Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Minggu, 01 Juli 2012

Tanggung Jawab Orang Tua Tehhadap Anak

Tanggung Jawab Kedua Orang Tua serta Para Pengajar

Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا}
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. (At-Tahrim: 6)
Seorang ibu, ayah, serta pengajar, akan ditanya di hadapan Allah tentang pendidikan generasi ini. Apabila mereka baik dalam mendidik, maka generasi ini akan bahagia dan begitu pula mereka juga akan bahagia di dunia dan akhirat. Namun, apabila mereka mengabaikan pendidikan generasi ini, maka generasi ini akan celaka, dan dosanya akan ditanggung oleh pundak-pundak mereka. Oleh karena itu dikatakan dalam sebuah hadits,
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَ كُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin dan pemimpin akan ditanyai tentang kepemimpinannya” (Muttafaqun ‘alaihi).
Berita gembira bagimu wahai para pengajar, dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam,
فَوَاللهِ لَيَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ خُمْرِ النَّعَمَ
“Demi Allah, jika Allah menunjuki seseorang lewatmu, ini lebih baik daripada unta-unta merah”
Berita gembira bagi kalian berdua wahai ayah dan ibu, dengan sebuah hadits yang shahih:
اِذَ مَاتَ اْلإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلَثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
“Apabila seorang manusia meninggal, maka amalannya terputus kecuali tiga perkara. Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat serta anak shalih yang mendoakannya” (HR. Muslim).
Wahai para pengajar, hendaknya engkau memperbaiki dirimu terlebih dahulu. Kebaikan menurut anak-anak adalah apa-apa yang engkau lakukan. Sebaliknya, keburukan menurut mereka adalah apa-apa yang engkau tinggalkan. Baiknya perilaku pengajar dan kedua orang tua di hadapan anak-anak merupakan sebaik –baiknya pendidikan bagi mereka.

Kewajiban para Pendidik dan Pengajar
1. Mengajari anak-anak ucapan “Lailaha illallah Muhammadur Rasulullah”, serta memahamkan kepadanya makna kalimat tersebut ketika dia besar, yaitu “Tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah melainkan Allah”.
2. Menanamkan rasa cinta serta keimanan kepada Allah di dalam hati anak karena Allah semata-lah yang telah menciptakan, memberi rezeki dan menolong kita. Tak ada sekutu bagi-Nya.
3. Mengajari anak-anak untuk meminta serta memohon pertolongan hanya kepada Allah karena sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada putra pamannya,
إِذَا سَأَلْتَ فَسْأَلِ اللَّهَ ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ
“Jika engkau meminta, mintalah kepada Allah. Jika engkau memohon pertolongan, memohonlah kepada Allah” (HR. At-Tirmidzi dan beliau berkata haditsnya hasan shahih).
Memperingatkan dari Perkara-Perkara yang Diharamkan
1. Memperingatkan anak-anak dari kekafiran, celaan, laknat serta perkataan yang kotor serta memahamkan mereka dengan lemah lembut bahwa kekafiran itu menyebabkan kerugian serta masuk ke dalam neraka. Dan hendaknya kita menjaga lisan kita di hadapan mereka agar kita menjadi teladan yang baik bagi mereka.
2. Memperingatkan dari perbuatan syirik kepada Allah: Yaitu beribadah kepada selain Allah, misalnya kepada orang-orang yang telah mati, meminta pertolongan kepada mereka. Mereka itu hanyalah hamba yang tidak berkuasa atas kemudharatan serta kemanfaatan. Allah ta’ala berfirman:
{وَلاَ تَدْعُ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَنفَعُكَ وَلاَ يَضُرُّكَ فَإِن فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِّنَ الظَّالِمِينَ}
“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, Maka Sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim”. (Yunus: 106)
3. Memperingatkan anak-anak dari judi dengan berbagai macam jenisnya seperti lotere, meja judi, dan yang selain itu meskipun hal tersebut hanya sebagai hiburan. Karena perkara itu mengarah kepada taruhan, menyebabkan permusuhan, serta merupakan kerugian bagi diri, harta dan waktunya dan akan menyia-nyiakan shalat.
4. Melarang anak-anak dari melihat membaca majalah-majalah cabul, gambar-gambar yang telanjang serta kisah-kisah kriminal dan kisah-kisah berbau seks. Juga melarang mereka dari film-film di bioskop dan televisi karena akan membahayakan akhlaq serta masa depan mereka.
5. Memperingatkan mereka dari bahaya merokok dan memahamkan mereka bahwa para dokter telah sepakat bahwa rokok tersebut membahayakan jasmani, menyebabkan kanker, merusak gigi, menyebabkan bau tak sedap, merusak paru-paru. Tidak terdapat satu manfaat pun di dalam rokok. Maka haram menghisap serta membelinya. Sarankan baginya untuk mengkonsumsi buah atau cemilan untuk menggantikan rokok tersebut.
6. Membiasakan anak-anak dengan sifat jujur dalam perkataan serta perbuatan dengan cara kita tidak berdusta kepada mereka meskipun cuma bercanda. Jika kita berjanji kepada mereka, maka penuhilah janji tersebut. Di dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذِبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ.
“Tanda munafiq itu ada tiga: Jika berbicara dia berdusta, jika berjanji dia tidak tepati, dan jika diamanahi maka dia berkhianat” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
7. Tidak memberi makan anak-anak kita dengan harta yang haram seperti sogokan, riba, harta curian dan harta yang didapat dari menipu. Ini merupakan sebab keburukan, kebandelan serta kemaksiatan mereka.
8. Tidak mendoakan anak dengan kecelakaan dan kemurkaan karena doa itu akan dikabulkan meski itu kebaikan maupun keburukan. Terkadang doa kejelekan itu akan menambah kesesatan bagi diri mereka. Sebaiknya kita katakan kepada anak kita, “Ashlahakallah (semoga Allah memperbaikimu)”.

Mengajari Shalat
1. Wajib mengajari shalat kepada anak, laki-laki dan perempuan di masa kecil mereka sehingga mereka terbiasa ketika besar karena sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam sebuah hadits shahih:
عَلِّمُوْا اَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ إِذَا بَلَغُوْا سَبْعًا وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا إِذَا بَلَغُوْا عَشْرًا وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Ajari anak-anak kalian shalat jika usianya sudah tujuh tahun. Dan pukullah mereka jika telah mencapai usia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka” (Shahih. Lihat Shahih Shahihil Jami’ karya Al-Albani).
Bentuk pengajarannya bisa lewat berwudhu dan shalat di hadapan mereka serta pergi ke masjid bersama mereka. Bisa juga dengan mendorong mereka untuk mempelajari buku-buku pelajaran shalat untuk mengajari seluruh anggota keluarga tentang shalat. Ini adalah perkara yang diinginkan dari seorang pengajar dan kedua orang tua. Setiap peremehan terhadap perkara ini akan ditanya oleh Allah kelak.
2. Mengajarkan Al-Quran Al-Karim kepada anak-anak. Dimulai dengan surat Al-Fathihah dan surat-surat yang pendek serta doa tahiyat untuk shalat. Dan menyediakan guru khusus bagi mereka yang mengajari tajwid, menghapal Al-Quran serta hadits.
3. Menyemangati anak-anak untuk shalat Jum’at dan shalat jama’ah di masjid dengan posisi di belakang laki-laki dewasa. Dan hendaknya berlemah lembut dalam menasihati mereka jika mereka tersalah. Jangan membentak dan mencela mereka, khawatirnya mereka akan meninggalkan shalat dan setelah itu kita akan berdosa.
4. Membiasakan anak-anak untuk berpuasa ketika berusia tujuh tahun agar kelak mereka terbiasa ketika dewasa.
Penutup Kepala dan Hijab
1. Memberikan dorongan kepada anak perempuan dalam mengenakan penutup saat mereka kecil agar mereka terbiasa ketika besar. Jangan memakaikan kepada mereka pakaian yang pendek. Jangan pula kenakan celana panjang atau kemeja, karena hal tersebut meniru laki-laki dan orang-orang kafir. Ini juga merupakan sebab pengaruh negatif bagi para pemuda. Dan wajib bagi kita memerintahkan untuk mengenakan kerudung di atas kepalanya ketika dia berusia tujuh tahun serta menutup wajahnya ketika telah dewasa dan menggunakan pakaian hitam yang panjang, menutupi dan lebar yang menjaga kemuliaannya. Dan Al-Quran Al-Karim menyeru seluruh wanita mu’minat untuk berhijab, Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ
Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. (Al-Ahzab: 59).
Dan Allah ta’ala melarang wanita mu’minat untuk berhias dan memperlihatkan wajahnya. Dia berfirman,
وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu (Al-Ahzab: 23)
2. Menasihati anak-anak untuk mengenakan pakaian yang sesuai dengan jenis kelaminnya agar membedakan diri dari jenis kelamin lawannya serta dari pakaian asing dan model-modelnya seperti celana yang ketat. Begitu juga dengan budaya-budaya yang membahayakan. Di dalam sebuah hadits yang shahih Rasulullah bersabda,
لعن النبي صلى الله عليه وسلم المتشبهين من الرجال بالنساء والمتشبهات من النساء بالرجال ، ولعن المخنثين من الرجال ، والمترجلات من النساء
“Nabi melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, dan para wanita yang menyerupai laki-laki. Juga melaknat para banci dari kalangan pria serta wanita yang bertingkah seperti laki-laki.” (HR. Al-Bukhari).
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang meniru sebuah kaum, maka dia termasuk mereka.” (Shahih, HR. Abu Daud)

Akhlaq dan Adab
1. Membiasakan anak menggunakan tangan kanan ketika menerima dan memberi, makan dan minum, menulis, serta menghidangkan jamuan. Mengajarkan mereka untuk mengucapkan bismillah pada setiap kali memulai setiap pekerjaan, khususnya untuk makan dan minum hendaknya dia lakukan dalam keadaan duduk dan mengucapkan alhamdulillah ketika selesai.
2. Membiasakan anak untuk bersih, memotong kuku, dan mencuci tangan sebelum makan dan setelahnya. Mengajari mereka istinja’ (bercebok) dan mengambil tisu setelah buang air untuk membersihkan kotoran atau mencuci dengan air agar sah shalatnya dan tidak menajisi pakaiannya.
3. Hendaknya berlemah lembut dalam menasihatinya dengan diam-diam, dan tidak mengumbar kesalahannya. Apabila dia membandel, maka kita tidak mengajaknya bicara selama tiga hari dan tidak ditambah.
4. Memerintahkan anak-anak untuk diam saat terdengar adzan dan menjawab ucapan muadzin dengan semisal apa yang diucapkan muadzin. Kemudian bershalawat kepada Nabi dan mengucapkan doa wasilah,
اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ اَلدَّعْوَةِ اَلتَّامَّةِ, وَالصَّلَاةِ اَلْقَائِمَةِ, آتِ مُحَمَّدًا اَلْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ, وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا اَلَّذِي وَعَدْتَهُ
“Ya Allah, Rabb pemilik panggilan yang sempurna ini dan shalat yang ditegakkan. Berikanlah Muhammad wasilah dan keutamaan, dan bangkitkanlah untuknya tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan”. (HR. Al-Bukhari).
5. Hendaknya kita menyediakan tempat tidur yang terpisah bagi masing-masing anak jika memungkinkan. Kalau tidak bisa, maka pisahkan selimutnya. Dan yang lebih utama adalah mengkhususkan kamar bagi anak perempuan dan kamar khusus bagi anak laki-laki. Ini akan menjaga akhlaq serta kesehatan mereka.
6. Membiasakannya untuk tidak membuang sampah di jalan serta menyingkirkan apa yang mengganggu di jalan tersebut.
7. Memperingatkan dari genk-genk yang buruk serta mengawasi mereka dari nongkrong di jalan.
8. Memberikan salam kepada anak-anak di rumah dan di jalan dan menebarkannya dengan lafazh “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh”.
9. Berwasiat kepada anak-anak untuk berbuat baik kepada tetangganya dan tidak memusuhi mereka.
10. Membiasakan anak untuk memuliakan tamu, menghormati serta berusaha menjamunya.
Jihad dan Keberanian
1. Menyediakan waktu khusus untuk duduk bersama keluarga serta para murid dan membacakan buku tentang sirah Rasul shallallahu ‘alaihi wassalam serta sirah shahabatnya. Agar mereka mengetahui bahwa beliau adalah sosok yang pemberani, dan sahabat-sahabat beliau seperti Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali dan Muawiyah telah membebaskan negeri-negeri kita. Ini merupakan sebab datangnya hidayah Allah kepada kita. Mereka ditolong dengan sebab keimanan dan peperangan mereka, pengamalan mereka terhadap Al-Quran dan As-Sunnah, serta akhlak mereka yang tinggi.
2. Mendidik anak-anak agar berani, beramar ma’ruf nahi munkar, dan hendaknya mereka tidaklah takut melainkan hanya kepada Allah. Dan tidak boleh menakut-nakuti mereka dengan cerita-cerita bohong, horor serta menakuti mereka dengan gelap.
3. Menanamkan pada anak-anak dendam kesumat kepada Yahudi dan orang-orang zhalim. Pemuda-pemuda kita akan membebaskan Palestina dan Al-Quds ketika mereka kembali mempelajari Islam dan berjihad di jalan Allah dan mereka akan ditolong dengan seizin Allah.
4. Memberi kisah-kisah pendidikan Islam yang bermanfaat seperti serial kisah Al-Quran Al-Karim dan sirah nabawiyah serta tokoh-tokoh sahabat dan para pahlawan muslim seperti kitab:
1. Asy-Syama’il Muhammadiyah wal Akhlaqun Nabawiyah dan Adab Al-Islamiyah
2. Min Bada’il Qashash An-Nabawi Ash-Shahih
Bersikap Adil dalam Pemberian kepada Anak-anak
1. Dari Nu’man bin Basyir, beliau berkata, “Ayahku memberikan sebagian hartanya kepadaku, maka ibuku (Umarah bintu Rawahah) berkata, “Aku tidak ridha sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyaksikannya. Maka ayahku menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mempersaksikan pemberian tersebut. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apakah engkau membagikannya kepada seluruh anakmu?” Ayahku menjawab, “Tidak”. Rasulullah bersabda, “Bertaqwalah kepada Allah dan berbuat adillah di antara anak-anak kalian”. (Muttafaqun alaihi).
Di dalam riwayat yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Kalau begini, janganlah engkau minta aku mempersaksikannya, karena sesungguhnya aku akan menyaksikan sesuatu yang rusak”. (HR. Muslim dan An-Nasa’i).
2. Berpeganglah dengan keadilan –wahai saudaraku muslim- di antara anak-anakmu di dalam pemberian dan wasiat. Janganlah engkau mengharamkan (tidak memberi) hak warisan seseorang pun dari anakmu. Bahkan hendaknya engkau ridha dengan apa yang Allah tentukan dan membaginya. Jangan mengutamakan hawa nafsu dan kecenderungan hati kepada sebagian ahli waris dan tidak kepada sebagian lainnya, karena ini akan membawamu masuk ke dalam api neraka. Betapa banyak orang yang menentukan harta mereka hanya untuk sebagian ahli waris mereka, sehingga muncullah dendam dan kebencian di antara para ahli waris. Ini menyebabkan mereka pergi ke pengadilan serta menghabiskan harta-harta mereka untuk para hakim dan pengacara.

(Diterjemahkan dari Kitab Kaifa Nurabbi Auladana karya Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, penerjemah: Abu Umar Al Bankawy, muraja’ah: Al Ustadz Ali Basuki)
sumber ; http://ulamasunnah.wordpress.com/2011/05/28/tanggung-jawab-kedua-orang-tua-serta-para-pengajar/#more-1312

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Saya ingin menjadi akrab dengan apa yang dapat mendukung lebah di di keramaian seseorang sehingga itu saja tidak yang tidak bisa menawarkan jawaban harfiah.

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif