Untaian Mutiara Hikmah
1 - Hakikat Cinta kepada Allah Ta’ala
Al-Hasan rahimahullah berkata, “Ketahuilah, engkau tidak dianggap mencintai Rabbmu hingga engkau mencintai ketaatan kepada-Nya.”
Dzun Nun rahimahullah ditanya, “Kapankah aku dikatakan mencintai Rabbku?” Beliau menjawab,“Seseorang dianggap mencintai Allah apabila ia bersabar terhadap hal-hal yang dibenci-Nya.”
Yahya bin Mu’adz rahimahullah berkata, “Orang yang mengaku mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala, tetapi tidak menjaga batasan-batasan-Nya, bukanlah orang yang jujur.”
(Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, hlm. 104, Darul ‘Aqidah)
2 - Cara Memberi Nasihat
3 - Adab Berteman Ketika Menuntut Ilmu
4 - Mengingat Empat Kengerian
5 - Tingkatan Tawakal
Ibnu Abi ad-Dunya mengatakan, “Sampai kepadaku kabar bahwa sebagian orang bijak berkata, ‘Tawakal itu ada tiga tingkatan. Yang pertama ialah tidak mengeluh; yang kedua ialah ridha; dan yang ketiga ialah cinta.
Tidak mengeluh itu derajat kesabaran. Ridha adalah tenangnya hati terhadap apa yang ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan ini lebih tinggi daripada yang pertama. Cinta artinya dia senang terhadap perlakuan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap dirinya.
Yang pertama adalah derajat orang-orang zuhud, yang kedua adalah derajat orang-orang yang shadiqin (jujur), sedangkan yang ketiga adalah derajat para rasul.”
(Jami’ al-’Ulum wal Hikam, hlm. 596)
6 - Dunia Akan Berlalu, Akhirat Akan Menyongsong
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata dalam salah satu khutbahnya, “Sesungguhnya, dunia bukanlah negeri keabadian kalian. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan kefanaannya. Dia Subhanahu wa Ta’ala juga menetapkan bahwa penghuninya akan meninggalkannya. Betapa banyak tempat yang makmur dan dicatat oleh sejarah, hancur dalam waktu sekejap. Betapa banyak orang yang tinggal dalam keadaan senang, tiba-tiba harus beranjak pergi. Karena itu, siapkanlah sarana terbaik yang ada pada kalian sekarang -semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati kalian- untuk menempuh perjalanan (kelak). Siapkanlah bekal, dan bekal terbaik adalah takwa.”
Sebagian ahli hikmah mengatakan, “Aku heran terhadap manusia -yang akan ditinggalkan oleh dunia dan akan disongsong oleh akhirat-, ia justru sibuk dengan yang akan meninggalkannya dan lalai dari sesuatu yang akan menyongsongnya.”
(Jami’ul ‘Ulum wal Hikam. Hlm. 516)
7 - Menjauhi Perdebatan Dalam Hal Agama
Ma’n bin Isa berkata, “Suatu hari, (al-Imam) Malik bin Anas rahimahullah keluar dari masjid dalam keadaan bersandar pada tanganku. Ada seorang lelaki -yang dipanggil Abul Huriyah, yang tertuduh berpehaman Murji’ah- menyusulnya dan mengatakan, ‘Wahai hamba Allah, dengarkanlah sesuatu yang akan aku sampaikan kepadamu. Aku akan beradu hujah denganmu dan memberitahumu tentang pemikiranku.’
Al-Imam Malik rahimahullah bertanya, ‘Bagaimana jika engkau mengalahkanku (dalam perdebatan)?’
Dia menjawab, ‘Kalau aku mengalahkanmu, engkau harus mengikuti pemikiranku.’
Al-Imam Malik rahimahullah bertanya lagi, ‘Kalau ada orang lain yang kemudian mendebat lantas mengalahkan kita?’
Dia menjawab, ‘Kita ikuti dia.’
Al-Imam Malik rahimahullah menukas, ‘Wahai hamba Allah, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam dengan satu agama. Namun, aku lihat engkau berpindah dari satu agama ke agama yang lain’.” (Asy-Syari’ah, al-Ajurri, hlm. 62)
[Catatan kaki al-Ajwibah al-Mufidah 'an As'ilatil Manahij al-Jadidah hlm. 78, cet. Maktabah al-Huda al-Muhammadi]
8 - Meraih Manisnya Iman
Abdullah bin al-Abbas bin Abdil Muththalib radhiyallahu ‘anhuma berkata,
“Barangsiapa mencintai karena Allah Subhanallahu wa Ta’ala, membenci karena Allah Subhanallahu wa Ta’ala, membela karena Allah Subhanallahu wa Ta’ala, dan memusuhi karena Allah Subhanallahu wa Ta’ala, dengan itu ia peroleh kecintaan Allah Subhanallahu wa Ta’ala.
Seorang hamba juga tidak akan mendapatkan manisnya iman meskipun banyak shalat dan puasanya hingga ia memiliki sifat-sifat itu.
Sungguh, kebanyakan persaudaraan manusia adalah karena urusan dunia (bukan lagi karena Allah Subhanallahu wa Ta’ala), dan yang seperti itu tidaklah memberi manfaat sedikit pun pada dirinya.”
(Riwayat Abu Dawud, “Kitab as-Sunnah” no. 4681, dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 380)
9 -Pokok Hikmah Adalah Diam
Muhammad bin ‘Ajlan rahimahullahu mengatakan,
“Ucapan manusia ada empat macam: (1) berzikir mengingat Allah Subhanallahu wa Ta’ala, (2) membaca Al-Qur’an, (3) bertanya tentang sebuah ilmu lalu ia diberi tahu, dan (4) berkata tentang urusan dunia yang diperlukan.
Seseorang berkata kepada Salman al-Farisi rahimahullahu, ‘Berilah aku wasiat!’ Salman mengatakan, ‘Engkau jangan berbicara.’
Lelaki itu menjawab, ‘Orang yang hidup di tengah-tengah manusia tidak mungkin tidak berbicara.’
Salman menukas, ‘Jika demikian, kalau engkau berbicara, bicaralah yang benar. Kalau tidak, diamlah.’
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, ‘Demi Allah, yang tidak ada sesembahan yang benar selain Dia, tidak ada sesuatu di muka bumi ini yang lebih pantas dipenjara dalam waktu yang lama selain lisan.’
Wahb bin Munabbih rahimahullahu mengatakan, ‘Para ahli hikmah bersepakat bahwa pokok hikmah adalah diam’.” (Jami’ al-’Ulum wal Hikam, hlm. 178)
10 - Urgensi Harta dan Kesehatan dalam Membentengi Agama
Sufyan ats-Tsauri rahimahullahu berkata, “Harta pada zaman dahulu adalah sesuatu yang dibenci. Adapun pada hari ini, harta adalah perisai seorang mukmin. Kalau saja bukan karena dinar-dinar ini, niscaya para penguasa menjadikan kita sebagai sapu tangan-sapu tangan mereka.”
Beliau juga berkata, “Siapa saja yang memiliki harta benda, hendaklah ia mengembangkannya dengan baik karena ini adalah suatu masa yang apabila seseorang didera oleh kebutuhan, sesuatu yang pertama kali dia korbankan adalah agamanya.”
Al-Munawi rahimahullahu berkata, “Sesungguhnya, badan yang sehat merupakan pendukung aktivitas peribadatan. Oleh karena itu, kesehatan adalah harta berlimpah yang tiada taranya. Adapun si sakit adalah orang yang lemah. Sementara itu, umur yang diberikan akan menguatkan. Kesehatan bersama kefakiran lebih baik daripada kekayaan bersama kelemahan. Orang yang lemah itu ibarat mayat.”
Beliau juga mengatakan, “Kekayaan tanpa ketakwaan adalah kebinasaan karena seseorang akan mengumpulkannya bukan dari jalan yang benar dan akan menahan atau memberikannya bukan pada sasaran yang benar.”
(Syarah Shahih al-Adabil Mufrad lil Imam al-Bukhari, 1/394-395)
sumber ; Majalah Asy Syariah & http://atsarsalaf.wordpress.com
5 - Tingkatan Tawakal
6 - Dunia Akan Berlalu, Akhirat Akan Menyongsong
7 - Menjauhi Perdebatan Dalam Hal Agama
8 - Meraih Manisnya Iman
9 -Pokok Hikmah Adalah Diam
“Ucapan manusia ada empat macam: (1) berzikir mengingat Allah Subhanallahu wa Ta’ala, (2) membaca Al-Qur’an, (3) bertanya tentang sebuah ilmu lalu ia diberi tahu, dan (4) berkata tentang urusan dunia yang diperlukan.
Lelaki itu menjawab, ‘Orang yang hidup di tengah-tengah manusia tidak mungkin tidak berbicara.’
Salman menukas, ‘Jika demikian, kalau engkau berbicara, bicaralah yang benar. Kalau tidak, diamlah.’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar