Hadits ke-5,halaman 38 sampai 40.
Dari Ummul Mu'minin Ummu Abdillah, Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata, Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang mengada-ngadakan dalam urusan kami (agama kami) sesuatu yang bukan merupakan perkara agama maka ia
tertolak". HR Al-Bukhari (2697), Muslim (1718), dan lain-lain
Dalam riwayat Muslim: "Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak berdasarkan perintah kami maka ia tertolak".
HR Muslim (1718)
PENJELASAN HADITS
1- Hadits ini merupakan pokok yang mendasar dalam menimbang seluruh amalan yang zhahir.
Dan amalan apapun tidak akan dianggap kecuali jika sesuai dengan syariat. Sebagaimana hadits "innamal a'maalu bin niyyat", merupakan pokok yang mendasar dalam menimbang seluruh amalan batin. Dan semua amalan apapun yang dijadikan
taqarrub (ibadah) kepada Allah harus dilakukan dengan ikhlas hanya untuk Allah, dan harus benar dengan niatnya.
2- Jika wudhu, mandi janabat, shalat, dan ibadah-ibadah lainnya dilakukan dengan tidak sesuai syariat, maka ibadah-ibadah tersebut tertolak dan tidak dianggap. Dan segala sesuatu yang diperoleh dengan akad yang rusak, wajib dikembalikan kepada pemiliknya
dan tidak boleh dimiliki.
Dan yang menunjukkan hal ini adalah kisah seorang pekerja
sewaan yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada ayahnya,
"Adapun budak wanita dan kambing, maka itu dikembalikan kepadamu…".
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (2695) dan Muslim (1697).
3- Hadits ini juga menunjukkan bahwa orang yang melakukan perbuatan bid'ah, yang sama sekali tidak ada asal usulnya dalam syariat ini, maka itu tertolak, sekaligus pelakunya terancam dengan ancaman (dari Allah dan Rasul-Nya). Sungguh Nabi telah bersabda
tentang keutamaan kota Al-Madinah,
"Barangsiapa mengada-ada sebuah amalan di dalamnya, atau memberi tempat tinggal kepada orang yang mengada-ada tersebut, maka atasnya laknat Allah, para malaikat, dan seluruh manusia…".
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (1870), dan Muslim (1366).
4- Riwayat kedua yang terdapat dalam Shahih Muslim lebih umum dari riwayat yang terdapat pada Ash-Shahihain (Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim).
Karena riwayat dalam Shahih Muslim ini mencakup seluruh orang yang melakukan bid'ah.
Sama saja orang tersebut yang pertama kali mengadakan bid'ah ataupun ia hanya mengikuti pendahulunya dalam melakukan bid'ah tersebut.
5- Makna sabdanya "raddun" dalam hadits ini artinya "marduudun 'alaihi" (tertolak kepada si pelakunya).
Dan ini (dalam bahasa Arab) disebut penamaan objek dengan kata dasar. Seperti "khalqun" (penciptaan) artinya "makhluuqun" (yang diciptakan). Atau "naskhun" (penghapusan hukum) artinya "mansuukhun" (hukum yang dihapuskan).
6- Tidak masuk ke dalam hadits segala sesuatu yang justru membantu dan membuat kemaslahatan dalam menjaga agama Islam. Atau yang menbantu dalam memahamkan dan
mengetahui agama Islam. Seperti mengumpukan Al-Qur'an dalam mus-haf. Menulis ilmu-ilmu bahasa dan nahwu. Dan yang semisalnya.
7- Hadits ini, secara umum menunjukkan bahwa semua amalan yang menyelisihi syariat pasti tertolak. Walaupun maksud pelakunya baik. Dan dalil yang menunjukkan hal ini adalah
kisah seorang sahabat yang menyembelih hewan kurbannya sebelum shalat 'Idul Adh-ha.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada sahabat ini,
Kambing sembelihanmu kambing sembelihan biasa saja (yakni; hanya sembelihan biasa saja).
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (955) dan Muslim (1961).
8- Hadits ini, secara lafazhnya menunjukkan bahwa setiap amalan yang tidak ada perintah syariat padanya maka tertolak.
Dan secara pemahamannya, menunjukkan bahwa amalan
yang padanya terdapat perintah syariat, maka tidak akan tertolak. Makna (ringkasnya);
setiap amalan yang berada dalam koridor hukum-hukum syariat Islam dan sesuai dengannya, maka ia diterima. Dan yang keluar darinya, maka tertolak.
9- Pelajaran dan faidah hadits:
a. Haramnya berbuat bid'ah dalam agama.
b. Setiap amalan yang terbangun di atas bid'ah, maka ia tertolak atas pelakunya.
c. Setiap larangan (untuk melakukan sesuatu) mengandung kerusakan (pada sesuatu tersebut).
d. Sesungguhnya amalan yang shalih, jika dilakukan tidak sesuai dengan syariat, seperti melakukan shalat sunnah di waktu yang terlarang dan tanpa ada sebabnya, dan berpuasa pada hari 'Id,
dan yang semisalnya, maka amalan ini batil dan tidak dianggap
sama sekali.
e. Penghukuman seorang hakim tidak dapat merubah perkara sesungguhnya, berdasarkan sabdanya "suatu amalan yang tidak berdasarkan perintah kami".
f. Sesungguhnya perdamaian atau akad yang rusak (hukumnya) batil, dan barang apapun yang diambil di atas akad yang rusak tersebut harus dikembalikan.
Sebagaimana dalam hadits seorang pekerja sewaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar