Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Kamis, 26 Juli 2012

Kisah Kebenaran Syair Thala’al Badru ‘Alaina

bulan purnama


Syarir lagu ini termasuk berita yang erat kaitannya dengan hijrah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Baihaqi dalam Ad-Dalail meriwayatkan dengan sanadnya dari Ubaidullah bin Aisyah yang berkata, “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, para wanita dan anak-anak mengucapkan:
Thala’al badru ‘alaina
Bulan purnama muncul pada kita
Min saniyyatil Wada’’
Dari bukit Tsaniyatil Wada’
Wajaba syukru ‘alaina
Syukur wajib kita haturkan
Mada’a lil ahida
Atas apa yang diserukan penyeru pada Allah
Baihaqi meriwayatkannya di tempat terpisah dalam Ad-Dalail pada bab orang-orang menyambut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat pulang dari perang Tabuk. Kemudian ia mengatakan, “Ini disebutkan ulama-ulama kami saat beliau hijrah ke Madinah dari Mekah, dan kami telah menyebutkan di tempatnya. Bukan ketika beliau tiba di Madinah melalui bukit Tsaniyah Wada’ saat beliau datang dari Tabuk, wallahu a’lam. Namun kami juga menyebutkan kisah ini di sini.”
Al-Hafizh Al-Iraqi mengomentari riwayat ini sebagai hadis mu’dhal, sebab perawi kisah Ubaidullah bin Aisyah (salah satu guru Bukhari) meninggal tahun 228 H. Jadi antara ia dan peristiwa kisah ini ada jarak yang panjang. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Al-Fath, mengatakan, “Abu Sa’id mengeluarkan dalam Syaraful Mushthafa dan kami meriwayatkannya dalam Fawaidul Khal’i dari jalr Ubaidullah bin Aisyah secara munqathi (terputus sanadnya), “Saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk Madinah, budak-budak wanita serentak mengucapkan:
Bulan purnama muncul pada kita
Dari bukit Tsaniyatil Wada’
Syukur wajib kita haturkan
Atas apa yang diserukan penyeru pada Allah
Ini adalah sanad yang mu’dhal. Boleh jadi peristiwa ini terjadi saat kedatangan beliau dari perang Tabuk.” Bukhari meriwayatkan dalam shahihnya. Ia berkata, “Abdullah bin Muhammad bercerita kepada kami, Sufyan bercerita kepada kami, dari Zuhri, dari Saib bin Yazid yang menuturkan, ‘Aku ingat saat aku keluar bersama-sama anak kecil ke bukit Tsaniyatil Wada’ untuk menyambut kedatangan Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam dari perang Tabuk’.”
Ibnu Hajar berkata, “Dawudi mengingkari riwayat ini. Ibnul Qayyim mengikutinya dan berkata, ‘Tsaniyah Wada’ itu letaknya searah dengan Mekah, bukan Tabuk. Bahkan arah Tabuk berlawanan dengan arah Tsaniyah Wada’ seperti Timur dan Barat.’
Ibnul Qayyim melanjutkan, ‘Kecuali bila ada bukit lain ke Tabuk. Tsaniyah adalah tanah yang tinggi. Dikatakan juga, jalan di gunung.’ Aku (Ibnu Hajar) berkata, ‘Letak Tsaniyah Wada’ di arah Hijaz tidak menutup kemungkinan orang yang bepergian ke Syam melewati arah tersebut. Ini sesuatu yang jelas. Sebagaimana bisa masuk Mekah lewat satu bukit dan keluar meninggalkannya melalui bukit lain, di mana kedua arah ini nantinya bertemu di satu jalan.
Dalam Al-Halabiyat kami telah meriwayatkan dengan sanad munqathi tentang ucapan kaum wanita ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, ‘Bulan purnama muncul pada kita dari bukit Tsaniyatil Wada’.’ Dikatakan, peristiwa ini terjadi saat kedatangan beliau ke Madinah dalam hijrah, dan dikatakan pula saat beliau tiba dari perang Tabuk.” Demikian Ibnu Hajar menyandarkan pada Ibnul Qayim babwa ia berkata “Tsaniyah Wada’ letaknya searah dengan Mekah, bukan Tabuk.: sementara ucapan Ibnul Qayyim benar-benar berbeda. Ia megnatakan, “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah dekat dengan Madinah, orang-orang keluar untuk menyambut beliau. Para wanita, anak-anak dan budak-budak ikut keluar, mereka mengucapkan:
Bulan purnama muncul pada kita
Dari bukit Tsaniyatil Wada’
Syukur wajib kita haturkan
Atas apa yang diserukan penyeru pada Allah
Sebagai perawi keliru dalam masalah ini dengan mengatakan babwa ini terjadi kala kedatangan beliau di Madinah dari Mekah. Ini satu kesalahan nyata, sebab bukit Tsaniyah Wada berada di arah Syam. Orang yang datang dari Mekah ke Madinah tidak bisa melihatnya dan tidak melewatinya kecuali bila ia menuu ke arah Syam terlebih dahulu.”
Sebab penamaan Tsaniyah Wada’ dan babwa bukti ini terletak di arah Tabuk telah disebutkan dalam peristiwa lain, yakni dalam pengharaman nikah mut’ah. Al-Hafizh Ibnu hajar berkata, “Hazimi mengeluarkan hadis Jabir yang menuturkan, “Kami berangkat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke perang Tabuk. Saat kami sampai di sebuah bukit dekat Syam, datanglah para wanita yang sebelumnya kami pernah nikah mut’ah dengan mereka. Mereka berseliweran di tempat kendaraan kami. Tidak lama kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dan kami menceritakan hal itu pada beliau. Ternyata beliau marah dan langsung berkhotbah. Beliau memuji Allah dan menyanjung-Nya kemudian melarang nikah mut’ah. Maka di hari itu kami saling meninggalkan (nikah mut’ah). Karena itulah, maka tempat itu disebut Tsaniyatul Wada (bukit perpisahan).” Hadis ini tidak shahih, karena bersumber dari jalur Abbad bin Katsir, seorang perawi yang ditinggalkan.” Syaikh Al-Albani berkata, “Kisah ini secara keseluruhan tidak terbukti shahih.”
Di antara indikasi kelemahan kisah ini, babwa riwayat-riwayat yang shahih tentang masuknya Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah saat hijrah tidak menyebutkan –meskipun hanya secara implisit– apa yang bisa menjadi bukti kebenaran kisah ini. Bahkan riwayat-riwayat shahih ini menceritakan kata sambutan penduduk Madinah kala beliau tiba. Bukhari, dalam Shahih-nya bab hijrah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat ke Madinah, meriwayatkan hadis Anas bin Malik. Di dalamnya disebutkan, ‘Maka di Madinah ada yang mengatakan, ‘Nabi Allah datang, Nabi Allah datang.’ Lantas mereka menuju tempat tinggi untuk melihat, mereka mengucapkan, “Nabi Allah datang…”
Dan dalam hadis Bara’ bin Azib disebutkan,” …kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang. Aku tidak pernah melihat penduduk Madinah bersuka cita seperti suka cita mereka lantaran kedatangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan, para budak wanita meneriakkan, ‘Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam datang’.” Dalam riwayat lain, “Lantas para lelaki dan wanita naik ke atap rumah, sedang anak-anak dan para pelayan berhamburan di jalan-jalan. Mereka meneriakkan, ‘Wahai Muhammad, wahai Rasulullah. Wahai Muhamamd, wahai Rasulullah’.”
Sebagai catatan, Ash-Shalihi mengutip dari Muqairizi babwa syair ini diucapkan ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali dari perang Badar. Berarti ini pendapat ke tiga. Tetapi telah dijelaskan bahwa riwayat syair ini tidak shahih. Ibnu Ishaq yang terkenal sangat memperhatikan sirah dan mengikuti peristiwa-peristiwanya tidak menyebutkan lagu ini dalam kitab sirahnya.
Sumber: Masyhur Tapi Tak Shahih Dalam Sirah Nabawiyah, Muhammad bin Abdullah Al-Usyan, Zam-Zam, Cetakan: 1 April 2010

Tidak ada komentar:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif