Tak Mau Tersesat, Berpeganglah pada Al-Qur`an |
Rasulullah SAW bersabda, “Iman itu ada 70 cabang lebih atau 60 cabang lebih. Yang paling utama adalah ucapan la ilaha illallah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan (kotoran) dari tengah jalan, sedang rasa malu itu (juga) salah satu cabang dari iman”. (Riwayat Muslim).
Iman, dengan 70 cabangnya, adalah pondasi dari bangunan peradaban Islam. Suara Hidayatullah akan mengupas cabang-cabang iman ini untuk mengantarkan kita kepada cita-cita tegaknya kembali peradaban Madinah!
Tak Mau Tersesat, Berpeganglah pada Al-Qur`an
Rasul telah beriman kepada al-Qur`an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya. Demikian pula orang-orang yang beriman, semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Al-Baqarah [2]: 285)
Mari belajar dari musibah jatuhnya pesawat Sukhoi SuperJet 100 di Gunung Salak belum lama ini. Konon, menurut sejumlah pengamat penerbangan, ada dua sebab mengapa pesawat buatan Rusia tersebut bisa jatuh.
Pertama, petunjuk dari petugas menara pengawas salah. Pesawat diizinkan terbang di ketinggian rendah, di bawah ketinggian puncak Gunung Salak.
Kedua, sang pilot melakukan manuver terbang di antara dua puncak gunung yang seharusnya tak boleh dilakukan pada penerbangan joyfligh (suka cita). Padahal sang pilot tak mengetahui kontur wilayah sekitar Pelabuhan Ratu tersebut.
Musibah ini memberikan hikmah kepada kita bahwa sebagai manusia kita harus mengikuti petunjuk yang sudah pasti kebenarannya, serta tidak berupaya nekat melakukan manuver-manuver yang tak kita pahami.
Hidup ini tak ubahnya sebuah perjalanan. Kita perlu petunjuk yang benar agar selamat sampai tujuan. Petunjuk yang benar tersebut sudah pasti al-Qur`an yang diturunkan oleh Sang Pencipta dan dijanjikan kebenarannya hingga akhir zaman.
Sungguh aneh jika ada Muslim yang justru lebih suka mengikuti petunjuk selain al-Qur`an. Apalagi bila ia berani melakukan manuver-manuver padahal ia tak tahu apa-apa.
Wallahu a\'lam bish-Shawab
1
Al-Qur`an, Petunjuk Bagi Manusia
Bayangkan, seandainya saat ini kita berada di tengah hutan luas nan lebat. Pohon-pohon liar tumbuh sangat besar dan tinggi hingga mencegah sinar matahari menembus sampai ke tanah.
Di tempat itu kita tentu kehilangan orientasi. Tak tahu mana arah barat dan timur, serta mana arah utara dan selatan.
Dalam keadaan genting seperti itu, apakah bekal paling penting dan mendesak yang kita butuhkan untuk keluar dari situasi tersebut? Jawabnya, sudah pasti, petunjuk jalan. Ya, petunjuk itu adalah peta dan kompas.
2
Bila Petunjuk Tak Dituruti
Coba simak pesan produsen yang ditempel pada sebuah kain sarung berkualitas. ”Hindarkan dari sinar matahari secara langsung, jangan dicuci memakai deterjen.”
Semua produk yang memerlukan perlakuan khusus selalu ada petunjuk penggunaan dan perawatannya. Bahkan sekadar tahu cara mengoperasikan sebuah mesin saja, seseorang harus kuliah selama empat tahun di program studi tertentu.
Hal ini disebabkan karena rumitnya teknis operasionalnya, serta risiko yang begitu besar andai terjadi kesalahan. Jika salah, korban jiwa bisa jatuh.
Bila produk sederhana saja kita perlu informasi akurat untuk menjalankannya, bagaimana dengan manusia yang merupakan “produk” kompleks dari Allah SWT?
Tidak ada alternatif jawaban selain betapa pentingnya manusia mengikuti petunjuk yang juga berasal dari Allah SWT. Apalagi manusia adalah produk yang ditugasi untuk “mengoperasikan” atau berinteraksi dengan diri sendiri, manusia lain, hewan, tetumbuhan, bumi dan seluruh isi alam lainnya, serta berinteraksi dengan Allah SWT
3
Kiat Dekat dengan Al-Qur`an
Al-Qur`an tidak cukup hanya untuk dibaca. Sekalipun membacanya saja memperoleh pahala, bahkan dihitung dari setiap hurufnya, keberadaan al-Qur`an bukan sekadar untuk itu. Ia akan menjadi penggugat kita di hadapan Allah SWT (hujjatu ‘alaina) manakala tidak diamalkan isinya.
Karena itu membaca al-Qur`an harus dibarengi dengan memahami maknanya dan mengamalkannya dalam segala aspek kehidupan. Dengan begitu akan muncul pribadi-pribadi yang berkualitas secara lahir dan batin.
Pribadi-pribadi yang berkualitas ini akan membentuk keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah serta masyarakat yang diberkahi oleh Allah SWT. Pada akhirnya, terbangunlah masyarakat yang berperadaban Islam sebagaimana dulu pernah dibangun oleh Rasulullah SAW.
Tak Disyukuri
Namun, realitasnya kini, umat Islam banyak yang tidak menyukuri nikmat al-Qur`an. Kitab ini belum dijadikan resep untuk mengelola kehidupan, tetapi sekadar dijadikan mantra ritual.
|
Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla
- Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.
Bukti Cinta
Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.
(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)
Senin, 10 September 2012
Tak Mau Tersesat, Berpeganglah pada Al-Qur`an
Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!
☛ Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,
1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)
2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”
3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)
☛ Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,
1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)
2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)
3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)
☛ Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,
1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)
2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)
3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)
4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)
5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)
6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)
7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)
8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)
9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)
☛ Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)
Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,
1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)
2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)
3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).
Selengkapnya klik DI SINI
Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar