamba tersebut tak pantas masuk ke dalamnya. Dan seseorang yang semula di neraka -disebabkan dosa-dosanya- mungkin saja akhirnya diangkat ke sorga dengan beberapa sebab, seperti mendapatkan syafa’at dari yang diijinkan ALLAH untuk memberi syafa’at, selesai sudah adzab baginya, atau memperoleh ampunan dari ALLAH. Tetapi, tak mungkin seseorang yang telah ALLAHSubhaanahu wa ta’alaa masukkan ke dalam sorga kemudian dikeluarkan kembali dan dijebloskan ke dalam neraka, sebagaimana sering kita dengar dari riwayat yang dianggap sebagai ucapan Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Sungguh mustahil ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa memasukkan ke sorga seseorang yang tidak layak menikmatinya, kemudian setelah itu Ia keluarkan dan jebloskan ke dalam neraka. Perhitungan ALLAH sangat teliti dan Ia tidak pernah salah dalam menetapkan taqdir. Bukankah seseorang yang telah dimasukkan ke dalam sorga tak akan sekali-kali dikeluarkan kembali, sebagaimana firman ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa (-Yang artinya: “Dan sekali-kali mereka -yang telah berada di sorga- tak akan lagi pernah dikeluarkan darinya.” / Al Hijr:48-) Ya, sedini mungkin seorang anak harus tahu, bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa tidak pernah salah di dalam menetapkan taqdir.
Kemudian…
Pernahkah kau katakan kepada anak-anakmu: (-“Ketahuilah, bahwa pertolongan ALLAH bersama kesabaran, perjuangan itu bersama pengorbanan, dan bersama kesulitan ada kemudahan.” -) ? Mengertikah mereka akan ucapan atau ungkapan semacam ini ? Ya, bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa akan senantiasa menolong orang yang sabar. Begitu pula kita katakan , “Mana ada perjuangan tanpa pengorbanan.” Dan anak-anak kita diajak mengerti, bahwa tidak ada yang gratis di dalam hidup ini. Semua harus ditempuh dengan perjuangan dan memerlukan pengorbanan. Namun demikian, kita ajarkan pula kepada mereka arti sebuah usaha dan sikap optimis, bahwa di balik kesulitan-kesulitan pasti ada kemudahan-kemudahan dan jalan keluar.
Ya, sudahkah itu semua kita sampaikan kepada anak-anak kita, walau mungkin dengan cara dan ungkapan yang berbeda ? Sudahkah anak-anak kita mengetahui -sejak usia mereka belum mencapai 10 tahun, bahwa:
  • Ada hak-hak ALLAH yang harus dijaga, berupa perintah dan larangan-Nya.
  • Berdo’a kepada ALLAH adalah wujud paling nyata dari perbuatan mentauhidkan ALLAH.
  • Tak ada yang terjadi tanpa kehendak ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa.
  • ALLAH tidak pernah salah di dalam menetapkan taqdir.
  • ALLAH menyukai orang yang sabar, bersungguh-sungguh, dan optimis.
Ya, sudahkah mereka pernah mendengar hadits ini dan memahaminya ?
عَنْ عبدِ الله بنِ عبَّاسٍ رضي الله عنهما قالَ : كُنتُ خَلفَ النَّبيِّ r فقال :
يا غُلامُ إنِّي أعلِّمُكُ كَلماتٍ:
احفَظِ الله يَحْفَظْكَ، احفَظِ الله تَجِدْهُ تجاهَك، إذا سَأَلْت فاسألِ الله، وإذا استَعنْتَ فاستَعِنْ باللهِ،
واعلم أنَّ الأُمَّةَ لو اجتمعت على أنْ ينفعوك بشيءٍ، لم ينفعوك إلاَّ بشيءٍ قد كَتَبَهُ الله لكَ،
وإنِ اجتمعوا على أنْ يَضرُّوكَ بشيءٍ، لم يضرُّوك إلاَّ بشيءٍ قد كتبهُ الله عليكَ،
رُفِعَتِ الأقلامُ وجَفَّتِ الصُّحُفُ .
رواه الترمذيُّ ، وقال : حديثٌ حسنَ صَحيحٌ .وفي رواية غير التِّرمذي :
احفظ الله تجده أمامَك، تَعرَّفْ إلى اللهِ في الرَّخاء يَعْرِفْك في الشِّدَّةِ،
واعلَمْ أنَّ ما أخطَأَكَ لم يَكُن لِيُصِيبَكَ، وما أصابَكَ لم يَكُن ليُخطِئَكَ،
واعلَمْ أنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبر، وأنَّ الفَرَجَ مَعَ الكَرْبِ ، وأنَّ معَ العُسْرِ يُسراً.
Dari Abdullah bin Abbas -radhiallahu anhu-. Ia berkata: Dahulu aku berada dibelakang Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- di atas kendaraannya kemudian ia berkata: “Wahai anak muda, sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimatJagalah ALLAH niscaya Ia akan menjagamu. Jagalah ALLAH niscaya kau akan mendapati NYA di hadapanmu. Jika engkau berdo’a, berdo’alah kepada ALLAH. Dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada ALLAH. Dan ketahuilah! Sesungguhnya, seandainya seluruh manusia bersatu ingin memberikan kebaikan kepadamu, mereka tak akan sanggup kecuali sebatas apa yang telah ALLAH tetapkan bagimu. Juga, seandainya seluruhnya mereka bersatu ingin mendatangkan keburukan kepadamu, mereka tak akan sanggup kecuali sebatas apa yang telah ALLAH tetapkan atasmu. Kalam telah diangkat dan lembaran-lembaran catatan taqdir telah terlanjur kering.” (H.R. Tirmidzi dan ia berkata: Hadits hasan shohih.)Dan di dalam riwayat selain Tirmdzi:
Jagalah ALLAH niscaya engkau akan mendapatinya berada didepan mu. Ingatlah ALLAH ketika engkau dalam kelapangan, maka Ia akan mengingatmu ketika engkau dalam kesempitan. Dan ketahuilah, bahwa apa yang tak pantas bagi mu maka tak akam ALLAH timpakan kepadamu. Dan apa yang ALLAH timpakan kepadamu itu memang layak bagimu.Dan ketahuilah, bahwa pertolongan ALLAH bersama kesabaran, perjuangan itu bersama pengobanan, dan bersama kesulitan ada kemudahan.”

Tidak ada komentar:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif