Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Jumat, 07 September 2012

Untaian Mutiara Hikmah 1


Untaian Mutiara Hikmah

1 - Hakikat Cinta kepada Allah Ta’ala

Al-Hasan rahimahullah berkata, “Ketahuilah, engkau tidak dianggap mencintai Rabbmu hingga engkau mencintai ketaatan kepada-Nya.”
Dzun Nun rahimahullah ditanya, “Kapankah aku dikatakan mencintai Rabbku?” Beliau menjawab,“Seseorang dianggap mencintai Allah apabila ia bersabar terhadap hal-hal yang dibenci-Nya.”
Yahya bin Mu’adz rahimahullah berkata, “Orang yang mengaku mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala, tetapi tidak menjaga batasan-batasan-Nya, bukanlah orang yang jujur.”
(Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, hlm. 104, Darul ‘Aqidah)

2 - Cara Memberi Nasihat

Ma’mar rahimahullah berkata, “Dahulu dinyatakan, orang yang paling bisa menasihatimu adalah orang yang takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang dirimu. Apabila para salaf hendak menasihati seseorang, mereka mengingatkannya secara diam-diam. Sampai-sampai sebagian mereka mengatakan, ‘Barangsiapa memberi nasihat kepada saudaranya secara berdua saja, itulah nasihat. Adapun memperingatkannya di depan khalayak ramai, itu adalah penghinaan’.”
Al-Fudhail rahimahullah mengatakan, “Seorang mukmin menutupi aib (saudaranya) sekaligus menasihatinya, sedangkan seorang fajir menghancurkan kehormatan dan mencela.”
(Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, hlm. 111)

3 - Adab Berteman Ketika Menuntut Ilmu

Asy-Syaikh Muhammad Syakir rahimahullahu mengatakan,
“Wahai anakku, apabila ada seorang temanmu yang merasa sulit memahami sebuah masalah lantas meminta penjelasan kepada ustadz, dengarkanlah jawaban ustadzmu. Bisa jadi, dengan pengulangan penjelasan itu engkau mendapatkan sebuah pelajaran yang sebelumnya tidak engkau ketahui.
Hati-hatilah, jangan sampai engkau mengucapkan perkataan yang menunjukkan penghinaan kepadanya, atau engkau menampakkan raut muka yang meremehkan daya pikirnya.
Wahai anakku, pernah ditanyakan kepada al-Imam Abu Hanifah rahimahullahu, ‘Dengan apa Anda bisa mencapai derajat ilmu seperti ini?’ Beliau menjawab, ‘ Aku tidak bakhil untuk memberi faedah ilmu, tidak pula enggan meminta orang lain memberi faedah ilmu kepadaku’.” (Washaya al-Aba’ lil Abna’, hlm. 28-29)

4 - Mengingat Empat Kengerian

Hatim al-Asham Rahimahullah mengatakan, “Siapa yang kalbunya tidak pernah mengingat empat kengerian ini, berarti dia adalah orang yang terperdaya dan tidak aman dari kecelakaan.
(1) Saat Yaumul Mitsaq (hari saat diambilnya perjanjian terhadap ruh manusia) ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‘Mereka di surga dan Aku tidak peduli, sedangkan mereka (yang lain) di neraka dan Aku tidak peduli’; dia tidak tahu, dirinya termasuk golongan yang mana.
(2) Saat dia diciptakan dalam tiga kegelapan (di dalam rahim), ketika malaikat diseru (untuk mencatat) kebahagiaan atau kesengsaraan (seseorang); dia tidak tahu apakah dirinya termasuk orang yang sengsara atau bahagia.
(3) Hari ditampakkannya amalan (saat sakaratul maut); dia tidak tahu, apakah dia diberi kabar gembira dengan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala atau kemurkaan-Nya.
(4) Hari ketika manusia dibangkitkan dalam keadaan berbeda-beda; dia tidak tahu jalan mana yang akan ia tempuh di antara dua jalan yang ada.”
(Jami’ al-’Ulum wal Hikam hlm. 81)

5 - Tingkatan Tawakal

Ibnu Abi ad-Dunya mengatakan, “Sampai kepadaku kabar bahwa sebagian orang bijak berkata, ‘Tawakal itu ada tiga tingkatan. Yang pertama ialah tidak mengeluh; yang kedua ialah ridha; dan yang ketiga ialah cinta.
Tidak mengeluh itu derajat kesabaran. Ridha adalah tenangnya hati terhadap apa yang ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan ini lebih tinggi daripada yang pertama. Cinta artinya dia senang terhadap perlakuan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap dirinya.
Yang pertama adalah derajat orang-orang zuhud, yang kedua adalah derajat orang-orang yang shadiqin (jujur), sedangkan yang ketiga adalah derajat para rasul.”
(Jami’ al-’Ulum wal Hikam, hlm. 596)

6 - Dunia Akan Berlalu, Akhirat Akan Menyongsong

Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata dalam salah satu khutbahnya, “Sesungguhnya, dunia bukanlah negeri keabadian kalian. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan kefanaannya. Dia Subhanahu wa Ta’ala juga menetapkan bahwa penghuninya akan meninggalkannya. Betapa banyak tempat yang makmur dan dicatat oleh sejarah, hancur dalam waktu sekejap. Betapa banyak orang yang tinggal dalam keadaan senang, tiba-tiba harus beranjak pergi. Karena itu, siapkanlah sarana terbaik yang ada pada kalian sekarang -semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati kalian- untuk menempuh perjalanan (kelak). Siapkanlah bekal, dan bekal terbaik adalah takwa.”
Sebagian ahli hikmah mengatakan, “Aku heran terhadap manusia -yang akan ditinggalkan oleh dunia dan akan disongsong oleh akhirat-, ia justru sibuk dengan yang akan meninggalkannya dan lalai dari sesuatu yang akan menyongsongnya.”
(Jami’ul ‘Ulum wal Hikam. Hlm. 516)

7 - Menjauhi Perdebatan Dalam Hal Agama

Ma’n bin Isa berkata, “Suatu hari, (al-Imam) Malik bin Anas rahimahullah keluar dari masjid dalam keadaan bersandar pada tanganku. Ada seorang lelaki -yang dipanggil Abul Huriyah, yang tertuduh berpehaman Murji’ah- menyusulnya dan mengatakan, ‘Wahai hamba Allah, dengarkanlah sesuatu yang akan aku sampaikan kepadamu. Aku akan beradu hujah denganmu dan memberitahumu tentang pemikiranku.’
Al-Imam Malik rahimahullah bertanya, ‘Bagaimana jika engkau mengalahkanku (dalam perdebatan)?’
Dia menjawab, ‘Kalau aku mengalahkanmu, engkau harus mengikuti pemikiranku.’
Al-Imam Malik rahimahullah bertanya lagi, ‘Kalau ada orang lain yang kemudian mendebat lantas mengalahkan kita?’
Dia menjawab, ‘Kita ikuti dia.’
Al-Imam Malik rahimahullah menukas, ‘Wahai hamba Allah, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam dengan satu agama. Namun, aku lihat engkau berpindah dari satu agama ke agama yang lain’.” (Asy-Syari’ah, al-Ajurri, hlm. 62)
[Catatan kaki al-Ajwibah al-Mufidah 'an As'ilatil Manahij al-Jadidah hlm. 78, cet. Maktabah al-Huda al-Muhammadi]

8 - Meraih Manisnya Iman

Abdullah bin al-Abbas bin Abdil Muththalib radhiyallahu ‘anhuma berkata,
“Barangsiapa mencintai karena Allah Subhanallahu wa Ta’ala, membenci karena Allah Subhanallahu wa Ta’ala, membela karena Allah Subhanallahu wa Ta’ala, dan memusuhi karena Allah Subhanallahu wa Ta’ala, dengan itu ia peroleh kecintaan Allah Subhanallahu wa Ta’ala.
Seorang hamba juga tidak akan mendapatkan manisnya iman meskipun banyak shalat dan puasanya hingga ia memiliki sifat-sifat itu.
Sungguh, kebanyakan persaudaraan manusia adalah karena urusan dunia (bukan lagi karena Allah Subhanallahu wa Ta’ala), dan yang seperti itu tidaklah memberi manfaat sedikit pun pada dirinya.”
(Riwayat Abu Dawud, “Kitab as-Sunnah” no. 4681, dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 380)

 9 -Pokok Hikmah Adalah Diam

Muhammad bin ‘Ajlan rahimahullahu mengatakan,
“Ucapan manusia ada empat macam: (1) berzikir mengingat Allah Subhanallahu wa Ta’ala, (2) membaca Al-Qur’an, (3) bertanya tentang sebuah ilmu lalu ia diberi tahu, dan (4) berkata tentang urusan dunia yang diperlukan.
Seseorang berkata kepada Salman al-Farisi rahimahullahu, ‘Berilah aku wasiat!’ Salman mengatakan, ‘Engkau jangan berbicara.’
Lelaki itu menjawab, ‘Orang yang hidup di tengah-tengah manusia tidak mungkin tidak berbicara.’
Salman menukas, ‘Jika demikian, kalau engkau berbicara, bicaralah yang benar. Kalau tidak, diamlah.’
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, ‘Demi Allah, yang tidak ada sesembahan yang benar selain Dia, tidak ada sesuatu di muka bumi ini yang lebih pantas dipenjara dalam waktu yang lama selain lisan.’
Wahb bin Munabbih rahimahullahu mengatakan, ‘Para ahli hikmah bersepakat bahwa pokok hikmah adalah diam’.” (Jami’ al-’Ulum wal Hikam, hlm. 178)

10 - Urgensi Harta dan Kesehatan dalam Membentengi Agama

Sufyan ats-Tsauri rahimahullahu berkata, “Harta pada zaman dahulu adalah sesuatu yang dibenci. Adapun pada hari ini, harta adalah perisai seorang mukmin. Kalau saja bukan karena dinar-dinar ini, niscaya para penguasa menjadikan kita sebagai sapu tangan-sapu tangan mereka.”
Beliau juga berkata, “Siapa saja yang memiliki harta benda, hendaklah ia mengembangkannya dengan baik karena ini adalah suatu masa yang apabila seseorang didera oleh kebutuhan, sesuatu yang pertama kali dia korbankan adalah agamanya.”
Al-Munawi rahimahullahu berkata, “Sesungguhnya, badan yang sehat merupakan pendukung aktivitas peribadatan. Oleh karena itu, kesehatan adalah harta berlimpah yang tiada taranya. Adapun si sakit adalah orang yang lemah. Sementara itu, umur yang diberikan akan menguatkan. Kesehatan bersama kefakiran lebih baik daripada kekayaan bersama kelemahan. Orang yang lemah itu ibarat mayat.”
Beliau juga mengatakan, “Kekayaan tanpa ketakwaan adalah kebinasaan karena seseorang akan mengumpulkannya bukan dari jalan yang benar dan akan menahan atau memberikannya bukan pada sasaran yang benar.”
(Syarah Shahih al-Adabil Mufrad lil Imam al-Bukhari, 1/394-395) 
sumber ; Majalah Asy Syariah  & http://atsarsalaf.wordpress.com

Tidak ada komentar:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif