Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla
- Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.
Bukti Cinta
Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.
(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)
Sabtu, 29 Desember 2012
KITAB TAUHID
KITAB TAUHID
Karya : SYEKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB
Penerjemah : M. YUSUF HARUN, MA
Murajaah : BAKRUN SYAFI’I, MA
DR.MUH.MU’INUDINILLAH BASRI, MA
ERWANDI TARMIZI
KATA PENGANTAR
Tauhid adalah pegangan pokok dan sangat
menentukan bagi kehidupan manusia, karena tauhid
menjadi landasan bagi setiap amal yang dilakukan.
Hanya amal yang dilandasi dengan tauhidullah,
menurut tuntunan Islam, yang akan menghantarkan
manusia kepada kehidupan yang baik dan kebahagiaan
yang hakiki di alam akhirat nanti.
Allah Ta’ala berfirman:“Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik
laki- laki maupun perempuan, sedang ia dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan
kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik lagi dari apa yang telah mereka kerjakan.”
(QS. An Nahl: 97).
Berdasarkan pada pentingnya peranan tauhid dalam
kehidupan manusia, maka wajib bagi setiap muslim
memperlajarinya.
Tauhid bukan sekedar mengenal dan mengerti bahwa
pencipta alam semesta ini adalah Allah; bukan sekedar
mengetahui bukti-bukti rasional tentang kebenaran wujud
(keberadaan) Nya, dan wahdaniyah (keesaan) Nya, dan
bukan pula sekedar mengenal Asma’ dan Sifat-Nya.
Iblis mempercayai bahwa Tuhannya adalah Allah;
bahkan mengakui keesaan dan kemaha-kuasaan Allah
dengan meminta kepada Allah melalui Asma’ dan Sifat-
Nya. Kaum jahiliyah kuno yang dihadapi Rasulullah
juga meyakini bahwa Tuhan Pencipta, Pengatur,
Pemelihara dan Penguasa alam semesta ini adalah Allah.
(Lihat Al Qur’an: 38: 82, 31: 25, 23: 84-89). Namun,
kepercayaan dan keyakinan mereka itu belumlah
menjadikan mereka sebagai makhluk yang berpredikat
muslim, yang beriman kepada Allah .
Dari sini timbullah pertanyaan: “Apakah hakikat
tauhid itu?
Tauhid adalah pemurnian ibadah kepada Allah.
Maksudnya yaitu: menghambakan diri hanya kepada
Allah secara murni dan konsekwen dengan mentaati
segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya,
dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan takut
kepada-Nya.
Untuk inilah sebenarnya manusia diciptakan Allah,
dan sesungguhnya misi para Rasul adalah untuk
menegakkan tauhid dalam pengertian tersebut di atas,
mulai dari Rasul pertama sampai Rasul terakhir, yaitu
Nabi Muhammad . (Lihat Al Qur’an: 16: 36, 21: 25, 7:
59, 65, 73, 85, dan lain-lain).
Maka buku di hadapan pembaca ini mempunyai arti
penting dan berharga sekali untuk mengetahui hakikat
tauhid dan kemudian menjadikannya sebagai pegangan
hidup.
Buku ini ditulis oleh seorang ulama yang giat dan
tekun dalam kegiatan da’wah Islamiyah. Beliau adalah
syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi, yang
dilakhirkan di Uyainah, tahun 1115 H (1703 M), dan
meninggal di Dir’iyyah (Saudi Arabia) tahun 1206 H
(1792 M).
Keadaan umat Islam -dengan berbagai bentuk amalan
dan kepercayaan- pada masa hidupnya, yang
menyimpang dari makna tauhid, telah mendorong syaikh
Muhammad bersama para muridnya untuk melancarkan
da’wah Islamiyah guna mengingatkan umat agar kembali
kepada tauhid yang murni.
Maka, untuk tujuan da’wahnya beliau menulis
sejumlah kitab dan risalah, yang di antaranya:
1. Kasyf Asy Syubuhat
2. Tafsir Al fatihah
3. Tafsir syahadah “La Ilaha Illah”
4. Kitab Al kabair
5. Ushul Al Iman
6. Ushul Al Islam
7. Al Masa’il Al lati kholafa fiha Rasulullah ﷺ
ahlal Jahiliyah
8. Aadab Al Masy-yi Ilash Sholah (Ala
madzhabil Imam Ahmad bin Hambal)
9. Al Amru bil ma'ruf wan Nahyu ‘anil Munkar
10. Mukhtashar Siraturrasul ﷺ
11. Kitab tauhid alladzi huwa Haqqullah ‘alal
‘ibad.
Buku terakhir inilah yang terjemahannya ada di
tangan pembaca.
Dan melalui buku ini, beliau berusaha untuk
menjelaskan hakikat tauhid, dan penerapannya dalam
kehidupan seorang muslim.
Dalam bab I, penulis menjelaskan hakikat tauhid dan
kedudukannya; dalam bab 2 & 3 menerangkan tentang
keistimewaan tauhid dan pahala yang diperoleh darinya;
dalam bab 4 mengingatkan agar takut terhadap perbuatan
yang bertentangan dengan tauhid, serta membatalkannya,
yaitu syirik akbar, atau perbuatan yang mengurangi
kesempurnaan tauhid, yaitu syirik ashghar; dalam bab 5
menjelaskan tentang kewajiban berda’wah kepada tauhid;
dan dalam bab 6 menjelaskan tentang makna tauhid dan
syahadat “la Ilaha Illallah”.
Upaya pemurnian tauhid tidak akan tuntas hanya
dengan menjelaskan makna tauhid, akan tetapi harus
dibarengi dengan penjelasan tentang hal-hal yang dapat
merusak dan menodai tauhid. Untuk itu, pada bab-bab
berikutnya, penulis berusaha menjelaskan berbagai
macam bentuk tindakan dan perbuatan yang dapat
membatalkan atau mengurangi kesempurnaan tauhid, dan
menodai kemurniannya, yaitu apa yang disebut dengan
syirik, baik syirik akbar maupun syirik asghar, dan halhal
yang tidak termasuk syirik tetapi dilarang oleh Islam,
karena menjurus kepada kemusyrikan, disertai pula
dengan keterangan tentang latar belakang historis
timbulnya syirik.
Terakhir, penulis menyebutkan dalil-dalil dari Al
Qur’an dan As Sunnah, yang menerangkan tentang
keagungan dan kekuasaan Allah, untuk menunjukkan
bahwa Allah adalah Tuhan yang paling berhak dengan
segala ibadah yang dilakukan manusia, dan Dialah Tuhan
yang memiliki segala sifat kemuliaan dan kesempurnaan.
Satu hal yang unik dalam metode pembahasan buku
ini, bahwa penulis tidak menerangkan atau membahas
tauhid dengan cara yang lazim kita kenal dalam bukubuku
masa kini. Pada setiap bab, penulis hanya
menyebutkan ayat ayat Al Qur’an dan hadits-hadits serta
pendapat-pendapat ulama salaf; kemudian beliau
menjabarkan bab-bab itu dengan menyebutkan
permasalahan-permasalahan penting yang terkandung
dan tersirat dari dalil-dalil tersebut.
Akan tetapi, justru dengan demikian, buku ini
menjadi lebih penting, sebab pembahasannya mengacu
kepada kitab dan Sunnah yang menjadi sumber hukum
bagi umat Islam.
Mengingat amat ringkasnya beberapa permasalahan
yang dijabarkan oleh penulis, maka dengan memohon
taufiq Allah, penerjemah memberikan sedikit keterangan
dan penjelasan dengan diapit oleh tanda dua kurung siku
“[…]” atau melalui catatan kaki.
Apa yang diharapkan oleh penulis bukanlah sekedar
mengerti dan memahami, tapi lebih dari itu, yaitu: sikap
dan pandangan hidup tauhidi yang tercermin dalam
keyakinan, tutur kata dan amalan.
Semoga buku ini bermanfaat bagi kita dalam usaha
mewujudkan ibadah kepada Allah dengan semurnimurninya.
Hanya kepada Allah kita menghambakan diri, dan
hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan.
Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan
kepada Nabi Muhammad ﷺ , keluarga dan para
sahabatnya.
*Penerjemah
Rabu, 26 Desember 2012
NABI ﷺ TIDAK DAPAT MEMBERI HIDAYAH KECUALI DENGAN KEHENDAK ALLAH
☛ TAUHID BAB 18 HAL 107-111
Sabtu, 22 Desember 2012
SY A F A’A T
BAB17
6. Adanya pertanyaan: “siapakah orang yang
Rabu, 19 Desember 2012
MALAIKAT MAKHLUK YANG PERKASA, BERSUJUD KEPADA ALLAH
BAB 16
MALAIKAT MAKHLUK YANG PERKASA,
BERSUJUD KEPADA ALLAH (41)
Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :“Sehingga apabila telah dihilangkan rasa takut dari
hati mereka (malaikat), mereka berkata: "apakah yang
telah difirmankan oleh Tuhanmu? Mereka menjawab:
"perkataan yang benar, dan Dialah Yang Maha Tinggi
lagi Maha Besar.” (QS. Saba’: 23).
segala macam ibadah. Karena apabila para malaikat,
sebagai makhluk yang sangat perkasa dan paling kuat,
bersujud di hadapan Allah yang Maha tinggi dan Maha
besar ketika mendengar firman-Nya, maka tidak ada yang
berhak dengan ibadah, puja dan puji, sanjungan dan
pengagungan kecuali Allah.
Diriwayatkan dalam kitab shahih Imam Bukhari, dari
Abu Hurairah Radiyallahu 'Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:“Apabila Allah menetapkan suatu perintah di atas
langit, para malaikat mengibas-ngibaskan sayapnya,
karena patuh akan firman-Nya, seolah-olah firman yang
didengarnya itu bagaikan gemerincing rantai besi (yang
ditarik) di atas batu rata, hal ini memekakkan mereka
(sehingga jatuh pingsan karena ketakutan), “sehingga
apabila telah dihilangkan rasa takut dari hati-hati
mereka, mereka berkata: “apakah yang telah
difirmankan oleh Tuhanmu? Mereka menjawab: “
(perkataan) yang benar, dan Dialah yang maha tinggi
lagi maha besar”, ketika itulah (syetan-syetan) pencuri
berita mendengarnya, pencuri berita itu sebagian diatas
sebagian yang lain - Sufyan bin Uyainah (42)
menggambarkan dengan telapak tangannya, dengan
direnggangkan dan dibuka jari jemarinya - ketika mereka
(penyadap berita) mendengar berita itu, disampaikanlah
kepada yang ada di bawahnya, dan seterusnya, sampai
ke tukang sihir dan tukang ramal, tapi kadang-kadang
syetan pencuri berita itu terkena syihab (meteor)
sebelum sempat menyampaikan berita itu, dan kadangkadang
sudah sempat menyampaikan berita sebelum
terkena syihab, kemudian dengan satu kalimat yang
didengarnya itulah tukang sihir dan tukang ramal itu
melakukan seratus macam kebohongan, mereka
mendatangi tukang sihir dan tukang ramal seraya
berkata: bukankah ia telah memberi tahu kita bahwa
pada hari anu akan terjadi anu (dan itu terjadi benar),
sehingga ia dipercayai dengan sebab kalimat yang
didengarnya dari langit”.
---------------------------------------------
(42) Sufyan bin Uyainah bin Maimun Al Hilali, salah seorang
periwayat hadits ini.
An – Nawwas bin Sam’an Radiyallahu 'Anhu menuturkan bahwa
Rasulullah ﷺ , bersabda:“Apabila Allah Subhanahu Wa Ta'ala
hendak mewahyukan perintah-
Nya, maka Dia firmankan wahyu tersebut, dan langit-langit
bergetar dengan kerasnya karena takut kepada
Allah Subhanahu Wa Ta'ala, dan ketika para malaikat mendengar firman
tersebut mereka pingsan dan bersujud, dan di antara
mereka yang pertama kali bangun adalah Jibril, maka
Allah sampaikan wahyu yang Ia kehendaki kepada Jibril,
kemudian Jibril melewati para malaikat, setiap ia
melewati langit maka para penghuninya bertanya
kepadanya: “apa yang telah Allah firmankan kepadamu?
Jibril menjawab: “Dia firmankan yang benar, dan
Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar, dan seluruh
malaikat yang ia lewati bertanya kepadanya seperti
pertanyaan pertama, demikianlah sehingga Jibril
menyampaikan wahyu tersebut sesuai dengan yang telah
diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala kepadanya.”
Kandungan bab ini:
1. Penjelasan tentang ayat yang telah disebutkan di
atas (43).
-----------------------------------------------------
(43)Ayat ini menerangkan keadaan para malaikat, yang mana
mereka adalah makhluk Allah yang paling kuat dan amat
perkasa yang disembah oleh orang-orang musyrik. Apabila
demikian keadaan meraka dan rasa takut mereka kepada
Allah ketika Allah berfirman, maka apakah pantas mereka
dijadikan sesembahan selain Allah? Tentu tidak pantas,
dan makhluk selain mereka lebih tidak pantas lagi.
2. Ayat tersebut mengandung argumentasi yang
memperkuat kebatilan syirik, khususnya yang
berkaitan dengan orang-orang shaleh, dan ayat
itu juga memutuskan akar-akar pohon syirik yang
ada dalam hati seseorang.
3. Penjelasan tentang firman Allah: “mereka
menjawab: “(perkataan) yang benar” dan
Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. (44)”
-----------------------------------------------------
(44)Firman Allah ini menunjukkan: bahwa Kalamullah
bukanlah makhluk (ciptaan), karena mereka berkata:
“Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhanmu?
menunjukkan pula bahwa Allah Maha Tinggi di atas
seluruh makhluk-Nya, dan Maha Besar yang kebesaran-
Nya tidak dapat dijangkau oleh pikiran mereka.
4. Menerangkan tentang sebab pertanyaan para
malaikat tentang wahyu yang difirmankan Allah.
5. Jibril kemudian menjawab pertanyaan mereka
dengan perkataan: “Dia firmankan yang benar
…”
6. Menyebutkan bahwa malaikat yang pertama kali
mengangkat kepalanya adalah Jibril.
7. Jibril memberikan jawaban tersebut kepada
seluruh malaikat penghuni langit, karena mereka
bertanya kepadanya.
8. Para malaikat penghuni langit jatuh pingsan
ketika mendengar firman Allah.
9. Langitpun bergetar keras ketika mendengar
firman Allah itu.
10. Jibril adalah malaikat yang menyampaikan
wahyu itu ke tujuan yang telah diperintahkan
Allah kepadanya.
11. Hadits di atas menyebutkan tentang adanya
syetan-syetan yang mencuri berita wahyu.
12. Cara mereka mencuri berita, sebagian mereka
naik di atas sebagian yang lain.
13. Peluncuran syihab (meteor) untuk menembak
jatuh syetan-syetan pencuri berita.
14. Adakalanya syetan pencuri berita itu terkena
syihab sebelum sempat menyampaikan berita
yang didengarnya, dan adakalanya sudah sempat
menyampaikan berita ke telinga manusia yang
menjadi abdinya sebelum terkena syihab.
15. Adakalanya ramalan tukang ramal itu benar.
16. Dengan berita yang diterimanya ia melakukan
seratus macam kebohongan.
17. Kebohongannya tidak akan dipercaya kecuali
karena adanya berita dari langit (melalui syetan
penyadap berita).
18. Kecenderungan manusia untuk menerima suatu
kebatilan, bagaimana mereka bisa bersandar
hanya kepada satu kebenaran saja yang
diucapkan oleh tukang ramal, tanpa
memperhitungkan atau mempertimbangkan
seratus kebohongan yang disampaikannya.
19. Satu kebenaran tersebut beredar luas dari mulut
ke mulut dan diingatnya, lalu dijadikan sebagai
bukti bahwa apa yang dikatakan oleh tukang
ramal itu benar.
20. Menetapkan sifat sifat Allah (seperti yang
terkandung dalam hadits di atas), berbeda dengan
faham Asy’ariyah yang mengingkarinya.
21. Penjelasan bahwa bergetarnya langit dan
pingsannya para malaikat itu disebabkan karena
rasa takut mereka kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala .
22. Para malaikat pun bersujud kepada Allah.
*Kitab Tauhid bab 16 hal 94-99
Minggu, 16 Desember 2012
TIDAK SEORANGPUN YANG BERHAK DISEMBAH SELAIN ALLAH
BAB 15
TIDAK SEORANGPUN YANG BERHAK
DISEMBAH SELAIN ALLAH
Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :“Apakah mereka mempersekutukan (Allah) dengan
berhala-berhala yang tidak dapat menciptakan
sesuatupun? Sedangkan berhala-berhala itu sendiri
buatan orang, dan berhala-berhala itu tidak mampu
memberi pertolongan kepada penyembah-penyembahnya
dan kepada dirinya sendiripun berhala-berhala itu tidak
dapat memberi pertolongan.” (QS. Al A’raf: 191-192).
“Dan sesembahan-sesembahan yang kalian mohon
selain Allah, tidak memiliki apa-apa walaupun setipis
kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tidak akan
mendengar seruanmu itu; kalaupun mereka mendengar,
mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu; dan
pada hari kiamat meraka akan mengingkari
kemusyrikanmu, dan tidak ada yang dapat memberikan
keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan oleh
Yang Maha Mengetahui. ” (QS. Fathir: 13-14).
Diriwayatkan dalam shahih (Bukhari dan Muslim)
dari Anas bin Malik Radiyallahu 'Anhu, ia berkata:“Ketika perang uhud Rasulullah ﷺ terluka
kepalanya, dan pecah gigi gerahamnya, maka beliau
bersabda: “Bagaimana akan beruntung suatu kaum yang
melukai Nabinya? Kemudian turunlah ayat: “Tak ada
hak apapun bagimu dalam urusan mereka itu”. (QS. Ali
Imran: 128).”
Dan diriwayatkan dalam shahih Bukhari dari Ibnu
Umar Radiyallahu 'Anhu bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda
ketika beliau berdiri dari ruku’ pada rakaat yang terakhir
dalam shalat shubuh:“Ya Allah, laknatilah si fulan dan sifulan”, setelah
beliau mengucapkan:setelah itu turunlah firman Allah:“Tak ada hak apapun bagimu dalam urusan mereka
itu”.
Dalam riwayat yang lain: “Beliau mendoakan semoga
Shafwan bin Umayah, Suhail bin Amr, dan Al Harits bin
Hisyam dijauhkan dari rahmat Allah”, maka turunlah
ayat:“Tak ada hak apapun bagimu dalam urusan mereka
itu”.
Diriwayatkan pula dalam shahih Bukhari dari Abu
Hurairah Radiyallahu 'Anhu ia berkata: “ketika diturunkan kepada
Rasulullah ﷺ firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :“Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang
terdekat.” (QS. Asy Syu’ara: 214).
Beliau berdiri dan bersabda: “Wahai orang-orang
Quraisy, tebuslah diri kamu sekalian (dari siksa Allah
dengan memurnikan ibadah kepadaNya). Sedikitpun aku
tidak bisa berbuat apa-apa dihadapan Allah untuk
kalian.
Wahai Abbas bin Abdul Muthalib, sedikitpun aku
tidak bisa berbuat apa-apa untukmu dihadapan Allah,
wahai Shafiyah bibi Rasulullah, sedikitpun aku tidak bisa
berbuat apa-apa untukmu dihadapan Allah nanti, wahai
Fatimah binti Rasulillah, mintalah kepadaku apa saja
yang kau kehendaki, tapi sedikitpun aku tidak bisa
berbuat apa-apa untukmu dihadapan Allah nanti”.
Kandungan bab ini:
1. Penjelasan tentang kedua ayat tersebut diatas (39).
-------------------------------------------------------
(39)Kedua ayat tersebut menunjukkan kebatilan syirik mulai
dari dasarnya, karena makhluk yang lemah ini, yang tidak
mempunyai kekuasaan apa-apa, tidak dapat dijadikan
sebagai sandaran sama sekali; dan menunjukkan pula
bahwa Allah lah yang berhak dengan segala macam ibadah
yang dilakukan manusia.
2. Kisah perang uhud.
3. Rasulullah, pemimpin para rasul, dalam shalat
subuh telah membaca qunut sedang para sahabat
dibelakangnya mengamini.
4. Orang-orang yang beliau doakan semoga Allah
menjauhkan rahmat-Nya dari mereka adalah
orang-orang kafir.
5. Mereka telah melakukan perbuatan yang tidak
dilakukan oleh orang-orang kafir yang lain,
antara lain melukai kepala Rasulullah, dan
berupaya untuk membunuh beliau, serta
mengoyak-ngoyak tubuh para korban yang
terbunuh, padahal yang terbunuh itu adalah sanak
famili mereka.
6. Terhadap peristiwa itulah Allah menurunkan
firman-Nya kepada beliau:
7. Allah berfirman:“Atau Allah terima taubat mereka, atau
menyiksa mereka.” (QS. Ali Imran: 128).
Kemudian Allah pun menerima taubat
mereka, dengan masuknya mereka ke dalam
agama Islam, dan menjadi orang-orang yang
beriman.
8. Dianjurkannya melakukan qunut nazilah, yaitu:
qunut yang dilakukan ketika umat Islam dalam
keadaan marabahaya.
9. Menyebutkan nama-nama mereka beserta nama
orang tua mereka ketika didoakan terlaknat di
dalam shalat, tidak membatalkan shalat.
10. Boleh melaknat orang kafir tertentu di dalam
qunut.
11. Kisah Rasulullah ﷺ ketika diturunkan kepada
beliau firman Allah “Dan berilah peringatan
kepada keluargamu yang terdekat”.
12. Kesungguhan Rasulullah ﷺ dalam hal ini,
sehingga beliau melakukan sesuatu yang
menyebabkan dirinya dituduh gila, demikian
halnya apabila dilakukan oleh orang mukmin
pada masa sekarang.
13. Rasulullah ﷺ memperingatkan keluarganya yang
paling jauh kemudian yang terdekat dengan
sabdanya: “sedikitpun Aku tidak bisa berbuat
apa-apa untukmu dihadapan Allah nanti” sampai
beliau bersabda: “wahai Fatimah putri Rasul,
aku tidak bisa berbuat untukmu apa-apa
dihadapan Allah nanti”.
Jika beliau sebagai pemimpin para rasul telah
berterus-terang tidak bisa membela putrinya
sendiri pemimpin kaum wanita di jagat raya ini,
dan jika orang mengimani bahwa apa yang beliau
katakan itu benar, kemudian jika dia memperhatikan apa yang terjadi pada diri kaum
khawash (40) dewasa ini, maka akan tampak
baginya bahwa tuhid ini sudah ditinggalkan, dan
tuntunan agama sudah menjadi asing.
-------------------------------------
(40)Kaum Khowash ialah: orang-orang tertentu yang
ditokohkan dalam masalah agama, dan merasa bahwa
dirinya patut diikuti, disegani dan diminta berkah doanya.
Kitab Tauhid Bab 15 hal 88-93
Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!
☛ Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,
1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)
2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”
3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)
☛ Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,
1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)
2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)
3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)
☛ Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,
1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)
2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)
3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)
4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)
5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)
6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)
7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)
8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)
9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)
☛ Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)
Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,
1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)
2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)
3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).
Selengkapnya klik DI SINI
Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?