Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Senin, 02 September 2013

Cintailah Rosulullah-Shallallahu alaihi wa sallam- Dengan Cara Yang Dia cintai

“Cintailah Dia -Shallallahu alaihi wa sallam- Dengan Cara Yang Dia cintai!”

حدثني أبو عقيل، زهرة بن معبد: أنه سمع جده عبد الله بن هشام قال:كنا مع النبي صلى الله عليه وسلم، وهو آخذ بيد عمر بن الخطاب، فقال له عمر: يا رسول الله، لأنت أحب إلي من كل شيء إلا من نفسي، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: (لا، والذي نفسي بيده، حتى أكون أحب إليك من نفسك).
فقال له عمر: فإنه الآن، والله، لأنت أحب إلي من نفسي، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: (الآن يا عمر)
Suatu hari, sebagaimana yang diceritakan oleh Ibn Ma’bad bin Abdillah dari kakeknya, bahwasanya kakeknya (Abdullah ibn Hisyam) pernah bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan ketika itu beliau Shallallahu alaihi wa sallam memegang tangan Umar ibn Al Khaththab radhiallahu anhu. Maka Umarradhiallahu anhu pun berkata, “Demi ALLAH, ya Rasulullah. Sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali diriku.” Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pun menanggapi, “Demi Zat Yang jiwaku di tangan-Nya. Sampai aku engkau cintai melebihi dirimu sendiri.” Kemudian Umar pun berkata, “Sejak saat ini engkau lebih aku cintai dari pada diriku sendiri.” Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pun menyambut,” Ya begitu, Umar.” -(HR: Al Bukhari)-
Berdasarkan Hadits di atas dan dalil-dalil lainnya -baik Al Qur’an maupun As-Sunnah- cinta kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam merupakan kewajiban setiap orang beriman. Bahkan kewajiban (cinta) tersebut belum terlaksana sampai kita mencintai beliau Shallallahu alaihi wa sallam lebih dari pada cinta kita terhadap diri, anak, atau orang tua kita sendiri. Sebagaimana sabdanya Shallallahu alaihi wa sallam :
عن أنس قال: قال النبي صلى الله عليه وسلم: لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين (البخاري
(Tidaklah beriman kalian sampai aku lebih dicintai oleh kalian dari pada orang tua, anak, dan segenap manusia) (HR: Al Bukhari)
Sungguh, betapa beratnya konsekuensi yang dituntut dari orang yang mengaku beriman itu. Bahkan ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa mengancam mereka yang cintanya kepada sesuatu melebihi cintanya kepada ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa dan Rasul-NYA.
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَاأَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ (التوبة:24)
(Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada ALLAH dan Rasul-NYA dan dari berjihad di jalan-NYA, Maka tunggulah sampai ALLAH mendatangkan Keputusan NYA.” Dan ALLAH tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.) (At-Taubah: 24)
Namun demikian ALLAH Subhaanahu wa ta’alla tidak pernah membebani hamba-NYA lebih dari kesanggupannya. ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa tak pernah membiarkan hamba-NYA dalam kebingungan. Dan juga ALLAHSubhaanahu wa ta’alaa tidak pernah membiarkan segala sesuatu tanpa kepastian dan tolok ukur.
Ketika ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa memerintahkan hamba-NYA yang beriman untuk mencintai NYA, IA tunjukkan bagaimana caranya. Yakni, dengan perintah agar hamba-NYA meneladani Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.Maka jadilah Ittiba(meneladani Sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ) sebagai tanda sekaligus ukuran cintanya seorang hamba kepada ALLAHSubhaanahu wa ta’ala (-lihat: Ali Imran:31-). Demikian pula ketika ALLAHSubhaanahu wa ta’alaa memerintahkan hamba-NYA untuk mencintai Rasul-NYA, IA tunjukkan pula bagaimana caranya. Yakni, dengan memperlihatkan -melalui Sirah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam- bagaimana cara orang-orang di sekitarnya, yakni para Shahabat -radhiallahu anhum-, mencintai beliauShallallahu alaihi wa sallam.
Sirah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bukan hanya sumber otentik bagi kita untuk mengetahui perjalanan hidup dan keperibadian beliau -Shallallahu alaihi wa sallam- .Lebih dari itu, ia juga merupakan sumber otentik bagi kita untuk mengetahui bagaimana sikap orang-orang yang ada di sekitarnya pada masa itu, baik yang mendukung dan membela da’wahnya, maupun yang menentang dan memusuhinya. Ekspresi kebencian kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan As-Sunnah di dalam segala cara dan manifestasinya -yang dilakoni oleh musuh-musuh Islam- dapat kita temui di dalam Sirah. Begitu pula, ekspresi kecintaan kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan As-Sunnah di dalam segala cara dan manifestasinya -yang dilakoni oleh pembela-pembela Islam, yakni Shahabat- juga dapat kita temui di dalam Sirah.
Para Shahabat radhiallahu anhum -yang telah ALLAH Subhaanahu wa ta’alaataqdirkan hidup bersama dan menyertai Beliau Shallallahu alaihi wa sallam-merupakan sebaik-baik manusia setelah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallamdan para Nabi -alaihimussalaam-Hal ini ALLAH Subhaanahu wa ta’alaanyatakan di dalam Firman-NYA:
(كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ) (آل عمران: من الآية110)
(Kalian adalah sebaik-baik umat yang ditampilkan bagi manusia……) (Ali Imran: 110)
Bahkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pun bersaksi akan hal itu, sebagaimana di dalam sabdanya:
(قال النبي صلى الله عليه وسلم: خيركم قرني، ثم الذين يلونهم، ثم الذين يلونهم) (البخاري)
(Sebaik-baik kalian adalah generasiku. Kemudian setelah itu, kemudian setelah itu) (HR: Al Bukhari)
Adapun cara dan manifestasi kecintaan para Shahabat radhiallahu anhumkepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam itu antara lain:
  1. Ingin senantiasa dekat dan bersama Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.
  2. Meniru hampir seluruh perilaku dan apa-apa yang dikenakan NabiShallallahu alaihi wa sallam.
  3. Membela kehormatan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dari segala celaan para pencela.
  4. Melindungi dan membentengi Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dari segala yang dapat membahayakan dan menciderai tubuhnya.
  5. Melayani, memuliakan, dan mendahulukan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam di atas seluruh manusia.
Tak ada satupun manusia yang mengalahkan mereka di dalam kelima hal di atas. Begitu pula, tak ada manusia di muka bumi ini yang lebih cinta kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan lebih tahu bagaimana cara mencintai beliau dibanding para Shahabat radhiallahu anhumDan sesungguhnya bukan hanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang ridho atas perbuatan para Shahabatnya  tadibahkan ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa pun ridho terhadap mereka -yang tentunya termasuk terhadap cara mereka memperlakukan dan mencintai Nabi-NYA Shallallahu alaihi wa sallam-.
(وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ) (التوبة: من الآية100)
(Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, ALLAH ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada ALLAH.)(At-Taubah:100)
Maka seandainya ada seorang bertanya kepada kita: Dari mana kita dapat mengetahui ungkapan -mencintai Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallamyang disukai atau yang dibenci oleh Beliau Shallallahu alaihi wa sallam? Maka jawabnya adalah: Dari bagaimana cara para Shahabat radhiallahu anhummemperlakukan Beliau Shallallahu alaihi wa sallam.
Perhatikanlah apa yang dikatakan oleh Anas ibn Malik radhiallahu anhu:
ما كان في الدنيا شخص أحب إليهم رؤية من رسول الله وكانوا إذا رأوه لم يقوموا له لما يعلمون من كراهيته
(Tak ada seorang pun di dunia ini yang lebih cinta kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam selain kami. Tetapi kami tak pernah berdiri untuk menyambut kedatangan beliau, disebabkan kami mengetahui yang demikian itu tak beliau sukai)
Melalui Atsar di atas bukan saja kita mengetahui bahwa para Shahabatradhiallahu anhum adalah orang-orang yang paling cinta kepada RasulullahShallallahu alaihi wa sallam dan paling mengetahui bagaimana cara mencintai beliau. Lebih dari itu kita dapat mengetahui, bahwa ternyata mencintai Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam itu ada kaedahnya.
Yakni, hendaknya ungkapan kecintaan tersebut tidak dalam bentuk yang justru tidak disukai atau dibenci oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Perhatikan, bagaimana Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menolak antusias Shahabat radhiallahu anhum yang berlebihan dalam mengekspresikan kecintaan serta penghormatan terhadap Beliau Shallallahu alaihi wa sallam:
جاء وفد بني عامر إلى النبى فقالوا: “أنت سيدنا….”
قال: “السيد هو ألله”
قالوا: “وأفضلنا و أعظمنا طولا”
قال: “قولوا بقولكم ولا يستهوينكم الشيطان. أنا عبد الله ورسوله (رواه أحمد, أبو داود, النسائ)
(Datang utusan Bani Amir kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan berkata, “Engkau adalah Sayyid kami…” Maka Beliau Shallallahu alaihi wa sallam menjawab, ” As-Sayyid itu ALLAH.” Dan sebagian mereka berkata, “Engkau paling afdhol di antara kita dan paling tinggi derajatnya.” Maka Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berkata,” Bicaralah biasa-biasa saja. Jangan biarkan syaithan menggelincirkan kalian. Aku tak lebih dari hamba-ALLAH dan Rasul-NYA.”) (HR: Ahmad, Abu Daud, dan An-Nasaa’i)
Juga Beliau Shallallahu alaihi wa sallam menolak dikultuskan dan diperlakukan -bagaimanapun bentuk dan caranya- sebagaimana orang Nasrani berbuat terhadap Nabi Isa Alaihissalaam. Perhatikanlah sabdanya:
لا تطروني كما أطرت النصارى بن مريم. فإنما أنا عبدالله. فقولوا: عبد الله ورسوله (رواه البخاري)
(Jangan kalian mengkultuskan aku sebagaimana orang Nashara berbuat terhadap Ibnu Maryam. Ucapkanlah oleh kalian : Hamba-ALLAH dan Rasul-NYA)
Maka hendaklah, para pecinta Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam -siapa pun dan dari mana pun dia- mengambil teladan kepada para Shahabatradhiallahu anhum di dalam cara mencintai Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.Sebab ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa telah ridho atas perilaku dan perbuatan mereka serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan sebaik-baiknya.
Seandainya kita tidak mengikuti cara para Shahabat radhiallahu anhum , maka :
1. Apa jaminannya bahwa perbuatan kita itu diridhoi oleh ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa ?
2. Apa jaminannya bahwa perbuatan kita disukai dan diridhoi oleh NabiShallallahu alaihi wa sallam sendiri?
3. Apa jaminannya bahwa perbuatan kita tidak akan terjerumus ke dalam pengkultusan yang justru dibenci oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam?
Oleh ; Abu Khaulah Zainal Abidin

Tidak ada komentar:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif