Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Jumat, 31 Agustus 2012

BERIBADAH ITU TIDAK CUKUP HANYA DENGAN HANYA MELAKSANAKAN SHOLAT , PUASA , ZAKAT DAN HAJI SAJA


4 Langkah Untuk Meningkatkan Kualitas Keislaman Seorang Muslim

Kebanyakan kaum muslimin masih beranggapan kewajibannya untuk agama ini hanyalah beramal dan beribadah (sholat, puasa dan sejenisnya). Dan itu mereka anggap sudah cukup membuat mereka selamat menuju akhirat. 

Padahal ada 4 hal yang harus dilakukan setiap muslim untuk meningkatkan kualitas keislamannya, dimana dengannya ia selamat menuju akhirat.  Tanpa menjaga 4 kewajibannya ini maka mereka akan termasuk orang-orang yang merugi dan gagal di dunia dan akhirat.

Berikut ini kami kutip penjelasan mengenai 4 langkah yang menjadi kewajiban setiap muslim agar kualitas iman dan keislamannya bisa terjaga kokoh dan meningkat dari hari ke hari.  Tulisan ini kami sarikan berdasarkan salah satu tulisan Abu Umamah Abdurrohim bin Abdul Qohhar Al Atsary sesuai keterangan sumber pustaka pada catatan kaki.

Agama Islam akan bermanfaat bagi setiap muslim setelah ia menjalankan tugas yang telah diwajibkan oleh Alloh Subhanahu wa ta’ala.

Kewajiban setiap muslim terhadap agamanya itu ada 4 yaitu :

1. Mempelajari Islam (menuntut ilmu agama)

2. Mengamalkan ajaran Islam (berdasarkan ilmu yang sudah kita pelajari) pada diri kita sendiri

3. Mendakwahkan ajaran Islam kepada umat manusia agar taat pada agama Islam

4. Bersabar dalam mengamalkan ajaran Islam, dalam berdakwah dan dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah.

Keempat tugas dan kewajiban ini telah Alloh subhanahu wata’ala sebutkan dalam firmanNya  (artinya) :

“Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam keadaan merugi (celaka), kecuali orang-orang yang beriman, beramal shalih, saling menasehati dalam kebenaran, dan saling menasehati dalam kesabaran.”(QS, Al ‘Ashr: 1-3)

Imam As-Syafi’i berkata: “Seandainya semua manusia memikirkan apa yang ada di dalam surat ini (surat Al ‘Ashr), sesungguhnya surat ini mencukupi mereka”. Penjelasannya adalah bahwa martabat itu ada empat, dengan menyempurnakan keempatnya, maka seseorang mendapatkan puncak kesempurnaannya. (seperti ditulis Imam Ibnul Qoyyim  di dalam Miftah Darus Sa’adah 1/56)(sebagai tambahan penerbit) 

Berikut dibawah ini penjelasan singkatnya :

1. Mempelajari Islam (Berilmu)

Allah Subhanahu wa ta’ala mewajibkan setiap muslim untuk mempelajari agamanya secara terus-menerus, hingga akhir hayat, sebagaimana telah disabdakan Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam (artinya) :

“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim”

(HR. Ibnu Majah, Abu Ya’la, Thabrani, dan Al Albany telah menshohihkannya)

Adapun diantara sebab-sebab diwajibkannya belajar agama adalah :

-  Kita tidak dapat menjalankan agama dengan baik dan benar kalau tidak belajar (memahami) terlebih dahulu dengan baik apa yang akan kita amalkan.  Orang yang tidak mau atau bermalas-malasan belajar agama tidak akan mendapatkan kebaikan.  Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam bersabda (artinya) :

“Barangsiapa yang dikehendaki oleh Alloh kebaikan baginya, maka Alloh akan mengkaruniakan kepahaman agama baginya”   (HR Al Bukhori).

Al Imam Al Bukhori menafsirkan hadits ini dengan mengatakan : “Orang yang tidak mau belajar kaidah-kaidah Islam, terhalang baginya kebaikan”

-  Ibadah atau amal shalih yang dicintai dan diridhoi Alloh Subhanahu wa ta’ala adalah jika amalan itu sesuai dengan (cara dan tujuan yang dijelaskan di) Al Qur’an dan As-Sunnah.  Maka kita wajib mempelajari Al Qur’an dan As-Sunnah karena keduanya menerangkan segala sesuatu yang dicintai dan diridhoi Alloh subhanahu wata’ala untuk kita amalkan. Didalamnya juga diterangkan hal-hal yang dibenci dan dimurkai oleh-Nya yang harus kita jauhi dan tinggalkan.

Rosululloh shalallahu alaihi wassalam menyampaikan pesan untuk seluruh umat Islam, melalui sabdanya (artinya) :

“Aku tinggalkan bagi kalian dua perkara, yang kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh dengan keduanya, yaitu kitabulloh dan sunnahku.  Keduanya tidak akan berpisah sampai kalian (bertemu) kembali denganku di telaga Al Haudh”  (Al Hadits,  diantaranya ada dalam riwayat Hakim (I/172), dan Daruquthni(hadits no. 149), HR Imam Malik 1395 bersumber dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu dihasankan oleh Al-Albani di dalam kitabnya Manzilatus Sunnah fil Islam 1/18]

-  Alloh subhanahu wata’ala telah melarang untuk mengerjakan sesuatu yang tidak diketahui ilmunya. Alloh subhanahu wata’ala berfirman (artinya) :

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra: 36)

Jadi orang Islam yang tidak mau belajar agama, dia tidak akan mengerti mana jalan yang lurus (baik) dan mana jalan yang menyesatkan, mana yang benar dan mana yang salah. Mereka tidak akan mengerti mana perbuatan yang dicintai Alloh dan mana yang dibenci dan dimurkai-Nya.

Orang yang tidak mau belajar agama telah berdosa karena tidak taat kepada Alloh subhanahu wata’ala.

Adapun ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim ada tiga yaitu mempelajari tentang Alloh subhanahu wata’ala, mempelajari tentang Nabi-Nya shalallahu alaihi wassalam, dan mempelajari tentang agama Alloh subhanahu wata’ala.

2.   Mengamalkan Ajaran Islam

Kewajiban setiap muslim setelah mempelajari ilmu agama adalah mengamalkan ilmunya.  Orang yang belajar agama tapi tidak mengamalkannya, tidak ada gunanya dan tetap berada dalam kesesatan dan murkan Alloh subhanahu wata’ala. 

Orang yang mengerti dengan baik ajaran Islam namun tidak mengamalkannya, sangat menyerupai orang Yahudi yang tahu kebenaran Islam tapi menyangkalnya, kemudian dilaknat Alloh subhanahu wata’ala. Adapun orang yang mengamalkan agama tetapi tidak diadasari ilmu yang benar, maka mereka menyerupai orang Nasrani (Kristen) yang beribadah dengan cara yang salah, dan telah dilaknat Alloh subhanahu wata’ala.

Orang Islam wajib mempelajari agamanya dengan sebaik-baiknya, kemudian mengamalkannya dengan cara menjalankan perintah dan menjauhi apa yang dilarangNya dan dimurkaiNya.  Mempelajari dan mengamalkan Islam merupakan jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang telah diberi petunjuk dan diberi nikmat oleh Alloh subhanahu wata’ala yaitu para Nabi, shiddiqun, syuhada dan orang-orang yang sholih.

3.  Mendakwahkan ajaran Islam

Kewajiban selanjutnya adalah menyampaikan dan mengajak kaum muslimin untuk mempelajari Islam dengan baik kemudian mengamalkannya, juga mengajak orang-orang yang diluar Islam agar memeluk agama Islam yang jelas telah diridhoi Alloh Subhanahu wata’ala, yang akan menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat.

Alloh subhanahu wata’ala telah menerangkan kewajiban berdakwah ini dalam firmanNya (artinya) :

“Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan peringatan yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik”  (QS An Nahl : 125)

4.  Bersabar dalam menjalankan kewajiban beragama

Bersabar artinya menahan hawa nafsu untuk taat dan tidak bermaksiat kepada Alloh subhanahu wata’ala serta tidak mencela dan membenci takdir Alloh subhanahu wata’ala.

Sabar itu ada 3 macam :

  1. Bersabar ketika menjalankan ketaatan kepada Alloh subhanahu wata’ala

  2. Bersabar ketika menjauhi larangan dan maksiat

  3. Bersabar ketika menerima ujian dan cobaan dari Alloh subhanahu wata’ala

Demikianlah, inilah empat tugas dan kewajiban bagi setiap muslim agar agamanya bermanfaat pada dirinya dengan baik, yaitu mempelajari agama, mengamalkannya, mendakwahkannya dan bersabar.

Sumber :  Dikutip dari Buku Pegangan TPQ, Modul Aqidah I, oleh Abu Umamah Abdurrohim bin Abdul Qohhar Al Atsary.

Selengkapnya lihat di sini

Rumahmu adalah Surgamu


Rumahmu adalah Surgamu

RUMAH

Saudariku muslimah…

Istri shalihah percaya bahwa tempat terbaik untuk menjaga diri dari keterjerumusan ke dalam jurang kebinasaan adalah tinggal di rumahnya, karena itu ia tidak menjadi orang yang suka keluar dan pergi dari rumah.

Istri shalihah beriman terhadap firman Allah Ta’ala, yaitu perintah untuk tinggal di dalam rumahnya. Allah Ta’ala berfirman,

“Dan tinggallah kalian (para wanita) di rumah-rumah kalian.” (Qs. Al Ahzaab: 33)

Makna ayat ini adalah perintah agar para wanita tetap tinggal di dalam rumah, meskipun asalnya ayat ini ditujukan kepada para istri Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam namun wanita selain mereka termasuk ke dalam ayat ini dari sisi maknanya.

Hal ini kalau tidak ada dalil khusus yang mencakup seluruh wanita, bagaimana? Sedangkan syariat telah menerangkan agar supaya wanita tinggal di rumah mereka dan menahan diri untuk keluar dari rumah kecuali untuk suatu yang darurat. Allah Ta’ala memerintahkan kepada para istri Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk tetap tinggal di rumah-rumah mereka dan mereka menjadi orang yang dituju oleh ayat tadi secara langsung sebagai bentuk penghormatan bagi mereka.

Ibnu Katsir berkata di dalam Tafsirnya (3/482), “Tetaplah kalian di rumah kalian, janganlah keluar tanpa ada kebutuhan, di antara kebutuhan yang syar’i adalah shalat di masjid dengan berbagai syaratnya.

Muhammad bin Siriin berkata, “Saya diberitahu bahwa Saudah (istri Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam) pernah ditanya, “Kenapa kamu tidak haji dan juga tidak umrah seperti yang dilakukan oleh saudari-saudarimu?” Ia menjawab, “Saya sudah pernah haji dan juga pernah umrah, Allah Ta’ala memerintahkan untuk tetap tinggal di rumahku. Demi Allah, saya tidak akan keluar dari rumahku sampai mati.”

Muhammad berkata, “Demi Allah, ia tidak pernah keluar dari pintu kamarnya hingga ia keluar dalam keadaan sudah menjadi jenazah.”

Ibnul Arabi -semoga Allah merahmatinya- berkata, “Sungguh saya telah memasuki beribu-ribu kampung, saya belum pernah melihat para wanita yang lebih menjaga keluarganya dan menjaga harga dirinya dari pada wanita negeri Nablus, suatu negeri yang Nabi Ibrahim pernah dilemparkan ke dalam api. Saya pernah tinggal di negeri tersebut dan saya tidak pernah melihat seorang perempuan pun di jalanan pada siang hari kecuali pada hari Jum’at, mereka keluar ke masjid pada hari Jum’at hingga masjid-masjid pun penuh sesak dengan mereka. Bila telah selesai shalat maka mereka segera kembali ke rumah mereka dan saya tidak melihat seorang perempuan pun sampai hari Jum’at berikutnya.

Al ‘Allamah Kamaluddin Al Adhami -semoga Allah merahmatinya- berkata, “Tetap tinggal di rumah bagi seorang perempuan adalah gerbang kebaikan, yang memasukinya akan aman kehormatannya, jiwanya, hartanya, agamanya dan kemuliaannya. Rumah adalah tempat yang paling mulia untuk menjaga harga diri dan kehormatan, karena ia dapat menunaikan kewajiban rumah tangganya, dapat memenuhi hak suami dan anak-anaknya serta menjalankan ajaran agamanya tanpa disibukkan dengan berbagai kesibukan di luar rumah. Bahkan ia punya waktu luang untuk tetap beribadah, membaca buku-buku agama dan mempelajari akhlak yang sejati.

Saat itulah ia bisa menikmati lezatnya hidup, ia juga akan bisa menyadari bahwa kebahagiaan telah menyelimutinya. Bagaimana tidak demikian, Rabbnya telah ridha kepadanya, suaminya puas dengannya karena ia menjalankan semua yang menjadi kewajibannya. Kebahagiaan mana lagi yang lebih besar bagi seorang perempuan dari pada keridhaan Rabbnya dan kepuasan suaminya.

Hal ini sangat berbeda dengan perempuan yang suka keluar dan pergi dari rumahnya, perempuan yang tidak betah tinggal di rumahnya walau sesaat. Bahkan sukanya pergi kesana kemari baik malam maupun siang hari. Berkumpul dan berbaur dengan semua orang tanpa melihat apakah itu mahram atau bukan, halal atau haram. Bila pulang ke rumahnya maka kepalanya sudah penuh berbagai macam tuntutan dan permintaan karena pengaruh apa yang dilihat dan disaksikannya. Lalu ia meminta uang kepada suaminya dan kadang keadaan suaminya tidak mampu memenuhi permintaannya maka mulailah menyala api perselisihan di antara keduanya. Lantas ia pun tidak peduli dengan urusan rumahnya, pendidikan anak-anaknya, tidak menjalankan kewajiban terhadap Rabbnya juga terhadap suaminya. Ia pun melecehkan buku-buku agama dan adab jika ia bisa membaca dan menulis, bahkan ia konsentrasi untuk membaca buku murahan dan buku-buku vulgar, bila dinasihati oleh suaminya maka ia berbangga dengan dosa yang dilakukannya malah ia akan menyerang balik dengan mencaci dan mencelanya.

Pada setiap saat kamu mendapatinya sesak dadanya, picik pemikirannya dan inilah balasannya dengan sebab apa yang diperbuatnya. Allah Ta’ala telah berfirman,

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”(Qs. Thaha: 124)

Itu semua adalah akibat keluar dari rumah dan tidak adanya keterikatan dengan hukum syar’i. Dampak negatif keluar dari rumah dan tidak menetap di dalamnya yang pertama kali nampak adalah melecehkan dan meremehkan kenikmatan yang ada padanya, menganggap suaminya dengan sebelah mata karena ia telah melihat kehidupan yang lebih enak dari pada yang dialaminya dan mulailah ia mencela suaminya, apalagi kalau suaminya lebih tua atau terlambat memberikan nafkahnya.

Lalu akan merangkaklah bibit pertengkaran dan percekcokan yang kadang bisa mengantarkan kepada perceraian dan perpisahan, dan pada saat itulah rumah tangganya menjadi berantakan dan hidupnya menjadi hancur.

Perempuan yang tetap tinggal di rumahnya, akan kamu lihat ia berada dalam puncak kenikmatan dan berdampingan dengan suaminya yang terbaik. Matanya tidak jelalatan kepada selain suaminya, ia tidak mengingkari kenikmatan yang diberikan oleh suaminya walau pun sedikit. Tidak ada celah bagi setan untuk menciptakan perselisihan di antara keduanya. Keduanya hidup bersama dengan penuh kebahagiaan dan kecerahan hidupnya diridhai, semua itu adalah berkah dari tetap tinggalnya seorang perempuan di rumahnya.

Saudariku muslimah…

Islam menghendaki seorang istri shalihah berada dalam keadaan yang sangat baik, jauh dari keragu-raguan dan syubhat-syubhat.

Karena itu bila memang ada kebutuhan yang mendesak untuk keluar maka hendaknya ia keluar dengan memakai hijab (pakaian penutup aurat), berjalan dengan sopan, menundukkan mata dan menghindari jalan bagian tengah.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Tidak boleh bagi wanita berjalan di jalan bagian tengah.” Hadits Hasan. Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (7/447), Ad-Daulabi (1/45), Al Baihaqi (7821, 7823) dalam kitab Syu’abul Iman dan ada beberapa penguatnya

Wanita shalihah berjalan di bagian pinggir jalan bukan di tengahnya, karena berjalan di tengah jalan merupakan sebab dirinya menjadi sasaran pandang kaum lelaki, lalu berjalannya tersebut menghilangkan kewibawaan dirinya dan penghormatan kepadanya.

Adapun wanita yang berjalan di pinggir jalan jauh dari bagian tengahnya, maka ia telah mengurangi sorotan pandangan lelaki dan menjauhkan penilaian negatif terhadap dirinya. Ia keluar dari rumahnya dengan memakai hijabnya, berjalan dengan penuh penghormatan, jauh dari segala hal yang bisa mendatangkan syubhat.

Saudariku muslimah…

Maksud dari hadits ini bukan seperti yang banyak disangka oleh sebagian besar muslimah bahwa maksud dari hadits ini adalah membatasi ruang gerak seorang perempuan atau mengurangi peranannya, sesungguhnya maksudnya adalah untuk mengatur bagaimana seorang perempuan keluar dari rumahnya.

Hukum asalnya seorang perempuan adalah tinggal di rumahnya, memikirkan urusan rumahnya dan tidak keluar kecuali dalam keadaan darurat saja. Kalaulah seorang perempuan ingin bekerja maka harus pada hal-hal yang dibolehkan oleh syariat yang lurus ini berupa pekerjaan-pekerjaan yang memang khusus bagi kaum hawa.

Adapun seorang perempuan keluar dari rumahnya dengan berpenampilan tabarruj (berdandan dan tidak menutup aurat), berkeliaran di jalan-jalan, bercampur-baur dengan lelaki dengan anggapan bahwa ia sedang bekerja dan berusaha maka perkara ini memerlukan pemikiran yang panjang. Seorang perempuan mestinya intropeksi diri dan menimbang-nimbang pekerjaannya. Kemanakah perginya agama dia karena sebab ngobrol dengan lelaki dalam perkara yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaanya??

Bahkan kemanakah perginya pekerjaannya yang semestinya seorang perempuan berlomba-lomba untuk bisa memberikan manfaat kepada anak-anak generasi kaum muslimin atau untuk kaum hawa sejenisnya?

Sesungguhnya seorang istri pada saat ini menganggap bahwa pekerjaan merupakan sarana untuk mencukupi dirinya dan dunianya, menurut kadar pemahaman agamanya yang lemah.

Lalu bagaimana keadaanmu wahai para istri dan saudariku muslimah?

Andai Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam melihat keadaan wanita saat ini dan melihat perbuatan mereka yang sia-sia di jalanan juga melihat pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh wanita saat ini, apakah yang akan dikatakan oleh Beliau Shallallaahu ‘alaihi wasallam?!!

Ibu kita, Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata, “Andai Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam melihat apa yang dilakukan oleh para wanita saat ini, tentulah beliau tidak akan mengizinkan mereka untuk keluar, yakni keluar ke masjid untuk shalat.”

Perkataan beliau ini diucapkan tak selang lama setelah wafat Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, lantas bagaimana keadaan para wanita pada zaman kita ini yang sangat jauh dari zaman Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan telah lewat lima belas abad dari masa Beliau Shallallaahu ‘alaihi wasallam?!

Wahai para wanita yang ingin mencapai martabat Istri shalihah
Wahai para wanita yang menginginkan kebahagian rumah tangga
Kalian harus tetap tinggal di rumahmu, menangislah untuk kesalahanmu dan carilah keridhaan Rabb-mu

Oleh: Abu Maryam Majdi bin Fathi As-Sayid
Disadur dan diterjemahkan oleh Al-Ustadz Abu Muqbil Ahmad Yuswaji dari kitab Linnisaa Faqath, Az-Zaujah Ash-Shalihah
Sumber: Majalah As-Salam no IV/ Tahun II-2006M/1427H
(Sumber URL: http://www.ahlussunnah-jakarta.org/detail.php?no=171,http://ghuroba.blogsome.com)

KEUTAMAAN TAUHID DAN BAHAYANYA SYIRIK

Tauhid Merupakan Tujuan Manusia Diciptakan, dan Bahaya Besar Bagi Penentangnya

Tak jarang dari umat manusia yang belum memahami dengan sebenarnya akan hakekat keberadaannya di muka bumi ini.

Sebagian mereka beranggapan bahwa hidup ini hanyalah proses alamiah untuk menuju kematian.  Sehingga hidup ini tak ubahnya hanyalah makan, minum, tidur, beraktifitas dan mati, lalu selesai! Tanpa adanya pertanggungjawaban amal di hari kiamat kelak.

Allah , Pencipta semesta alam mengingkari anggapan batil ini dengan firman-Nya (artinya): “Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, (sebagian) kami ada yang mati dan sebagian lagi ada yang hidup (lahir). Dan tidak ada yang membinasakan kita kecuali masa.” Mereka sekali-kali tidak mengerti tentang hal itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (Al Jatsiyah: 24)

Bila demikian keadaannya, lalu apa tujuan diciptakannya kita di muka bumi ini?

Tujuan Diciptakannya Manusia

Para pembaca, sesungguhnya keberadaan kita di muka bumi ini tidaklah sia-sia belaka. Allah berfirman (artinya): “Apakah kalian mengira bahwa Kami menciptakan kalian sia-sia belaka?” (Al Mu’minun: 115)

Bahkan dengan tegas Allah menyatakan (artinya): “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah (mengesakan ibadahnya) kepada-Ku, Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan pada-Ku, Sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan Lagi Maha Sangat Kuat” (Adz Dzariyat: 56-58)

Tentunya, ibadah di sini hanyalah berhak diberikan kepada Allah semata, karena Dia-lah satu-satunya Pencipta kita dan seluruh alam semesta ini. Allah berfirman (artinya): “Hai manusia beribadahlah kepada Rabbmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap. Dan Dia yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan sebab itu segala buah-buahan sebagai rizki untukmu, karena itu janganlah kamu menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kamu mengetahui.” (Al Baqarah: 21-22)

Demikianlah hikmah dan tujuan penciptaan kita di muka bumi ini.

Makna Ibadah

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Ibadah adalah suatu nama yang mencakup seluruh perkara yang dicintai oleh Allah dan diridhai-Nya baik berupa ucapan maupun perbuatan, baik yang dhahir maupun batin.”

Asal ibadah adalah ketundukan dan perendahan diri. Suatu ibadah tidaklah dikatakan ibadah sampai pelakunya bertauhid yaitu mengikhlashkan peribadatan hanya kepada Allah dan meniadakan segala sesembahan kepada selain Allah . Atas dasar itu Ibnu Abbas berkata: “Makna beribadah kepada Allah adalah tauhidullah (yaitu mengesakan peribadahan hanya kepada Allah).

Itulah realisasi dari kalimat tauhid  ‘Lailahailallah’ .  Kalimat tauhid ini merupakan kalimat yang sangat akrab dengan kita, bahkan kalimat inilah yang kita jadikan sebagai panji tauhid dan identitas keislaman. Ia sangat mudah diucapkan, namun menuntut adanya sebuah konsekuensi yang amat besar. Oleh karena itu, Allah gelari kalimat ini dengan “Al ‘Urwatul Wutsqo” (buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus), sebagaimana dalam firman-Nya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut (segala apa yang diibadahi selain Allah) dan beriman kepada Allah, maka sungguh ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.  Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al Baqarah: 256)

Dakwah Tauhid Adalah Misi Utama Yang Diemban Para Rasul

Tujuan pokok diutusnya para Rasul adalah menyeru umat manusia agar beribadah hanya kepada Allah semata, dan melarang dari peribadatan kepada selain-Nya, sebagaimana Allah berfirman (artinya): “Sungguh tidaklah Kami mengutus seorang rasul pada setiap kelompok manusia kecuali untuk menyerukan: “Beribadahlah kalian kepada Allah saja dan tinggalkan thaghut (yakni sesembahan selain Allah).” (An Nahl: 36)

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan padanya bahwa tidak ada sesembahan yang haq diibadahi melainkan Aku, maka beribadahlah kepada-Ku”. (Al Anbiya’: 25)

Nabi Nuh sebagai seorang rasul pertama mengajak umatnya kepada tauhid selama 950 tahun. Demikian pula Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam selama 13 tahun tinggal di Mekkah menyeru umatnya kepada tauhid dan dilanjutkan di Madinah, sampai-sampai menjelang wafat pun beliau tetap mewanti-wanti tentang pentingnya tauhid dan bahayanya syirik, beliau berkata:

“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashrani karena mereka menjadikan kuburan nabi mereka sebagai sebagai masjid-masjid.”(Muttafaqun ‘alaihi).

Sebagaimana pula yang beliau wasiatkan kepada Sahabat Mu’adz bin Jabal t tatkala diutus ke negeri Yaman:

“Sesungguhnya kamu akan mendatangi sekelompok kaum dari Ahlul Kitab, maka jadikanlah yang pertama kali dalam dakwahmu, (ajakan) supaya mereka mau bertauhid kepada Allah .” (HR. Muslim)

Tauhid Adalah Solusi Dari Problema Umat

Di kancah perselisihan dakwah dengan lahirnya berbagai macam bendera-bendera Islam yang semuanya mengatasnamakan Islam.  Sebagian mereka mengatakan Islam tidak akan maju dan mulia selama tidak memperhatikan sisi ekonomi kaum muslimin.  Yang lain berpandangan bahwa medan politik adalah solusi umat, meraih kekuasan adalah target utama sebagai jembatan penegak syari’at di muka bumi, dan sekian banyak logika-logika yang hanya berdasarkan kepada perasaan ataupun emosional semata tanpa didasari dengan ilmu.

Para pembaca yang mulia, perhatikanlah berita penegasan dari Allah , bahwa dakwah tauhid yang merupakan tujuan diutusnya para rasul dan para nabi, dan diturunkannya kitab-kitab suci dari langit, adalah faktor terbesar untuk meraih kejayaan, mengangkat kehormatan, kemuliaan dan kesejahteraan kaum muslimin.  Allah berfirman (artinya): “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Yaitu mereka tetap beribadah hanya kepada-Ku dengan tiada mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An Nur: 55)

“Jikalau penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami melimpahkan berkah dari langit dan bumi.” (Al A’raf: 96)

Dan tauhid merupakan landasan utama dari sebuah keimanan dan ketakwaan.

Keutamaan Tauhid

Allah subhanahu wa ta’ala tidaklah mewajibkan suatu perkara, melainkan pasti padanya terdapat keutamaan-keutamaan yang sangat mulia. Begitu pula dengan “Tauhid” yang merupakan perkara paling wajib dari perkara-perkara yang paling wajib, tentunya pasti mempunyai berbagai keutamaan.

Di antara keutamaannya ialah:

1. Tauhid Adalah Tingkat Keimanan Yang Tertinggi

Kita ketahui bahwa iman itu bertingkat-tingkat, dan tingkatan yang tertinggi adalah kalimat tauhid Laa Ilaaha Illallah. Rasulullah r bersabda:

“Iman itu ada enam puluh cabang lebih, yang paling tinggi adalah perkataan/ucapan Laa Ilaaha Illallah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan.”(HR. Muslim)

2. Tauhid Sebagai Syarat Diterimanya Suatu Ibadah

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya):

“Seandainya mereka menyekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.”(Al An’am: 88)

3. Tauhid Merupakan Sebab Bagi Datangnya Ampunan Allah Subhanahu wa ta’ala

Hal ini didasarkan kepada firman Allah subhanahu wa ta’ala : “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik (ketika pelakunya meninggal dunia dan belum bertaubat darinya), dan Dia mengampuni dosa yang di bawah syirik bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.”(An Nisa’: 48 & 116)

4. Tauhid Sebagai jaminan Masuk ke Surga (Al Jannah) Tanpa Hisab

Ketika para shahabat bertanya-tanya tentang 70.000 orang dari umat Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab, maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam  bersabda:

“… mereka adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah, tidak minta di kay dan tidak mengundi nasib dengan burung dan sejenisnya dan mereka bertawakkal hanya kepada Allah.”(H.R. At Tirmidzi)

5. Orang Yang Tauhidnya Benar Pasti Akan Masuk Al Jannah

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam :

“Barangsiapa bertemu Allah dalam keadaan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, niscaya dia akan masuk surga.” (H.R. Muslim)

6. Tauhid Merupakan Sumber Keamanan

Sebagaimana firman Allah (artinya):“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kedhaliman (kesyirikan), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al An’am: 82)

Bagaimanakah Bahaya Syirik ?

Syirik merupakan lawan dari tauhid. Kalau tauhid mengandung makna menunggalkan Allah dalam hal ibadah, maka syirik mengandung makna menyekutukan Allah dalam hal ibadah. Di saat tauhid mempunyai banyak keutamaan maka sebaliknya syirik pun sangat berbahaya dan mempunyai banyak mudharat. Di antaranya adalah:

1. Dosa Syirik Tidak Akan Diampuni Oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya):

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik (ketika pelakunya meninggal dunia dan belum bertaubat darinya), dan Dia mengampuni dosa yang di bawah syirik bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.”(An Nisa’: 48 & 116)

2. Kesyirikan Adalah Kedhaliman Yang Besar

Firman Allah subhanahu wa ta’ala (artinya): “Sesungguhnya kesyirikan adalah kedhaliman yang besar.”(Luqman: 13)

3. Orang Yang Meninggal Dunia Dalam Keadaan Musyrik Akan Masuk Neraka Dan Kekal Di Dalamnya

Allah berfirman (artinya):

“Sesungguhnya barangsiapa yang menyekutukan Allah maka sungguh Allah mengharamkan baginya surga, dan tempat kembalinya adalah neraka dan tidak ada penolong bagi orang-orang yang dhalim.” (Al Maidah: 72)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam juga bersabda:

“Barangsiapa meninggal dunia dan dia berdo’a kepada selain Allah niscaya dia masuk neraka.” (HR. Al Bukhari)

4. Kesyirikan Penyebab Terpecah Belahnya Umat

Firman Allah subhanahu wa ta’ala (artinya):

“Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (Ar Ruum: 31-32)

Semoga Allah menjauhkan kita semua dari kesyirikan, dan menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang bertauhid, dan para penghuni jannah (surga)-Nya. Amin…

Sumber : Kewajiban Bertauhid Dan Menjauhi Kesyirikan,  Buletin Al-Ilmu  23 Syaban 1427 | 17 September 2006
http://www.buletin-alilmu.com/kewajiban-bertauhid-dan-menjauhi-kesyirikan-2

WASPADAI TIPUAN DUNIA


Berhati-berhati Dari Rayuan Dunia

 

Berhati-hatilah dari dunia. Hati-hati dari cinta dunia dan bergantungnya hatimu kepadanya. Sesungguhnya jika hati telah bergantung kepada dunia dan cinta kepada harta, akan sangat cepat tertipu dan cepat pula hilangnya ilmu dalam kehidupan dunia yang fana (bakal binasa) dan terkutuk ini. Sebagaimana penjelasan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dalam sabda beliau :

“Dunia ini terlaknat dan dilaknat apa-apa yang ada padanya, kecuali dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, ketaatan kepadaNya, orang yang berilmu, dan orang yang belajar ilmu”.(HR At Tirmidzi dan Ibnu Majah dari shahabat Abu Hurairah Radhiallahu anhu).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

Artinya: “Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah. [QS Luqmaan: 33]

 

Artinya: “Jangan sekali-kali kehidupan dunia menipu kalian.”

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :

Artinya: “Maka takutlah kalian kepada dunia dan takutlah kalian kepada wanita.” (HR Muslim dari shahabat Abu Sa’id al Khudry).

Berhati-hatilah kalian dari fitnah dunia dan jangan sekali-kali hati kalian bergantung kepadanya. Bukan berarti bahwa kalian tidak boleh makan dan minum, tidak boleh berjual-beli, tentu hal demikian itu kita perlukan, akan tetapi maksudnya adalah jangan sekali-kali hati kalian bergantung kepadanya.

Berhati-hatilah, janganlah kalian tenggelam dalam kehidupan dunia, karena banyak orang yang berbuat demikian, karena banyak orang yang berbuat demikian akhirnya menyia-nyiakan agamanya, kecuali orang-orang yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Diriwayatkan dalam kitab Sunan Ibnu Majah dengan sanad yang hasan dari hadits Abu Darda beliau berkata : “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam ketika kami sedang memperbincangkan masalah kefakiran yang menakutkan kami, beliau bersabda (yang artinya) : “Apakah kefakiran yang kalian takuti ? Demi Dzat yang jiwaku ada di tanganNya, sungguh benar-benar akan dituangkan kepada kalian dunia ini dengan satu kali tuangan. Sehingga tidak menyeleweng hati kalian ketika lalai melainkan karenanya. Demi Allah, sungguh aku telah meninggalkan kalian diatas hujjah yang putih bersih, malamnya sama dengan siangnya.” Abu Darda berkata : ”Ya, demi Allah, sungguh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam telah meninggalkan kita diatas hujjah yang putih, malamnya seperti siangnya.”

Berhati-hatilah, janganlah kita bergantung kepada dunia, karena barangsiapa yang melakukan demikian akan menjadikan hatinya menyeleweng. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam “Tidaklah menyelewengkan hati seseorang bila lalai melainkan dunia.”

Demikian pula sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam :

Artinya: “Bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan atas kalian akan tetapi yang aku khawatirkan atas kalian adalah dunia.” (HR Bukhari dan Muslim dari shahabat Amr bin Auf).

Beliau juga bersabda:

Artinya: “Bukan kesyirikan yang aku khawatirkan atas kalian, akan tetapi yang aku khawatirkan atas kalian adalah perhiasan kehidupan dunia.(Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih beliau 6196 dan Imam Muslim no 2296 dari sahabat ‘Uqbah bin ‘Amir. Adapun riwayat dengan lafadz (masy syirku’). Wallahu a’lam, tidak terdapat dalam lafadz keduanya. Atau mungkin salah dalam mendengarnya, yang ada adalah lafadz di atas).

Berhati-hatilah kamu, karena tidak akan berkumpul pada diri seseorang cinta kepada ilmu dan cinta kepada dunia. Namun, yang terjadi adalah apabila cinta kepada dunia mendominasi, maka cinta kepada ilmu akan menyingkir, begitupun sebaliknya. Maka jika cintamu terhadap dunia mendominasi pada dirimu, kamu pasti akan meninggalkan ilmu dan kamu akan menyia-nyiakan dirimu. (Syaikh Muhammad Ali Imam berkata : “Masuk ke dalam dunia adalah mudah sekali, namun keluar darinya sungguh sangat sulit.”)

Betapa banyak orang yang telah hilang sia-sia padahal dulunya mereka adalah penuntut ilmu, bahkan diantara mereka ada yang telah menghafal ratusan hadits, tapi kemudian ia bergantung kepada dunia, akhirnya hilang dan menjadi orang yang tidak berguna.

(Dikutip dari 20 Mutiara Indah Bagi Penuntut Ilmu dan Da’I Ilallah” hal 28-32, judul asli ‘Isyrun Nashiha li Tholibil ‘Ilmi wa Da’i Ilallah, penulis Syaikh Abdul Wahhab Al Wushaby al Abdali al Yamani dan Syaikh Muqbil bin Hadi al Wadi’i rahimahullah. Diterjemahkan al Ustadz Abu Usamah Abdurahman al Lomboki. Diterbitkan oleh Pustaka al Atsary Kp Cikalagan RT 10/02. Cileungsi Bogor)

Sabtu, 25 Agustus 2012

Rumahku Masih Ngontrak



Sudahkah anda memiliki sebuah rumah ?
Atau sedang membangunnya ?
Atau anda masih tenggelam dalam impian indah untuk mendirikan rumah ?
Hampir semua insan yang hidup di muka bumi ini berkeinginan memiliki tempat tinggal. Dia bekerja memeras otak dan keringatnya demi mewujudkan cita-cita memmembangun sebuah rumah;
Tempat tinggal untuk dirinya bersama kelurga
Tempat berteduh dari hujan dan panas
Tempat memadu cinta dan kasih sayang bersama anak dan cucu.
Dan Alhamdulillah, sudah banyak yang memiliki rumah, namun biasanya kalau rumahnya belum bagus, dia berkeinginan untuk memperindah rumahnya. Dengan desain yang lebih indah dan elegant. Lebih luas dan menarik dari luar dan dalam.
Dan Yang sudah memiliki rumah bagus nan mewah, kadangkala bila melihat rumah yang lebih indah, terbetik di hatinya untuk merenovasi rumahnya atau membangun rumah seperti yang dilihatnya.
Dia akan memilih lokasi yang lebih indah, lebih strategis, lebih aman dan lebih semuanya.
Kenapa tidak?
Emang tidak boleh?
Tentunya tidak apa-apa selama dari hasil yang halal dan sesuai dengan syari’at.
Namun, bila kita perhatikan dan renungkan, ternyata tidak sedikit dari manusia yang hidup di muka bumi ini, khususnya orang-orang miskin yang sampai mati belum sempat memiliki rumah.
Atau ada yang sudah menabung dari masa muda sampai tua, tapi belum juga tercapai rumah yang diimpikannya. Selama hidupnya ia tinggal di rumah kontrakan yang sederhana, apa hendak dikata; itulah kemampuan yang dimilikinya.
Atau ada yang sudah membangun rumah kecil, namun ternyata rumahnya harus digusur karena berdiri di atas tanah sengketa.
Dan pada hakekatnya, semuanya akan digusur, kalau bukan rumahnya, maka penghuninya yang akan dipaksa keluar dari rumah idamannya.
Sebagus manapun rumah yang dimilikinya.
Seindah manapun lokasi yang dipilihnya.
Sehebat manapun arsitek yang membangunnya.
Semahal manapun rumah yang dibelinya.
Selengkap apapun fasilitas yang disediakan olehnya
Pasti suatu saat, rumah itu tak ubahnya rumah kontrakan, yang harus ditinggal oleh penghuninya, karena masa kontraknya sudah habis.
Saudaraku…..!
Pernahkan anda bermimpi untuk memiliki rumah yang tidak perlu susah payah membangunnya.
Catnya tidak pernah pudar.
Tanamannya tidak pernah layu.
Bentuknya tidak pernah membosankan.
Bangunannya disusun dari batu bata emas dan perak.
Bahan pelekatnya adalah minyak kesturi.
Kerikilnya dari mutiara dan permata.
Debunya adalah Za’faran (Komkoma).
Tamannya tidak pernah putus berbuah.
Sungai-sungai Mengalir di bawahnya.
Kekal dan abadi tidak seperti rumah di dunia.
Yang memasukinya tidak akan pernah tertimpa duka dan kesedihan ([1])
Maukan anda membangun rumah tersebut di atas?
Atau menabung untuk membelinya?
Atau kalau tidak memintanya dari Sang Empunya?
Istri tercinta Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang bernama Khadijah telah mendapatkan satu dari rumah yang indah itu, sebagaimana diinfokan oleh malaikat Jibril alaihissalam.([2])
Bukan di kota Mekah yang gersang dan kering kerontang.
Bukan di pondok indah yang tidak lepas dari incaran kawanan perampok.
Bukan di muka bumi yang suatu saat akan luluh lantah rata dengan tanah.
Namun di surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Rumah yang disediakan untuk hamba-hamba yang bertaqwa
Istr i fir’aun telah berdoa memohon kepada Allah , suatu permohonan yang telah Allah ta’ala abadikan dalam Al Qur’an; ([3] )Ia meminta di bangunkan di sisi Allah Taala sebuah rumah.
Ia menginginkan bertetanggaan dengan sang Pencipta. Berjiran dengan ar Rahman dan ar Rahiem yang selama ini; ia telah mengabdikan diri kepada-Nya, walaupun ia belum melihat-Nya.
Bukan bertetangga dengan presiden.
Bukan dengan pangdam.
Bukan dengan pengusaha sukses
Bukan dengan pejabat kaya
Namun bertetangga dengan al Khaliq.
Saudaraku, pernahkkah anda memikirkan rumah anda di surga?
Atau anda hanya memikirkan rumah di dunia saja?
Rumah di surga itu tidak susah didapat.
Tidak perlu memeras keringat dari pagi sampai sore.
Tidak perlu uang yang banyak.
Pengemis dan fakir miskinpun bisa memperolehnya.
Caranya….?
Sebagaimana banyak cara untuk dapat memiliki rumah di dunia; Ternyata banyak cara pula untuk membangun rumah di surga. Allah memberikan banyak opsi bagi manusia, karena sebagai Sang Pencipta Dia mengetahui adanya perbedaan di antara hamba-hambanya dalam menentukan jalan dan caranya.
Di bawah ini ada beberapa amalan yang silahkan diamalkan bagi yang ingin memiliki rumah di surga, semua sesuai dengan kemampuan masing-masing:
1- Melaksanakan shalat sunnah sebanyak 12 rakaat dalam sehari dan semalam.
Berusahalah untuk senantiasa shalat sunnah sebanyak 12 rakaat dalam sehari dan semalam.
Qabliah, ba’diah(terutama rawatib), dhuha, atau sunnah yang lainnya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّي لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعًا غَيْرَ فَرِيضَةٍ إِلَّا بَنَى الله عَزَّ وَجَلَّ لَهُ بِهِنَّ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ))
“Tidaklah seorang muslim melaksanakan shalat sunnah untuk Allah pada setiap harinya sebanyak 12 raka’at selain shalat fardhunya, melainkan Allah akanmembangunkan baginya rumah di surga“. (HR Muslim)
2- Membangun masjid.
Kalau mungkin kita tidak bisa melakukan yang pertama, cobalah menyisihkan rizkinya untuk membangun masjid, jangan takut miskin karena membangun rumah Allah di muka bumi ini, karena Rizki kita itu dari Allah, dan Dia berjanji akan memberi ganti bagi kita di dunia dan membangunkan rumah untuk kita di surga.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, yang artinya: “Barang siapa yangmembangunkan bagi Allah sebuah masjid, niscaya Allah akan membangunkan untuknya rumah di surga“. (HR Bukhari Muslim)
Tapi kalau kita tidak bisa membangun masjid, semua dananya dari kocek kita, maka kita bisa berpartisipasi sesusai dengan kemampuan kita, kalau tidak bisa dengan duit, maka cobalah sekali-sekali menyisihkan waktu dan tenaga untuk membantu membangun rumah Allah, jangan berkata itu sudah ada tukangnya, kita membangun bukan karena dibayar, tapi kita sedang membangun rumah kita di surga, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
«مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ، أَوْ أَصْغَرَ، بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ»
“Barang siapa yang membangunkan sebuah masjid karena Allah, walaupun sekecil tempat bertelurnya burung Dara pasir, atau yang lebih kecil, niscaya Allah akanmembangunkan untuknya rumah di surga“. (HR Ibnu Majah, dishahihkan oleh Albani, Shahih Jami’ no: 6128).
Sesuatu yang kecil akan menjadi besar dan dahsyat karena niat dan tujuan yang baik dan luhur.
3- Membaca surat al Ikhlas sebanyak 10 kali.
Kalau mungkin kita tidak bisa melakukan kedua hal di atas, masih ada amalan lain yang bisa dilakukan; Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
«مَنْ قَرَأَ { قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ } عَشَرَ مَرَّاتٍ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِيْ الجَنَّةِ» .
“Barang siapa yang membaca surat (Qul Quwallahu Ahad) sebanyak sepuluh kali, niscaya Allah akan membangunkan untuknya rumah di surga“.(HR Ahmad, dishahikan Albani, Sohihil Jami’ no: 6472).
Subhnallah, sebuah amalan yang sangat ringan dengan ganjaran yang begitu indahnya, akan tetapi hal ini tetap membutuhkan keikhlasan.
4- Bersabar dan memuji Allah tatkala mendapat musibah meninggalnya buah hati (anak)
Perkara yang satu ini membutuhkan perjuangan yang sangat berat, namun akan mudah bagi orang-orang yang beriman dengan takdir Ilahi, semua yang terjadi sudah menjadi kehendak sang Pencipta Yang Maha kuasa, semua pasti mengandung hikmah yang agung. Sedih boleh, tapi jangan larut dalam samudra kesedihan, masih banyak tugas dan kewajiban yang harus diselesaikan, yang mati sudah lebih dahulu terlepaskan dari beban dunia. Sementara yang hidup masih banyak tanggungan yang harus segera dikerjakan, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda yang artinya:
“Jika anak dari seorang hamba Allah meninggal dunia, Allah berfirman kepada para malaikat-Nya: “Kalian telah mencabut nyawa anak hamba-KU?”, maka mereka berkata: “Iya, benar”.
Kemudian Allah berkata: “Kalian telah mengambil buah hatinya?”, maka para malaikat berkata: “Iya, benar”.
Allah bertanya lagi : “Apa yang dikatakan oleh hamba-Ku” ?
“Dia memuji-Mu dan berkata “Inna lillahi wa innaa ilaihi raji’un” (Sesungguhnya kami milik Allah, dan sesungguhnya kepadaNya kami akan kembali”, Jawab para malaikat.
Allah-pun berfriman: “Dirikanlah sebuah rumah untuk hamba-Ku di surga, dan namakan rumah itu; “RUMAH PUJIAN”.(HR Tirmidzi, dihasankan Albani, Shohihul Jami’ no: 795).
Memuji dan menyanjung Allah ta’ala tatkala mendapat musibah maqamnya berada di atas maqam kesabaran.
5- Membaca doa tatkala masuk pasar.
Bila kita pergi ke pasar, maka jangan lupa untuk membaca doa masuk pasar, karena yang membacanya dengan ikhlash dan mengharap ridha Allah Taala, akan dibangunkan baginya rumah di surga, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda yang artinya: “Barang siapa yang masuk ke pasar dan berkata :
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ، وَلَهُ الْحَمْدُ، يُحْيِي وَيُمِيتُ، وَهُوَ حَيٌّ لَا يَمُوتُ، بِيَدِهِ الْخَيْرُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.
“Tiada tuhan yang berhak disembah melaikan hanya Allah yang esa, yang tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kerajaan, bagi-Nya segala pujian, Dia yang menghidupkan dan Dia yang mematikan, dan Dia Maha Hidup, tidak mati, di tangan-Nya segala kebaikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
Maka Allah akan menuliskan baginya seribu dikali seribu kebaikan, dihapuskan darinya seribu kali seribu dosa, dan diangkat untuknya seribu kali seribu derajat (yakni satu juta), dan Allah akan membangunkan baginya rumah di surga“. (HR Ahmad, Tirmidzi, dihasankan oleh Albani –Shahihul Jami’ no : 6231).
Mungkin kita berfikir amalan ini mudah dan ganjarannya begitu dahsyat, tapi ingat betapa seringnya sebagian dari kita tidak membacanya???
Karena setan-setan penjaga pasar tidak akan pernah lupa untuk membuat kita lupa melakukannya.
Dan sebagai catatan, hadits di atas bukanlah anjuran agar banyak-banyak ke pasar, karena pasar tetap sebagai tempat yang paling dibenci oleh Allah, namun kalau kita harus ke pasar, jangan lupa membaca doa di atas.!!!
6- Tinggalkan kebiasaan berdusta, walaupun hanya bergurau.
Berbohong untuk menyegarkan suasana bersama, sering kali menjadi opsi sebagian orang, padahal yang namanya berbohong tetaplah tidak boleh. Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, yang artinya:
Aku menjamin sebuah rumah di tengah-tengah surga, bagi yang meninggalkan dusta, walaupun hanya bergurau”. (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Shihihah no:273).
Sudah saatnya kita berhati-hati dalam berbicara, walaupun dalam kondisi bersenda gurau.
7- Meninggalkan perdebatan walaupun merasa pendapatnya adalah yang benar.
Manusia memiliki instink untuk mempertahankan pendapatnya dan menunjukkan eksistensi dirinya, apalagi dalam kondisi-kondisi spesial, dan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam menjaminkan sebuah rumah di bagian pingiran surga, bagi yang meninggalkan berbantah-bantahan walaupun pendapatnya yang benar.
Khususnya dalam urusan-urusan dunia, demi menjaga perasaan saudara sesama muslim, apalagi kalau itu di antara suami istri yang kerap kali berbantah-bantahan dalam urusan sepele, sehingga terjadi keributan yang berkepanjangan di antara mereka. Maka meninggalkannya walaupun pendapat kita yang benar adalah suatu kemuliaan. Mungkin kita pernah mendengar orang menyebutkan (Yang waras ngalah), ini adalah benar adanya.
Sebuah rumah di surga telah dijaminkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bagi mereka.(HR Tirmidzi, Ibnu Majah, dihasankan oleh Albani dalam Shohih Targhim 3/6)
Disebutkan Bahwa Nabi Dawud berpesan kepada putranya, “Wahai anakku! Jauhilah perdebatan. Sesungguhnya ia itu manfaatnya sedikit, dan ia menyulut permusuhan di antara sesama saudara”. (Faidhul Qadir, al Munawi 5/5).
8- Menutup celah di antara Shaf Shalat.
Bila kita mendapat celah di antara Shaf shalat, seperti yang banyak kita dapati di negeri kita, seakan-akan setiap orang memiliki kekuasaan masing-masing, sehingga saling berjauhan shaffnya, maka tutuplah celah itu, sambunglah shaf itu, Allah akan membangunkan rumah di surga bagi yang melakukannya.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
«مَنْ سَدَّ فُرْجَةً فِي صَفٍّ رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً، وَبَنَى لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ»
“Barang siapa yang menutup celah di Shaff niscaya Allah akan mengakat baginya satu derajat dan membangunkan untuknya rumah di surga“. (HR.Thabrani, dishahikan Albani, Shohihah no: 1892).
9- Berhijrah.
Berhijrah yakni berpindah dari negeri kafir ke negeri Islam, dari tempat yang tidak bisa ditegakkan syiar-syiar Islam ke tempat yang dapat diteegakknya syiar-syiar Islam, dan Hijrah adalah suatu kewajiban yang berlanjut sampai hari Kiamat. Di balik kewajiban ini ada suatu keutamaan yang Allah janjikan, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, yang artinya:
“Aku menjaminkan sebuah rumah di bagian pingiran surga, bagi yang beriman kepadaku dan masuk Islam serta berhijrah“. (HR Nasai, Shohih Jami’ no: 1465)
10- Berjihad di jalan Allah ta’ala.
Para mujahidin di jalan Allah mendapatkan tiga buah rumah: di pingiran surga, di tengah surga dan di tempat tertinggi di surga, sebagaimana hal itu disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadist Fudhalah bin Ubaid ((HR Nasai, Shohih Jami’ no: 1465).
Tiga rumah spesial ini dikhususkan bagi mereka yang benar-benar berjuang untuk menegakkan kalimat Allah ta’ala di muka bumi.
11- Husnul Khuluq
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda: “Aku menjaminkan sebuah rumah di tempat yang tertinggi di surga, bagi yang akhlaknya mulia”. (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dihasankan Albani, Shohihul Jami’ no: 1463).
Inilah beberapa opsi bagi yang ingin memiliki rumah di surga kelak, rumah yang tiada duka, tiada susah, tiada gundah, namun waktu membangunnya adalah tatkala kita berada di rumah yang penuh dengan duka dan gundah, di dunia ini.
Semoga Allah memudahkannya untuk semua…. Amiin ! [Selesai]
Alhamdulillah penjelasan lengkap dari artikel diatas telah disampaikan Ustadz Syafiq Basalamah, MA  di Masjid Ar-Rahmat Slipi, Jakarta Barat pada hari Sabtu, 26 Mei 2012 kemarin.
Untuk mendengarkan materi kajiannya, silahkan download pada link berikut:
Atau download dalam format mp3.zip Disini
Semoga bermanfaat!
Artikel: stdiis.ac.id publikas kembali oleh Moslemsunnah.Wordpress.com
Footnote:
([1]) Lihat Musnad Ahmad (no: 9744)
([2]) HR Bukhari Muslim
([3]) Lihat: Surat at Tahrim (12)
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif