Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Minggu, 16 September 2012

Mengubah Ujian Menjadi Pujian

Mengubah Ujian Menjadi Pujian


“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan/ujian kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan Inna Lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al Baqarah [2]: 155-157)
            Setelah gempa berkekuatan 7,3 Skala Richter mengguncang Jawa Barat dan sekitarnya pada tanggal 2 September 200, yang menyebabkan kerugian jiwa dan harta yang tidak sedikit, tiba-tiba gempa tektonik dengan kekuatan 7,6 Skala Richter meluluhlantakkan Sumatra Barat pada tanggal 30 September 2009, tepat pada pukul 17.16 WIB. Ratusan ribu rumah dan bangunan hancur bahkan tidak sedikit yang amblas ditelan bumi. Jumlah korban tewas akibat gempa ini diperkirakan ribuan orang dan puluhan ribu luka-luka.
            Sebagai orang yang beriman, tidak ada yang bisa dilakukan selain menyikapi ujian itu secara benar dan sesuai dengan petunjuk Allah swt agar ujian tersebut bisa berubah menjadi pujian di sisi-Nya. Ayat di atas telah memberikan rambu-rambu dalam menyikapi berbagai macam ujian sehingga bisa berubah menjadi pujian.

Ujian adalah Sunnatullah
            Sesungguhnya ujian (ibtila’) adalah Sunnatullah fil Hayah (dalam kehidupan). Adalah mustahil hidup di dunia tanpa ujian. Begitu pastinya ujian, maka dalam ayat di atas sampai perlu dihadirkan 2 (dua) huruf at-Taukid (kata penegas); yaitu al Laam dan Nun at Taukidpada lafazh “Wa lanabluwannakum” (Dan sungguh pasti Kami akan menguji kalian). Bahkan redaksinya pun dengan menggunakan Fi’il Mudhari’ yang berarti berkesinambungan.
            Apa bentuk ujiannya? Dengan sedikit ketakutan dan kelaparan. Jauh lebih ringan dari cobaan dan musibah yang Allah berikan kepada umat-umat terdahulu sebagaimana firman Allah, “... karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat” (QS An Nahl [16]: 112). Di antara bentuk ujian Allah adalah kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.

Ujian adalah tuntutan keimanan
            Allah swt telah menegaskan bahwa ujian termasuk Qadhaaya Imaniyah (diskursus keimanan) bahkan merupakan Muqtadlayaatul Iman (tuntutan keimanan) sebagaimana dalam firman-Nya, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS Al ‘Ankabuut [29]: 2-3)
            Karena itulah manusia-manusia pilihan Allah, para nabi dan rasul juga diuji. Nabi Ibrahim as diuji untuk menyembelih putranya. Nabi Ayub as diuji dengan penyakit selama bertahun-tahun. Termasuk Rasulullah saw juga menghadapi begitu banyak ujian dan cobaan. Ujian adalah cara Allah untuk menggembleng dan meningkatkan derajat para hamba-Nya.          Nabi saw bersabda,“Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan, maka Dia akan mengujinya.” Karenanya, ujian sesungguhnya merupakan kebaikan bagi seorang mukmin. Sebab, dengan ujian dan musibah itu menjadikannya selalu bersandar kepada Allah, mendekat dan ta’at kepada-Nya serta meninggalkan semua bentuk kemaksiatan.
Rasulullah pernah bersabda, “Besarnya ganjaran pahala sesungguhnya berasal dari besarnya petaka/musibah yang menimpa. Dan apabila Allah mencintai suatu kaum maka Ia akanmenguji mereka. Barangsiapa yang ridha, maka Allah pun ridha padanya, dan barangsiapa yang murka karenanya, maka Allah pun murka padanya.” 
  Hadapi ujian dan musibah dengan sabar
            Manusia tidak sama dalam menyikapi ujian. Ada yang tidak sabar, bahkan sering menyalahkan Tuhan, dan ada yang sabar. Karena itu, reward yang diberikan Allah kepada manusia yang diuji pun berbeda-beda, sesuai dengan penyikapannya terhadap ujian dan musibah.
Maka, sikap pertama yang bisa mengubah ujian menjadi pujian adalah dengan sabar. Bagi orang yang sabar saat diuji, maka Allah memujinya dan melimpahkan kepadanya pahala yang besar, “Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”, begitulah Allah sampaikan dalam ayat di atas. Bagi yang tidak sabar, berarti tidak pantas mendapatkan berita gembira dari Rabbul ‘Aalamin. Sebab, ia sama saja tidak beriman kepada Qadha dan Qadar Allah.
            Begitu banyak ayat dan hadits yang menyemangati kita untuk selalu bersabar dalam menghadapi ujian dan musibah. Di antaranya , irman Allah, “Dan mohon pertolonganlah kalian dengan sabar dan shalat. (QS Al Baqarah [2]: 45)
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS Az Zumar [39]: 10)
            Rasulullah saw bersabda, “Sungguh amat menakjubkan urusan orang yang beriman, karena semua urusannya adalah kebaikan semata, dan tak seorang pun yang memiliki hal itu selain orang beriman. Apabila ia memperoleh kegembiraan (nikmat), lalu ia bersyukur, maka itu kebaikan baginya. Dan apabila ia tertimpa keburukan/bencana, lalu ia bersabar, maka itu pun kebaikan baginya.”

Kembali kepada Allah
            Kesabaran yang hakiki adalah kesabaran yang mampu menyadarkan manusia bahwa semua yang ada di dunia milik Allah dan cepat atau lambat pasti akan kembali kepada Allah,“(orang-orang yang sabar yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan Inna Lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun (Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).”
            Seluruh jagat raya ini milik Allah, termasuk harta, rumah, anak, istri dan sebagainya. Semua itu diamanahkan dan dititipkan kepada kita. Untuk selanjutnya akan diminta pertanggungjawaban di akhirat nanti. Sebagai Pemilik, Allah berhak mengambilnya kapan saja sekehendak-Nya. Karena itulah, kita harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya jika sewaktu-waktu diri, harta, anak, istri dan semua yang ada di sekitar kita diambil oleh Allah.

Pujian dan penghargaan bagi orang yang sabar
            Bagi orang sabar ketika diuji dan meyakini Qadha dan Qadar Allah, baik atau buruk sehingga menerima dengan ikhlas dan tabah terhadap semua jenis cobaan dan musibah, maka Allah menganugerahkan kepadanya 3 (tiga) pujian dan penghargaan besar:
Pertamamendapat shalawat dari Allah. Mereka diangkat derajatnya oleh Allah, disejajarkan dengan Rasulullah saw dalam memperoleh penghargaan ini (Lihat Fi Zhilal Al Qur’an, Sayyid Quthb, I/139-140) sebagaimana firman Allah dalam QS Al Ahzab [33]: 56,“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi.” Shalawat dari Allah berarti maghfirah (pengampunan), dukungan, pertolongan, kemenangan, dimudahkan urusan dunia dan akhiratnya, dan sebagainya.
Kedua, mendapat rahmat Allah. Hanya orang yang tidak waras akalnya yang tidak mengharap rahmat Allah. Dengan rahmat Allah-lah seseorang masuk surga.
Ketiga, mendapat predikat sebagai Al Muhtaduun, “mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” Kehadiran dhamir “Hum” dalam ayat di atas memberikan pemahaman bahwa hanya merekalah yang pantas bergelar Al Muhtaduun, sementara yang lain tidak.

Akibat maksiat dan dosa
            Begitupun sesungguhnya musibah dan bencana tidak terjadi begitu saja, melainkan karena ada pemicunya, yaitu maksiat dan dosa. Hal ini telah ditegaskan oleh Allah dalam banyak ayat, di antaranya,“Dan musibah apa pun (gempa bumi, penyakit menular, longsor) yang menimpa kamu, adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS Asy Syuura [42]: 30)
            Semoga ujian dan musibah kali ini mampu memotivasi kita semua, dari rakyat sampai pejabat, untuk melakukan perubahan yang signifikan dalam kehidupan kita dengan melakukan muhasabah (introspeksi dan mengevaluasi diri) kemudian cepat bertobat kepada Allah dari segala dosa dan kesalahan, sehingga membuat negeri ini terbebas dari bencana dan malapetaka.

Tidak ada komentar:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif