Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Jumat, 24 Agustus 2012

SIKAP SEORANG MUSLIM MENYIKAPI SEBUAH PERSELISIHAN



Sikap Seorang Muslim Terhadap Perselisihan



Hikmah Allâh Azza wa Jalla menetapkan adanya perbedaan dan perselisihan diantara manusia. Diantara penyebabnya adalah adanya perbedaan ilmu, kecerdasan, sifat, pengalaman, lingkungan, dan lain-lainnya. Oleh karena itu perselisihan merupakan takdir Allâh Subhanahu wa Ta’alayang pasti terjadi. Karena perselisihan sudah terjadi dan pasti akan terus terjadi, maka sangat penting bagi kita memahami beberapa hal yang berkait dengan masalah ini, sehingga kita bisa menyikapinya dengan benar. Semoga tulisan singkat ini bisa menambah wawasan kita seputar masalah yang besar ini.

APA HIKMAH ADANYA PERSELISIHAN?
Semua takdir Allâh Azza wa Jalla pasti mengandung hikmah, karena Allâh Azza wa Jalla adalah al-Hakîm (Yang Maha Bijaksana). Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah memberitakan kepada kita tentang hikmah penciptaan dalam beberapa ayat al-Qur’ân, diantaranya adalah:

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Maha suci Allâh yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. [al-Mulk/67: 1-2]

Juga firman-Nya yang artinya, "Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya." [Hûd/11: 7]

Juga firman-Nya, "Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang lebih baik perbuatannya. [al-Kahfi/18: 7]

Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa diantara hikmah Allâh Azza wa Jalla menciptakan makhluk ini adalah sebagai ujian bagi manusia, agar tampak siapakah di antara mereka yang lebih baik perbuatannya. Termasuk adanya perselisihan bahkan perpecahan diantara manusia atau bahkan di antara kaum muslimin, adalah sebagai ujian siapa di antara mereka yang paling baik perbuatannya.

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata, “Yaitu agar Allâh Azza wa Jalla menguji kamu. Karena Dia telah menciptakan apa saja yang ada di langit dan di bumi dengan disertai perintah-Nya dan laranganNya, lalu Dia akan melihat siapa diantara kamu yang paling baik perbuatannya. Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, ‘Yang paling ikhlas dan paling shawab (benar)’. Beliau ditanya, ‘Hai Abu ‘Ali, apakah (yang dimaksud dengan) ‘yang paling ikhlas dan paling shawab (benar)?’ Beliau menjawab, ‘Sesungguhnya amalan itu jika ikhlas, tetapi tidak benar, tidak akan diterima. Dan jika benar, tetapi tidak ikhlas, tidak akan diterima. Amal akan diterima jika ikhlas dan benar. Ikhlas maksudnya amalan itu untuk wajah Allâh dan benar maksudnya amalan itu mengikuti syari’at dan sunnah”. [Taisîr Karîmir Rahmân, surat Hûd, ayat ke-7]

MACAM-MACAM PERSELISIHAN DAN HUKUM ORANG YANG BERSELISIH
Perselisihan itu banyak jenisnya. Oleh karena itu merupakan kesalahan ketika seseorang mengatakan bahwa semua perselisihan itu buruk dan tercela. Juga ketika seseorang mengatakan bahwa semua perselisihan itu boleh, bahkan merupakan rahmat. Yang benar adalah mensikapi perselisihan itu sesuai dengan sebab-sebab perselisihan itu. Ada beberapa bentuk perselisihan di antara manusia sebagai berikut :

1. Bentuk atau jenis perselisihan yang terpenting dan terbesar adalah perselisihan (perbedaan) antara iman dengan kekafiran, antara ketaatan dengan kemaksiatan, antara al-haq dengan al-batil. Perselisihan jenis ini, salah satunya terpuji, sedangkan yang satu lagi tercela. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ فَمِنْكُمْ كَافِرٌ وَمِنْكُمْ مُؤْمِنٌ 

Dia-lah yang menciptakan kamu, maka di antara kamu ada yang kafir dan di antaramu ada yang mukmin. [at-Taghâbun/64: 2]

Juga firman-Nya:

تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۘ مِنْهُمْ مَنْ كَلَّمَ اللَّهُ ۖ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ ۚ وَآتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ ۗ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلَ الَّذِينَ مِنْ بَعْدِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَلَٰكِنِ اخْتَلَفُوا فَمِنْهُمْ مَنْ آمَنَ وَمِنْهُمْ مَنْ كَفَرَ 

Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allâh berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allâh meninggikannya beberapa derajat. Dan Kami berikan kepada Isa putera Maryam beberapa mukjizat serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus. Dan kalau Allâh menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah Rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir. [al-Baqarah/2: 253]

Perselisihan ini terjadi dengan kehendak dan takdir Allâh Azza wa Jalla , dan Allâh memiliki hikmah yang sempurna dalam semua takdirnya. Dan dari sebab perselisihan ini muncul sikap saling membenci, memisahkan diri, bahkan saling memerangi. Walaupun orang-orang beriman dilarang berbuat zhalim kepada siapapun. Karena perselisihan yang disebabkan iman dan kekafiran ini adalah perselisihan pokok. Perselisihan ini akan terus berlangsung, perselisihan antara al-haq dengan al-batil, antara wali-wali Allâh dengan musuh-musuh-Nya, antara hizbullah (golongan Allâh) dengan hizbusy syaithan (golongan setan). 
Kebenaran yang ada dari perselisihan jenis ini jelas berada di pihak para Rasul dan pengikut mereka. Maka barangsiapa ingin selamat, bahagia, dan ingin sukses, hendaklah dia bergabung dengan pihak ini. Barangsiapa berada di pihak yang lain, maka dia telah menentang Allâh dan Rasul-Nya. Allah berfirman :

ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ شَاقُّوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ وَمَنْ يُشَاقِقِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

(Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allâh dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allâh dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allâh Amat keras siksaan-Nya. [al-Anfâl/8: 13)] 

Perbedaan yang jelas ini juga berdampak pada kondisi akhir masing-masing golongan. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

هَٰذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ ۖ فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ يُصْهَرُ بِهِ مَا فِي بُطُونِهِمْ وَالْجُلُودُ وَلَهُمْ مَقَامِعُ مِنْ حَدِيدٍكُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا مِنْ غَمٍّ أُعِيدُوا فِيهَا وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِإِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَلُؤْلُؤًا ۖ وَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ 

Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Rabb mereka. Maka orang-orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu dihancur luluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka). Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi. Setiap kali mereka hendak ke luar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (kepada mereka dikatakan), "Rasailah azab yang membakar ini". Sesungguhnya Allâh memasukkan orang-orang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. di surga itu mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan mutiara, dan pakaian mereka adalah sutera. [Al-Hajj/22: 19-23]

Dan perlu diketahui bahwa mayoritas manusia berada dalam golongan setan, sebagaimana firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala:

إِنَّ السَّاعَةَ لَآتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يُؤْمِنُونَ 

Sesungguhnya hari kiamat pasti akan datang, tidak ada keraguan tentangnya, akan tetapi kebanyakan manusia tiada beriman. [al-Mukmin/40: 59]

Juga firman-Nya, yang artinya, "Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allâh. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allâh). [al-An’âm/6: 116]

2. Di antara bentuk perselisihan atau perbedaan yang ada di kalangan manusia adalah perselisihan di antara agama-agama kafir. Dalam perselisihan jenis ini, semua pelakunya tercela, semuanya berada di dalam kesesatan, walaupun dengan derajat kesesatan yang berbeda-beda.

Allâh berfirman, yang artinya, "Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar".

(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allâh, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Rabbnya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Orang-orang Yahudi berkata: "Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata: "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan," Padahal mereka (sama-sama) membaca al-Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allâh akan mengadili diantara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya. [al-Baqarah/2: 111-113]

3. Diantara bentuk perselisihan atau perbedaan adalah perselisihan diantara umat Islam. Penyebabnya adalah perbedaan dalam berpegang kepada al-Qur’an dan As-Sunnah. Banyak kaum Muslim tidak berpegang kepada al-Qur’ân dan as-Sunnah dengan benar, sehingga terjerumus dalam berbagai kesesatan. Mereka menjalankan agama dengan sesuatu yang tidak disyari’atkan oleh Allâh Azza wa Jalla . Sebagian mereka memiliki keyakinan yang tidak ada dalilnya dari wahyu Allâh Azza wa Jalla , sehingga muncul berbagai firqah (golongan) di kalangan umat ini. Mereka membuat atau mengikuti berbagai bid’ah (perkara baru di dalam agama), lalu menganggapnya sebagai agama. Mereka berselisih satu sama lain, dan masing-masing golongan berbangga dengan perkara yang ada padanya. 

Perselisihan antar golongan di kalangan umat Islam ini juga berbahaya, karena hal itu akan melemahkan mereka dan menghilangkan kewibawaan mereka. Bahkan golongan-golongan yang menyimpang dari Ahlus Sunnah, dari jalan yang telah ditempuh oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, mereka diancam dengan neraka, sebagaimana disebutkan di dalam hadits al-firqatun-najiyah sebagai berikut :

عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ افْتَرَقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً فَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً فَإِحْدَى وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ هُمْ قَالَ الْجَمَاعَةُ 

Dari Auf bin Malik Radhiyallahu anhu , dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Orang-orang Yahudi telah bercerai-berai menjadi 71 kelompok, satu di dalam sorga, 70 di dalam neraka. Orang-orang Nashoro telah bercerai-berai menjadi 72 kelompok, 71 di dalam neraka, satu di dalam sorga. Demi (Allah) Yang jiwa Muhammad di tanganNya, umatku benar-benar akan bercerai-berai menjadi 73 kelompok, satu di dalam sorga, 72 di dalam neraka”. Beliau ditanya: “Wahai Rasûlullâh! siapa mereka itu?”, beliau menjawab, “al-Jama’ah”. [HR.Ibnu Majah no: 3992; Ibnu Abi Ashim, no: 63; Al-Lalikai 1/101. Hadits ini berderajat Hasan. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Ibni Majah, no: 3226]

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أُمَّتِي مَا أَتَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ حَذْوَ النَّعْلِ بِالنَّعْلِ حَتَّى إِنْ كَانَ مِنْهُمْ مَنْ أَتَى أُمَّهُ عَلَانِيَةً لَكَانَ فِي أُمَّتِي مَنْ يَصْنَعُ ذَلِكَ وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي 

Dari Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhu, dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh umatku akan ditimpa oleh apa yang telah menimpa Bani Israil, persis seperti sepasang sandal. Sehingga jika diantara mereka ada yang menzinahi ibunya terang-terangan, dikalangan umatku benar-benar ada yang akan melakukannya. Dan sesungguhnya Bani Isra’il telah bercerai-berai menjadi 72 agama, dan umatku akan bercerai-berai menjadi 73 agama, semuanya di dalam neraka kecuali satu agama”. Para sahabat bertanya: “Siapa yang satu itu wahai Rasulullah?”, beliau menjawab: “Apa yang saya dan para sahabatku berada di atasnya”. [Hadits Shahih Lighairihi riwayat Tirmidzi, al-Hâkim, dan lainnya. Dishahihkan oleh Imam Ibnul Qayyim dan asy-Syathibi, dihasankan oleh al-Hafizh al-‘Iraqi dan Syaikh al-Albani. Syeikh Salim al-Hilali menulis kitab khusus membela hadits ini dalam sebuah kitab yang bernama “Daf’ul Irtiyab ‘An Haditsi Maa Ana ‘Alaihi Wal Ash-hab]

Perselisihan di kalangan umat Islam ini dari satu sisi menyerupai perselisihan antara kaum Mukminin dengan orang-orang kafir, karena perselisihan antara Ahlus Sunnah dengan semua ahli bid’ah adalah perselisihan tadhad (kontradiksi). Ahlus Sunnah di tengah-tengah ahli bid’ah adalah seperti umat Islam di tengah-tengah orang-orang kafir. Meski jumlah mereka sedikit, namun kebenaran selalu berada di pihak Ahlus Sunnah, yaitu orang-orang yang berpegang dengan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Sedangkan ahli bid’ah tetap dalam penyimpangan mereka. Penyimpangan mereka bervariasi, semakin jauh dari Sunnah, maka kesesatan mereka juga semakin besar. Semakin dekat kepada Sunnah, kesesatan mereka semakin sedikit.

Perselisihan di antara umat Islam ini benar-benar terjadi, bahkan telah dijelaskan oleh al-Qur’ân dan as-Sunnah. Karena Allâh Azza wa Jalla telah memberitakan bahwa umat-umat zaman dahulu telah berpecah-belah, sebagaimana firman-Nya :

وَمَا تَفَرَّقُوا إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ 

Dan mereka (ahli Kitab) tidak berpecah belah, kecuali setelah datang pada mereka ilmu pengetahuan, karena kedengkian di antara mereka. [asy-Syûra/42:14]

Sementara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitakan bahwa sebagian umat ini pasti akan mengikuti perilaku umat-umat zaman dahulu, termasuk perbuatan mereka yang berselisih dan berpecah belah.

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ؟

Dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kamu benar-benar akan mengikuti jalan-jalan orang-orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga seandainya mereka melewati lobang dhob (satu jenis kadal pasir), kamu benar-benar juga akan melewatinya”. Kami (para sahabat) bertanya: “Wahai Rosululloh, apakah anda maksudkan orang-orang Yahudi dan Nashoro?” Beliau menjawab: “Siapakah selain mereka?” [HR. Bukhari, no: 3456; Muslim, no: 2669]

Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh mengatakan, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghendaki bahwa umatnya tidaklah meninggalkan sesuatupun yang telah dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nashoro kecuali umat ini melakukan semuanya. Mereka tidak akan meninggalkan sesuatupun darinya. Oleh karena itulah Sufyan bin ‘Uyainah berkata: “Orang yang rusak di antara ulama kita, maka padanya terdapat perserupaan dengan Yahudi. Dan orang yang rusak di antara ahli ibadah kita, maka padanya terdapat perserupaan dengan dan Nashoro”. Alangkah banyaknya dua kelompok ini. Akan tetapi di antara rohmat Alloh dan nikmatNya, tidak menjadikan umat ini tidak akan bersatu di atas kesesatan”.[Fathul Majid, hal: 240, penerbit: Dar Ibni Hazm]

Di antara contoh hal ini adalah penjelasan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits sebagai berikut:

عَنْ عَرْفَجَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّهُ سَتَكُونُ هَنَاتٌ وَهَنَاتٌ فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يُفَرِّقَ أَمْرَ هَذِهِ الْأُمَّةِ وَهِيَ جَمِيعٌ فَاضْرِبُوهُ بِالسَّيْفِ كَائِنًا مَنْ كَانَ (وفي رواية: فَاقْتُلُوهُ )

Dari ‘Arfajah, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah n bersabda, “Akan terjadi musibah demi musibah. Maka barangsiapa ingin mencerai-beraikan umat ini, saat mereka bersatu, maka pukullah dia dengan pedang, siapapun dia”. (Dalam riwayat lain, “maka bunuhlah dia”. [HR. Muslim, kitab: Imaâah, no: 1852]

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat perintah memerangi orang yang memberontak terhadap imam, atau ingin mencerai-beraikan kaum Muslimin atau perbuatan sejenis lainnya. Dia dilarang dari hal itu, jika dia tidak berhenti, maka dia diperangi. Jika kejahatannya tidak tertolak kecuali dengan membunuhnya, maka dia dibunuh, dan kematiannya sia-sia. Maka sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Maka pukullah dia dengan pedang”, pada riwayat lain, “Maka bunuhlah dia”, maksudnya, jika tidak tertolak kecuali dengan itu”. [Shahih Muslim, Syarh Nawawi 12/241-142]

4. Ada juga perselisihan di antara Ahlus Sunnah, namun perselisihan ini bukan dalam masalah-masalah pokok dalam aqidah, tidak sebagaimana perselisihan antar sesama ahli bid’ah, atau perselisihan ahli bid’ah dengan Ahlus Sunnah. Perselisihan sesama Ahlus Sunnah ini ada dua jenis :

a). Perselisihan tanawwu’ (perselisihan variasi), yaitu jenis perselisihan yang kedua pihak yang berselisih berada dalam kebenaran dan terpuji. Namun mereka akan berdosa jika berbuat zhalim terhadap pihak lain, atau mengingkari kebenaran yang ada di pihak lain. Contoh, kejadian yang dikisahkan dalam hadits di bawah ini :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ سَمِعْتُ رَجُلاً قَرَأَ آيَةً سَمِعْتُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خِلاَفَهَا فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ فَأَتَيْتُ بِهِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ كِلاَكُمَا مُحْسِنٌ قَالَ شُعْبَةُ أَظُنُّهُ قَالَ لاَ تَخْتَلِفُوا فَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ اخْتَلَفُوا فَهَلَكُوا 

Dari Abdullah (bin Mas’ud), dia berkata, “Aku mendengar seorang laki-laki membaca sebuah ayat, yang (bacaan)nya menyelisihi yang telah aku dengar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Maka aku pegang tangannya, dan aku bawa kepada Rasûlullâh n , lalu beliau bersabda, “Kamu berdua telah berbuat sebaik-baiknya.” Syu’bah berkata: Aku sangka dia mengatakan: “Janganlah kamu berselisih, karena orang-orang sebelum kamu telah berselisih, lalu mereka binasa”. [HR. Bukhari no: 2410]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang perselisihan yang di dalamnya orang-orang yang berselisih menolak kebenaran yang ada pada pihak lain. Karena dua orang yang membaca (al-Qur’an) itu telah benar bacaan. Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan alasan (larangan) tersebut adalah kebinasaan orang-orang sebelum kita akibat perselisihan”. 

Syaikhul Islam rahimahullah juga bmengatakan: “Ketahuilah, bahwa mayoritas perselisihan antara umat, yang melahirkan hawa-nafsu, engkau dapati termasuk jenis ini, yaitu: setiap orang dari orang-orang yang berselisih itu benar, atau sebagiannya benar, tetapi dia keliru karena telah menafikan kebenaran yang ada pada orang lain.” [Iqtidhâ’ Shirâthil Mustaqîm]

b). Perselisihan tadhâd (perselisihan kontradiksi), perselisihan ini ada dua jenis:
1). Perselisihan kontradiksi dalam suatu masalah dan terdapat dalil tegas yang menunjukkan kebenaran satu pendapat dari pendapat-pendapat yang ada.
Dalam hal ini, pendapat yang benar adalah pendapat yang sesuai dengan dalil, yang lain salah. Namun jika orang-orang yang berselisih ini berijtihad, yakni berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran, dengan disertai keikhlasan, maka mereka semua terpuji dan mendapatkan pahala. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : 

إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ 

Jika seorang hakim menghukumi, dia telah berijtihad, lalu ketetapannya sesuai dengan kebenaran, maka dia mendapatkan dua pahala. Dan jika dia menghukumi, dia telah berijtihad, lalu dia melekukan kesalahan, maka dia mendapatkan satu pahala. [HR. Bukhâri, no. 7352; Muslim, no.1716]

2). Perselisihan kontradiksi dalam suatu masalah dan tidak terdapat dalil tegas yang menunjukkan kebenaran salah satu dari dua pendapat yang berselisih. 
Maka dalam masalah ini, kedua pendapat itu boleh diikuti dan semua pihak yang telah berijtihad terpuji dan mendapatkan pahala, wallahu a’lam bishh shawwab. 
Contoh hal ini adalah sebuah peristiwa yang dikisahkan oleh sahabat Ibnu Umar Radhiyallahu anhu sebagai berikut :

قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - لَنَا لَمَّا رَجَعَ مِنَ الأَحْزَابِ « لاَ يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلاَّ فِى بَنِى قُرَيْظَةَ » . فَأَدْرَكَ بَعْضُهُمُ الْعَصْرَ فِى الطَّرِيقِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لاَ نُصَلِّى حَتَّى نَأْتِيَهَا ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ نُصَلِّى لَمْ يُرَدْ مِنَّا ذَلِكَ . فَذُكِرَ لِلنَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فَلَمْ يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ 

Ketika kami telah kembali dari perang Ahzâb, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada kami, “Janganlah seseorang melakukan shalat Ashar kecuali di kampung Bani Quraizhah!”. Sebagian mereka (sahabat) mendapati waktu shalat Ashar di jalan, maka sebagian mereka berkata, “Kita tidak akan melakukan shalat Ashar sampai mendatanginya”. Sebagian yang lain berkata, “Kita melakukan shalat Ashar (sekarang), tidak dikehendaki dari kita hal itu (yakni shalat Ashar di kampung Bani Quraizhah walaupun habis waktunya-pen)”. Hal itu disampaikan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan beliau tidak menyalahkan seorangpun dari mereka. sampai mendatanginya”. [HR. Bukhâri, no. 946 dan 4119]

SOLUSI PERSELISIHAN
Kewajiban seorang Muslim adalah berpegang teguh denan al-Qur’ân dan as-Sunnah, dan bersikap adil dalam hukum dan perkataan. Bersikap adil dalam menghukumi antara orang Muslim dengan orang kafir, antara Ahlus Sunnah dengan ahlul bid’ah, antara orang yang taat dengan orang yang bermaksiat, dengan menerima kebenaran dari orang yang membawanya, jika telah nyata kebenarannya. 

Tidak boleh fanatik kepada pendapat pribadinya, atau pendapat gurunya, atau pendapat siapapun yang menyelisihi al-Qur’ân dan as-Sunnah. 

Dan kewajiban semua orang Muslim untuk mengembalikan permasalahan yang diperselisihkan kepada al-Qur’ân dan as-Sunnah. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allâh dan ta'atilah Rasul-Nya, dan ulil amri (ulama dan umaro’) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allâh (al-Qur'ân) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allâh dan hari kemudian." (QS. an-Nisâ’/4:59)

Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “Allâh Azza wa Jalla perintahkan manusia agar mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya. Allâh Subhanahu wa Ta’alamengulangi kata kerja (yakni: ta'atilah !) dalam rangka memberitahukan bahwa mentaati Rasul-Nya wajib secara otonomi, dengan tanpa meninjau ulang perintah beliau dengan al-Qur’an. Jika beliau memerintah, maka wajib ditaati secara mutlak, baik perintah beliau itu ada dalam al-Qur’ân atau tidak ada. Karena sesungguhnya beliau n diberi al-Kitab dan yang semisalnya.” [I’lâmul Muwaqqi’in 2/46), penerbit: Darul Hadits, Kairo, th: 1422 H / 2002 H]

Beliau rahimahullah juga berkata, “Kemudian Allâh memerintahkan orang-orang yang beriman agar mengembalikan apa yang mereka perselisihkan kepada kepada Allâh dan Rasul-Nya, jika mereka orang-orang yang beriman. Dan Allâh Azza wa Jalla memberitakan kepada mereka, bahwa itu lebih utama bagi mereka di dunia ini, dan lebih baik akibatnya di akhirnya. Ini memuat beberapa perkara :

a). Orang-orang yang beriman terkadang berselisih pada sebagian hukum. Perselisihan ini tidak menyebabkan mereka keluar dari iman, selama mereka mengembalikan apa yang mereka perselisihkan itu kepada Allâh (al-Qur'an) dan Rasul-Nya, sebagaimana yang disyaratkan oleh Allâh Azza wa Jalla . Dan sudah tidak diragukan lagi bahwa (jika) sebuah hukum ditetapkan dengan sebuah syarat (tertentu), maka hukum itu akan hilang seiring dengan hilangnya syarat.

b). Firman Allâh Azza wa Jalla yang artinya, "Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu," mencakup seluruh masalah agama yang diperselisihkan oleh kaum Muslimin, baik yang kecil maupun yang besar, yang tampak jelas maupun yang masih samar.

c). Seluruh kaum Muslimin sepakat bahwa mengembalikan kepada Allâh maksdunya adalah mengembalikan kepada kitab-Nya; mengembalikan kepada Rasul-Nya (maksudnya) adalah mengembalikan kepada diri beliau di saat hidup beliau, dan kepada Sunnah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah wafat beliau.

d). Allâh Azza wa Jalla menjadikan keharusan mengembalikan seluruh perkara yang diperselisihkan kepada Allâh dan Rasul-Nya sebagai kewajiban dan konsekwensi iman. Jika ini tidak ada, maka iman hilang. [Diringkas dari I’lamul Muwaqqi’in 2/47-48), penerbit: Darul Hadits, Kairo, th: 1422 H / 2002 H]
Oleh karena itu, seorang Mukmin harus menerima dengan sepenuh hati, jika datang kepadanya dalil dari al-Qur’ân, atau hadits shahih dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan pemahaman yang benar, pemahaman para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah. 

Kesimpulannya, orang-orang yang berselisih wajib mengembalikan semua permasalahan kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Jika ia tidak mampu mengembalikan kepada keduanya, karena tidak memiliki ilmu tentang nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah, maka kewajibannya adalah bertanya kepada para ahli ilmu. Oleh karena itu, menghormati para ulama itu wajib, sesuai dengan kedudukan mereka sebagai pewaris Nabi, tidak bersikap ghuluw (melewati batas). 

Inilah sedikit tulisan berkaitan dengan masalah ini, semoga Allâh selalu memberikan bimbingan kepada kita di atas jalan yang Dia cintai dan ridhai, menganugerahkan keikhlasan niat dan kebenaran amalan, sesungguhnya Dia Maha Mendengar doa dan Maha Kuasa mengabulkannya. 

Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhamad, keluarganya, dan para sahabatnya, al-hamdulillahi rabbil ‘alamin. 


Catatan :
Makalah ini banyak mengambil manfaat dari muhadharah (ceramah) syaikh Abdurrahman bin Nashir Al-Barraak dengan judul Mauqiful Muslim minal Khilaf (Sikap Seorang Muslim Terhadap Perselisihan)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04-05/Tahun XV/1432/2011M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]


Sumber ; http://almanhaj.or.id/content/3340/slash/0/sikap-seorang-muslim-terhadap-perselisihan/

Tidak ada komentar:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif