Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Sabtu, 08 September 2012

Ambillah Aqidahmu dari Al-Qur’an dan As-Sunnah 1

Hak Allah Atas Hamba-Nya
1 - Mengapa dan untuk apa Allah menciptakan kita?
Jawab 1:
Allah menciptakan kita agar kita beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya. Berdasarkan firman Allah:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”(Terj. Adz-Dzariyat: 56)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
حق الله على العباد أن ي عبدوه ولا يشركوا به شيئا
Artinya: “Hak Allah atas hamba-Nya adalah supaya hamba itu beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya.” (Hadits shohih riwayat Bukhari dan Muslim).
2 - Apakah ibadah itu?
Jawab 2:
Ibadah adalah kata atau istilah yang meliputi semua perkara yang dicintai oleh Allah, baik perkataan maupun perbuatan (lahir dan batin), seperti berdo’a, shalat, menyembelih hewan (kurban) dan sebagainya. Allah berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya: “Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, kurbanku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah Pencipta alam semesta ini.” (Al-An’am: 162)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
و ما تقرب إلي عبدي بشيء أحب إلي مما افتر ضته عليه
Artinya: “Tidaklah mendekatkan diri hamba-Ku kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada apa yang telah Aku wajibkan kepada-Nya.” (Hadits Qudsi riwayat Bukhari)
3 - Bagaimana kita beribadah kepada Allah ?
Jawab 3:
Beribadah kepada Allah adalah sebagaimana yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nyashallallahu ‘alaihi wa sallam:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan janganlah kalian rusak amalan kalian!” (Terj. Muhammad: 33)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
Artinya: “Barangsiapa yang beramal tanpa ada perintah dari kami, maka tertolak.”(Hadits shohih riwayat Muslim).
4 - Haruskah kita beribadah kepada Allah dengan rasa takut dan harap?
Jawab 4:
Ya, demikianlah kita beribadah kepada-Nya sebagaimana Allah mensifati orang-orang mukmin:
تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفاً وَطَمَعاً
Artinya: “Mereka berdo’a kepada Allah dengan rasa takut dan harap.” (Terj. As-Sajdah: 16)
Dan sabda Rasulullah:
أسأل الله الجنة و أعوذ به من النار
Artinya: “Aku memohon surga kepada Allah dan aku berlindung kepada-Nya dari neraka.”(Hadits shohih riwayat Abu Dawud).
5 - Apa yang dimaksud ihsan dalam beribadah?
Jawab 5:
Al-Ihsan adalah meyakini bahwa dirinya senantiasa diawasi oleh Allah dalam beribadah. Allah berfirman:
الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِين
Artinya: “Dialah yang melihatmu ketika kami berdiri (untuk sholat) dan (melihat pula) perubahan gerak-gerik badanmu diantara orang-orang yang sujud.” (Terj. Asy-Syu’ara: 218-219)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ألإحسان أن تعبد الله مأنك تراه فان لم تكن تراه فانه يراك
Artinya: “Ihsan itu adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Dan jika kamu tidak bisa melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” (Hadits shohih riwayat Muslim)

Macam-Macam Tauhid dan Faedahnya

6 - Apa maksud Allah mengutus para Rasul?
Jawab 6:
Allah mengutus para Rasul supaya mereka berda’wah mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah dan menjauhi syirik, sebagaimana firman Allah:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ
Artinya: “Dan sungguh telah kami utus kepada setiap umat itu seorang rasul (agar menyeru kepada umat-nya): Beribadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah thaghut.”(Terj. An-Nahl: 36)

Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ألأنبياء إخوة …… ودينهم واحد {حديث صحيح متفق عليه
Artinya: “Para Nabi itu bersaudara dan dien mereka satu.” (Hadits shohih riwayat Bukhori)
7 - Apa yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyah?
Jawab 7 :
Tauhid Rububiyah adalah mentauhidkan Allah dalam seluruh perbuatan-Nya seperti menciptakan, memelihara dan sebagainya. Allah berfirman:
الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya: “Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.” (Terj. Al-Fatihah: 2)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أنت رب اسموات ولأرض
Artinya: “Engkaulah Rabb langit dan bumi.” (Hadits shohih riwayat Bukhari dan Muslim)
8 - Apa yang dimaksud Tauhid Uluhiyah?
Jawab 8 :
Tauhid Uluhiyah adalah mentauhidkan Allah dalam beribadah seperti berdo’a, menyembelih kurban, bernadzar dan sebagainya. Allah berfirman:
وَإِلَـهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ
Artinya: “Dan Ilahmu itu adalah ilah yang satu, tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Dia yang Maha Pengasih dan Penyayang.” (Terj. Al-Baqarah: 163)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
فليكن أول ماتدعوهم إليه شهادة أن لاإله إلا الله
Artinya: “Maka hendaklah yang pertama kamu serukan kepada mereka adalah persaksian bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah.” (Hadits shohih riwayat Bukhari dan Muslim)
Dan dalam riwayat Bukhari:
إلي أن يواحدوا الله
Artinya: “Sampai mereka mentauhidkan Allah.”
9 - Apa yang dimaksud dengan Tauhid Asma’ wa Shifatillah?
Jawab 9 :
Tauhid Asma’ dan Sifat adalah menetapkan semua sifat yang Allah tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya atau sebagaimana Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam mensifati-Nya dalam hadits shohih sesuai dengan hakekatnya tanpa ta’wil, tafwidh, tamtsil, dan tanpa ta’thil (*), seperti istiwa’, turun (ke langit dunia), dan lain-lain yang menuju pada kesempurnaan-Nya.
Allah berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
Artinya: “Tidak ada sesuatu pun yang menyerupai Dia, sedang Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Terj. Asy-Syura: 11)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ينزل الله في كل ليلة في سماء الدنيا
Artinya: “Allah turun ke langit dunia pada setiap malam.” (Hadits shohih riwayat Muslim)
Maksudnya, turunnya Allah itu sesuai dengan kemuliaan-Nya, tidak menyerupai turunnya salah satu dari makhluk-Nya.
(*)
1. Ta’wil di sini yang dimaksud sesungguhnya adalah tahriif. Ahlul bid’ah sengaja menyebut diri mereka ahli ta’wil untuk melariskan kebid’ahan mereka. Padahal pada hakekatnya semua itu adalah tahriif. Arti tahriif adalah merubah lafazh (teks) dan makna (pengertian) nama-nama atau sifat-sifat Allah, seperti pernyataan golongan Jahmiyah (pengikut Jahm bin Sofwan) mengenai Istawa yang mereka ubah menjadi Istawla(menguasai), dan sebagian ahli bid’ah lain yang menyatakan arti al-ghadhab (marah) bagi Allah adalah kehendak untuk menyiksa, dan makna ar-rahmah adalah kehendak memberi nikmat. Semua ini adalah tahriif. Yang pertama tahriif lafzhi (tekstual) dan yang berikutnya adalah tahriif secara makna.
2. Tafwidh artinya menyandarkan makna atau interpretasi dari kalimat-kalimat yang menunjukkan nama dan sifat Allah Ta’ala kepada Allah. Misalnya, kalimat يذ الله (tangan Allah), yang mengetahui maknanya adalah Allah. Pernyataan ini adalah ucapan ahlul bid’ah yang paling buruk. Tidak ada satupun salafus shaleh yang berbuat demikian. Bahkan seperti yang ditegaskan oleh Imam Malik ketika ditanya, bagaimana istiwa’ itu? Beliau menjawab, istiwa’ sudah kita ketahui maknanya, al-kaifu (bagaimana hakekatnya) tidak dikenal, beriman bahwa Allah istiwa’ (bersemayam) di atas ‘Arsy hukumnya wajib. Mempertanyakan bagaimana (hakekat bentuknya) adalah bid’ah.
3. Tamtsil artinya menyerupakan atau menyamakan. Maksudnya menetapkan adanya sifat-sifat Allah dan menyatakan sifa-sifat itu sama dengan sifat makhluk-Nya. Sedangkan prinsip Ahlus Sunnah dalam menyatakan bahwa Zat Allah tidak sama seperti zat kita atau mirip zat kita dan seterusnya. Begitupula dengan sifat-Nya. Ahlus Sunnah tidak mengatakan bahwa sifat Allah seperti sifat yang ada pada kita. Kita tidak akan mengatakan tangan-Nya seperti tangan kita, kaki-Nya seperti kaki kita dan seterusnya. Namun wajib atas setiap mu’min untuk tetap berpedoman dengan firman Allah:
ليس كمثله شي ء
Artinya: “Tidak ada satupun yang serupa dengan-Nya.” (Terj. Asy-Syura: 11)
Dan:
هل تعلم له سميا
Artinya: “Adakah kamu tahu ada yang sama dengan-Nya?” (Terj. Maryam: 65)
Adapun maksud kedua ayat ini adalah bahwasanya tidak ada satupun yang menyerupai dan menyamai-Nya.
4. Ta’thil artinya meniadakan dan menghapus atau mengingkari semua sifat dari Allah. Jahmiyah dan orang-orang yang mengikutinya melakukan hal ini. Karena itulah mereka dinamakan juga Mu’aththilah (pelaku ta’thil). Pendapat mereka ini sangat jelas kebaitlannya. Tidak mungkin di dunia ini ada satu zat yang tidak mempunyai sifat. Al-Qur’an dan As-Sunnah menyebutkan adanya sifat-sifat Allah itu dan sesuai dengan keagungan dan kemuliaan-Nya.
5. Kami tambahkan di sini satu prinsip lagi yang belum disebutkan Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu yaitu At-Takyiif yang artinya mempertanyakan ‘bagaimana bentuk hakekat’ sifat Allah yang sesungguhnya. Maka diantara prinsip Ahlus Sunnah dalam masalah sifat ini adalah tidak mempertanyakan: Bagaimana istawa’ Allah, bagaimana tangan-Nya, bagaimana wajah-Nya? Dan seterusnya. Karena membicarakan sifat itu sama halnya dengan membicarakan zat. Sehingga, sebagaimana Allah mempunyai Zat yang tidak kita ketahui hakekat bentuknya, maka demikian pula sifat-sifat-Nya, kita tidak mengetahui bagaimana hakekat dan bentuk atau wujud sifat itu sesungguhnya. Dan juga karena tidak ada yang mengetahui hal itu kecuali Allah, maka semua itu harus diiringi pula dengan keimanan kita terhadap hakekat maknanya. (Maksudnya, arti kata dari sifat itu kita ketahui tapi hakekat bentuk atau wujudnya seperti apa kita tidak tahu, wallahu a’lam -ed).
10 - Dimana Allah?
Jawab 10 :
Allah itu tinggi di atas ‘Arsy di atas langit. Firman Allah:
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
Artinya: “Ar-Rahman (yang Maha Pengasih) yang tinggi di atas ‘Arsy.” (Terj. Thaaha: 5)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إن الله كتبا …… فهو عنده فوق العرش
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah menuliskan takdir, dan kitab catatan takdir itu ada di sisi-Nya di atas ‘Arsy.” (Hadits shohih riwayat Bukhari dan Muslim)
Apakah Allah bersama kita?
Jawab 6:
(Ya). Allah bersama kita dengan pendengaran-Nya, penglihatan-Nya dan ilmu-Nya (**), seperti firman Allah:
قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى
Artinya: “Janganlah kamu berdua takut, karena sesungguhnya Aku bersama kamu berdua (Musa dan Harun) sedangkan aku mendengar dan melihat.” (Terj. Thaha: 46)
Dan sabda Rasulullah:
إنكم تدعون سميعا قريبا وهو معكم )أي بعلمه(
Artinya: “Sesungguhnya kalian berdo’a kepada yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia senantiasa bersama kalian (yakni, dengan ilmu-Nya).” (Hadits riwayat Muslim)
(**)
Maksudnya di sini, Allah mendengar semua pembicaraan (rahasia maupun terang-terangan), melihat dan mengetahui semua tindak tanduk hamba-hamba-Nya, wallahu a’lam.
7 - Apa faedah tauhid ?
Jawab 7:
Faedah tauhid adalah untuk memperoleh keamanan dan keselamatan dari siksa di akhirat, mendapatkan hidayah (petunjuk) Allah di dunia dan menutup atau menghapus dosa-dosa.
Firman Allah:
الَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يَلْبِسُواْ إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُوْلَـئِكَ لَهُمُ الأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ
Artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Terj. Al-An’am: 82)
“Kezaliman” yang dimaksud dalam ayat ini adalah kesyirikan. (***)
(***)
Sebagaimana disebutkan dalam shahih dari Ibnu Mas’ud ketika dibacakan ayat ini, mereka mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, siapa dari mereka yang selamat dari kezhaliman? Tapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:
ليس كما تقولون ، ألم تسمعوا قول لقمان
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
حق العباد على الله أن لا يعذب من لا يشرك به شيأ
Artinya: “Hak hamba atas Allah adalah bahwa Allah tidak akan mengadzab orang yang tidak berbuat syirik sedikitpun kepada-Nya.” (Hadits shohih riwayat Bukhari dan Muslim)

Sumber ; Oleh: Syaikh Muhammad Bin Jamil Zainu &  muslimah.or.id


Tidak ada komentar:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif