Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Rabu, 06 November 2013

HADITS KE-3 , Penjelasan 50 Hadits Inti Ajaran Islam

Hadits ke-3, halaman 29 sampai 33

Dari Abu Abdirrahman Abdullah bin Umar bin Al-Khaththab radhiallahu 'anhuma, beliau
berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Islam didirikan
di atas lima perkara; syahadat laa ilaaha illallah dan Muhammad rasulullah, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, berhaji ke Baitullah (di Mekkah), dan berpuasa Ramadhan".
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim (HR Al-Bukhari (8), Muslim (16), dan lain-lain)

PENJELASAN HADITS

1. Sabdanya "Islam didirikan di atas lima perkara…" terdapat penjelasan akan besarnya
lima perkara ini. Dan menunjukkan pula bahwa Islam terbangun di atasnya. Dan ini
merupakan perumpamaan sesuatu yang abstrak dengan sesuatu yang kongkrit (nyata).
Maka, sebagaimana bangunan tidak akan terbangun tegak tanpa tiang-tiangnya, maka
demikian pula dengan Islam, ia terbangun di atas liam perkara ini. Dan lima perkara ini
merupakan asas yang sangat mendasar. Adapun selainnya (dari syariat Islam), maka hal
itu merupakan cabang yang mengikutinya.

2. An-Nawawi membawakan ini setelah hadits Jibril (yang kedua) yang juga mencakup lima
perkara ini, menunjukkan pentingnya lima perkara ini (dalam Islam). Lima perkara yang
Islam terbangun di atasnya. Dengan demikian, pada hadits ini terdapat penegasan makna
atas apa yang telah disebutkamn pada hadits Jibril.

3. Lima rukun ini, yang Islam terbangun di atasnya, rukun pertama darinya adalah; dua
kalimat syahadat. Kedua kalimat ini merupakan asas dari segala asas, dan rukun-rukun
selainnya datang setelahnya dan mengikutinya. Maka, seluruh rukun Islam selainnya dan
ibadah-ibadah lainnya tidak akan bermanfaat jika tidak terbangun di atas dua kalimat
syahadat ini. Dua kalimat syahadat ini saling berhubungan (berkaitan). Maka syahadat
(persaksian) bahwa Muhammad adalah Rasulullah (utusan Allah) harus dilakukan
bersamaan dengan syahadat laa ilaaha illallaah (tiada tuhan atau sesembahan yang berhak
untuk disembah selain Allah). Substansi dan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha
illallaah adalah tidak ada apapun dan siapapun yang disembah kecuali hanya Allah. Dan
konsekuensi dari syahadat bahwa Muhammad adalah Rasulullah adalah segala ibadah
harus dilakukan sesuai dengan tata cara (syariat) yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam. Dan dua hal ini adalah landasan polok yang harus terpenuhi agar setiap
amal ibadah yang dilakukan oleh seseorang diterima (oleh Allah). Maka -sekali lagi-,
wajib ikhlas lillahi Ta'ala saja, dan juga wajib hanya mengikuti Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam (dalam tata cara beribadah).

4. Al-Hafizh, dalam Al-Fath (1/50), berkata, "Jika dikatakan bahwa dalam hadits tidak
disebutkan harus beriman kepada para nabi dan malaikat dan yang lainnya dari apa-apa
yang dikandung oleh pertanyaan Jibril 'alaihissalam? Maka dijawab bahwa yang
dimaksud dengan syahadat adalah juga meyakini dan membenarkan Rasulullah dengan
apa-apa yang ia bawa (dari syariat ini). Dengan demikian, hal ini mencakup seluruh
keyakinan (aqidah). Dan Al-Isma'ili berkata yang intinya adalah hal ini termasuk
penyebutan sesuatu dengan sebagiannya. Sebagaimana engkau katakan bahwa saya telah
membaca Al-Hamd (hamdalah atau pujian kepada Allah), sedangkan yang kamu maksud
adalah bahwa kamu telah membaca surat Al-Fatihah. Maka demikian juga jika kamu
berkata, "Aku bersaksi dengan risalah Muhammad", dan kamu bermaksud semua yang
dibawa oleh beliau. Wallahu A'lam".

5. Rukun Islam yang terpenting setelah syahadat adalah shalat. Dan Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam telah menamakannya tiang agama Islam. Sebagaimana dalam hadits
wasiatnya kepada Mu'adz bin Jabal, yang akan datang pada hadits ke dua puluh sembilan
dari kitab Arba'in ini. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga telah
mengabarkan bahwa shalat adalah ibadah yang terakhir hilang dari agama ini. Ia pun
amalan pertama yang diperhitungkan pada Hari Kiamat. Lihatlah As-Silsilatush Shahihah
(1739), (1358), (1748). Dan dengannya pula seseorang dapat dibedakan apakah ia muslim
atau kafir, sebagaimana dalam Shahih Muslim (82). Dan mendirikan shalat dilakukan
dengan dua cara; salah satunya wajib, yaitu dengan melakukannya dengan cara yang
minimalis dan hanya sekadar membebaskan dirinya dari kewajiban. Dan (yang kedua)
mustahabbah, yaitu melakukannya dengan menyempurnakan hal-hal yang mustahab
(sunnah) dalam shalat.

6. Zakat merupakan pengiring shalat dalam Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
…jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah
kebebasan kepada mereka untuk berjalan… [QS. At-Taubah: 5].
Dan Allah berfirman,
Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu)
adalah saudara-saudaramu seagama... [QS. At-Taubah: 11].

Dan Allah berfirman,
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Dan yang demikian itulah agama yang
lurus. [QS. Al-Bayyinah: 5].
Dan zakat adalah ibadah dengan harta yang manfaatnya dirasakan orang lain. Dan Allah
mewajibkan pada harta orang-orang yang kaya, agar orang-orang miskin mendapatkan
manfaatnya, namun tidak me-madharrat-kan si kaya tersebut. Karena zakat dilakukan
hanya dengan mengeluarkan harta yang sedikit dari harta yang banyak.
 
7. Berpuasa Ramadhan merupakan ibadah badaniyyah (ibadah yang dilakukan dengan
tubuh). Dan ibadah ini merupakan rahasia antara seorang hamba dengan Rabb-nya. Tidak
ada yang mengatahui seseorang melakukan ibaadah ini kecuali hanya Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Karena di antara manusia ada yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan, namun
orang-orang mengira bahwa ia sedang berpuasa. Dan di antara manusia ada yang berpuasa
sunnah, namun orang-orang mengira bahwa ia tidak berpuasa. Oleh karena itu, telah
datang dalam sebuah hadits yang shahih bahwa seseorang akan dibalas (diberi pahala)
sesuai dengan amalannya. Sedangkan satu kebaikan akan akan dibalas sepuluh kali
lipatnya hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berkata,
… kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku, dan Aku-lah yang membalasnya…
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (1894) dan Muslim (1151). Maksudnya; tanpa perhitungan.
Dan semua amalan adalah untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebagaimana firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala,
Katakanlah, "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah)". [QS. Al-An'aam: 162-163].
Namun puasa dikhususkan -dalam hadits ini- untuk Allah disebabkan tersembunyinya
ibadah ini, dan tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah.

8. Ibadah haji menuju Baitullahil Haram merupakan ibadah maliyyah badaniyyah (ibadah
dengan harta dan tubuh). Dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah menerangkan
keutamaannya dalam sabdanya,
Barangsiapa berhaji menuju rumah ini (Ka'bah), dan ia tidak berkata-kata keji, dan
tidak berbuat maksiat, maka ia akan kembali bagaikan baru dilahirkan oleh ibunya.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (1820) dan Muslim (1350).
Dan sabdanya,Waktu dari umrah ke umrah adalah kaffarah (penggugur dosa) antara keduanya, dan
haji yang mabrur (baik) tidak ada balasan baginya kecuali surga.
Diriwayatkan oleh Muslim (1349) - ( Dan sebelumnya, Al-Bukhari -1773).


9. Hadits dengan lafazh seperti ini, disebutkan bahwa haji lebih dahulu dari puasa. Dan
lafazh seperti ini pula dibawakan oleh Al-Bukhari di awal Kitab Al-Iman dalam Shahihnya.
Dan dengannya, beliau mengurutkan kitab Al-Jami' Ash-Shahih-nya. Dengan
demikian, beliau mendahulukan Kitabul Hajj terlebih dahulu, kemudian Kitabush Shiyam.
Dan dalam Shahih Muslim (19) disebutkan puasa dahulu, kemudian haji. Dan disebutkan
juga bahwa haji lebih dahulu dari puasa. Dan pada jalan (hadits) yang pertama (yang puasa
dahulu, kemudian haji) terdapat penjelasan dari Ibnu Umar bahwa yang beliau dengarkan
dari Rasulullah adalah puasa dahulu, kemudian haji. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa pendahuluan haji kemudian puasa merupakan perubahan yang dilakukan oleh
sebagian para periwayat hadits, dan merupakan periwayatan hadits secara makna. Dan
lafazhnya dalam Shahih Muslim, dari Ibnu Umar, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
beliau bersabda,"Islam didirikan di atas lima perkara; menauhidkan Allah, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah (di Mekkah)". Lalu
ada seseorang berkata, "Haji, kemudian puasa Ramadhan?". Ibnu Umar berkata, "Tidak,
berpuasa Ramadhan dahulu, baru haji, demikianlah yang aku dengar dari Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam".

10. Rukun Islam yang lima ini disebutkan secara berurutan sesuai dengan kepentingannya.
Dimulai dengan dua kalimat syahadat yang merupakan asas seluruh amal yang dijadikan
ibadah (taqarrub) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kemudian shalat, yang berulangulang
dalam sehari semalam lima kali. Maka shalat ini merupakan sarana hubungan yang
kuat antara seorang hamba dengan Rabb-nya. Kemudian zakat, yang wajib dikeluarkan
dari harta seseorang apabila sudah mencapai setahun. Zakat ini manfaatnya dirasakan
orang lain. Kemudian puasa yang wajib dilakukan sebulan penuh dalam setahun. Dan ini
merupakan ibadah badaniyah yang manfaatnya hanya dirasakan oleh pelakunya. Dan
akhirnya ibadah haji yang tidak wajib dilakukan selama seumur hidup kecuali hanya
sekali saja.

11. Dalam Shahih Muslim disebutkan bahwa Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma
menyampaikan hadits ini tatkala beliau ditanya oleh seseorang. Orang tersebut bertanya,
"Tidakkah engkau berperang?". Kemudian Ibnu Umar membawakan hadits tersebut.
Dalam hal ini terdapat isyarat bahwa jihad tidak termasuk rukun-rukun Islam. Karena
rukun Islam yang lima ini berlaku dan harus dilakukan setiap saat oleh setiap orang
(Muslim). Berbeda dengan jihad, sesungguhnya hukum jihad adalah fardhu kifayah, dan
tidak harus dilakukan pada setiap waktu.

12. Pelajaran dan faidah hadits:

a. Pentingnya lima perkara ini, karena Islam dibangun di atasnya.

b. Perumpamaan perkara-perkara yang abstrak (maknawi) dengan perkara-perkara yang
nyata (lahir), agar lebih mudah difahami.

c. Memulai yang paling penting, kemudian yang penting, dan seterusnya.

d. Bahwa dua kalimat syahadat merupakan asas itu sendiri, dan ia juga merupakan asas
bagi yang lainnya. Maka amalan apapun tidak akan diterima kecuali jika terbangun di
atasnya.

e. Mengutamakan dan mendahulukan shalat di atas amalan dan ibadah yang lainnya,
karena itu merupakan hubungan yang kuat antara hamba dan Rabb-nya.

Tidak ada komentar:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif