Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Rabu, 08 Agustus 2012

MENGAPA KITA HARUS MENGIKUTI JEJAK PARA SAHABAT ROSUL ?


15 ALASAN MENGIKUTI JEJAK SAHABAT ROSUL
1)   Karena Allah سبحانه وتعالى ridho pada para Sahabat
Perhatikanlah Firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS At Taubah (9) ayat 100 :
وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Artinya: “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baikAllah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.”
Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa “As Saabiquunal awwaluun” adalah generasi yang pertama-tama masuk Islam, yakni Sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshor.
Muhajirin, bermakna “Orang-orang yang Berpindah”, yang dimaksud adalah Sahabat yang hijrah dari Mekkah ke Madinah.
Sementara Anshor, bermakna “Orang-orang yang Menolong”, yang dimaksud adalah Sahabat yang berasal dari Madinah, yang menolong kaum Muhajirin.
Sebagian kalangan di masyarakat kita, mereka justru mengkultuskankyai / ajeungan / ustadz / tokoh-tokoh mutaakhiriin yang sesungguhnya tidak ada jaminan keridhoan Allah سبحانه وتعالى atasnya. Apabila disuguhkan dalil yang sahih untuk meluruskan ke-Bid’ah-an mereka, maka mereka membantah dengan sikap taqlid yang ujung-ujungnya berakhir dengan kata-kata: “Pokoknya kata kyai-ku begitu…”, seakan-akan kyai-nya mendapat jaminan keridhoan Allah سبحانه وتعالى.
Wahai kaum muslimin, apabila hendak mencari panutan, maka ikutilah orang-orang yang telah Allah سبحانه وتعالى ridhoi, mengapa mesti taqlidterhadap kyai / ajeungan / ustadz / tokoh-tokoh mutaakhiriin yang tidak ada jaminan keridhoan Allah سبحانه وتعالى atasnya?
2)   Para Sahabat yang Soleh itu telah dijamin masuk Surga oleh Allah سبحانه وتعالى
Ada Sahabat yang diabsen atau disebutkan namanya satu per satu secara jelas oleh Rasulullah  صلى الله عليه وسلم bahwa mereka telah dijamin masuk Surga oleh Allah سبحانه وتعالى.
Dari ‘Abdurrohman bin ‘Auf  رضي الله عنه, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda,
أَبُو بَكْرٍ فِي الْجَنَّةِ وَعُمَرُ فِي الْجَنَّةِ وَعَلِيٌّ فِي الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ فِي الْجَنَّةِ وَطَلْحَةُ فِي الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ فِي الْجَنَّةِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِي الْجَنَّةِ وَسَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ فِي الْجَنَّةِ وَسَعِيدُ بْنُ زَيْدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ نُفَيْلٍ فِي الْجَنَّةِ وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فِي الْجَنَّةِ
Artinya: “Abu Bakar didalam surga, ‘Umar didalam surga, ‘Ali didalam surga, ‘Utsmaan didalam surga, Tholhah didalam surga, Az Zubair didalam surga, ‘Abdurrohman bin ‘Auf didalam surga, Sa’ad bin Abi Waqqosh didalam surga, Sa’iid bin Zaiid bin ‘Amr bin Nufaiil didalam surga, dan Abu ‘Ubaidah bin Al Jarrooh didalam surga.”
(Hadiits Riwayat Imaam Ahmad رحمه الله no: 1675, menurut Syaikh Syuaib Al Arna’uuth sanadnya kuat sesuai dengan syarat Imaam Muslim)
Bahwa Rasulullah  صلى الله عليه وسلم bersabda melalui ‘Abdullooh bin Abbas رضي الله عنه,
أفضل نساء أهل الجنة خديجة بنت خويلد و فاطمة بنت محمد و مريم بنت عمران و آسية بنت مزاحم امرأة فرعون
Artinya: “Sebaik-baik wanita penghuni surga adalah Khaadijah bintu Khuwailid, Faathimah bintu Muhammad, Maryam bintu ‘Imran, dan ‘Aasiyah bintu Muzaahim istri Fir’aun.”
(Hadits Riwayat Imaam Ibnu Hibban رحمه الله no: 7010, menurut Syaikh Syuaib Al Arna’uuth sanadnya sahih)
Dan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda melalui Abu Hurairoh رضي الله عنه, sebagaimana diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhari رحمه الله no:  6542 dan Imaam Muslim رحمه الله no: 542 :
يَدْخُلُ مِنْ أُمَّتِى الْجَنَّةَ سَبْعُونَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ ». فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِى مِنْهُمْ. قَالَ « اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ مِنْهُمْ ». ثُمَّ قَامَ آخَرُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِى مِنْهُمْ. قَالَ « سَبَقَكَ بِهَا عُكَّاشَةُ
Artinya: “Akan masuk kedalam surga dari ummatku 70.000 orang tanpa hisab”.
Lalu seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah , berdoalah pada Allah agar Allah menjadikan aku bagian dari mereka.”
Jawab Rasul صلى الله عليه وسلم, “Ya Allah, jadikanlah dia bagian dari mereka.”
Lalu yang lain berkata pula, “Ya Rasulullah , bermohonlah agar Allah menjadikan aku bagian dari mereka.”
Rasul صلى الله عليه وسلم menjawab, “Kamu sudah didahului ‘Ukkaasyah.”
Juga Hadits Sahih yang diriwayatkan oleh Imaam Ahmad رحمه الله no: 27042 yang disahihkan oleh Syaikh Syuaib Al Arna’uuth, dari Sahabat Jaabir رضي الله عنه dari Ummu Mubasyiir رضي الله عنها (istri Zaid bin Tsaabit رضي الله عنه, salah seorang Sahabat penulis Al Qur’an), beliau berkata, “Rasulullah  صلى الله عليه وسلم suatu hari berada di rumah Hafshoh (– istri Rasulullah  صلى الله عليه وسلم, anak dari ‘Umar bin Khatthab رضي الله عنه–), lalu beliau صلى الله عليه وسلم bersabda,
لَا يَدْخُلُ النَّارَ أَحَدٌ شَهِدَ بَدْرًا وَالْحُدَيْبِيَةَ قَالَتْ حَفْصَةُ أَلَيْسَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ { وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا } ] مريم: 71[ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَهْ { ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا } (مريم: 72
Artinya: ‘Orang yang ikut perang Badar dan Bayatul Ridwaan tidak seorangpun akan masuk neraka’.”
Lalu Hafshoh رضي الله عنها berkata, “Bukankah Allah سبحانه وتعالىberfirman, ‘Tidaklah diantara kalian kecuali akan memasukinya’. (QS. Maryam ayat 71)
Kemudian Hafshoh رضي الله عنها berkata, “Rasul صلى الله عليه وسلمbersabda, ‘Allah berfirman, “Kemudian kami selamatkan orang-orang yang bertaqwa.” (QS Maryam ayat 72).”
Adakah diantara kyai / ajeungan / ustadz / tokoh-tokoh mutaakhiriin di zaman sekarang yang mendapat jaminan masuk surga dari Allah سبحانه وتعالى, sebagaimana para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلمmendapatkannya? Mengapa perkataan kyai / ajeungan / ustadz /tokoh-tokoh mutaakhiriin yang tidak ada jaminan Surga-nya itu lebih ditakuti, dijadikan “harga mati” dan lebih diutamakan daripada perkataan orang-orang Soleh terdahulu yang telah jelas jaminan Surganya?
3)   Karena para Sahabat itu telah terbukti berjuang menegakkan Islam dan menerapkan Islam pada diri mereka
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. As Sajdah (32) ayat 24 sebagai berikut:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
Artinya: “Dan Kami jadikan diantara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.”
Yang dimaksud dalam ayat ini adalah para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم. Allah سبحانه وتعالى menjadikan para Sahabat sebagai pemimpin, karena mereka disifati sebagai orang-orang yang berpegang teguh pada syari’at Allah سبحانه وتعالى, sabar dan sangat yakin terhadap ayat-ayat Allah سبحانه وتعالى. Para Sahabat itu sangat istiqomah, hidup mereka dipenuhi dengan perjuangan melawan orang-orang musyrik, orang-orang kaafir, orang Parsia maupun orang Romawi sehingga Islam pada masa itu berkembang luas dan berjaya karena perjuangan mereka yang luar biasa.
4)   Para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم itu adalah Pelopor / Penegak dalam memelihara kemurnian Islam
Dalam Hadits Sahih Riwayat Imaam Muslim رحمه الله no: 6629, dari Sahabat Abu Burdah, dari ayahnya, beliau رضي الله عنهما berkata, “Kami sholat maghrib bersama Rasulullah  صلى الله عليه وسلم, lalu kami duduk menunggu sampai datangnya waktu Isya.”
Maka Rasulullah  صلى الله عليه وسلم bertanya, “Kalian masih disini?
Para Sahabat pun menjawab, “Benar ya Rasul, kami menunggumu untuk sholat Isya bersamamu.”
Rasulullah  صلى الله عليه وسلم pun berkata, “Kalian telah berbuat sesuatu yang baik.”
Lalu Rasulullah  صلى الله عليه وسلم melihat kearah langit dan berkata,
النُّجُومُ أَمَنَةٌ لِلسَّمَاءِ فَإِذَا ذَهَبَتِ النُّجُومُ أَتَى السَّمَاءَ مَا تُوعَدُ وَأَنَا أَمَنَةٌ لأَصْحَابِى فَإِذَا ذَهَبْتُ أَتَى أَصْحَابِى مَا يُوعَدُونَ وَأَصْحَابِى أَمَنَةٌ لأُمَّتِى فَإِذَا ذَهَبَ أَصْحَابِى أَتَى أُمَّتِى مَا يُوعَدُونَ
Artinya: “Bintang itu adalah penjaga langit. Bintang pergi maka langit pun akan hancur. Aku adalah pengaman terhadap para Sahabatku, jika aku pergi maka para Sahabatku akan mengalami apa yang dijanjikan pada mereka (– maksudnya:fitnah – pen.). Dan para Sahabatku adalah penjaga Ummatku. Jika para Sahabat pergi maka Ummatku akan mengalami apa yang dijanjikan pada mereka (– maksudnya:fitnah – pen.).”
Jadi jika mencari panutan, maka ikutilah para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم yang telah Rasulullah  صلى الله عليه وسلم sendiri katakan sebagai “Penjaga Ummat Islam”.
Berdasarkan firman Allah سبحانه وتعالى didalam Al Qur’an, maka Bintang itu memiliki 3 fungsi yakni:
a) Sebagai Pelempar Syaithoon
Perhatikan QS. Ash Shoffaat (37) ayat 6 – 10 sebagai berikut:
إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاء الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ ﴿٦﴾ وَحِفْظاً مِّن كُلِّ شَيْطَانٍ مَّارِدٍ ﴿٧﴾ لَا يَسَّمَّعُونَ إِلَى الْمَلَإِ الْأَعْلَى وَيُقْذَفُونَ مِن كُلِّ جَانِبٍ ﴿٨﴾ دُحُوراً وَلَهُمْ عَذَابٌ وَاصِبٌ ﴿٩﴾ إِلَّا مَنْ خَطِفَ الْخَطْفَةَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ ثَاقِبٌ ﴿١٠
Artinya:
(6) “Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang,
(7) dan telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap syaithoon yang sangat durhaka,
(8) syaithoon-syaithoon itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru.
(9) Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan yang kekal,
(10) akan tetapi barangsiapa (di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan); maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang.”
b) Sebagai Perhiasan
Perhatikan QS. Al Mulk (67) ayat 5 sebagai berikut:
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاء الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُوماً لِّلشَّيَاطِينِ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaithoon, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.”
c) Sebagai Petunjuk
Perhatikan QS. Al An’aam (6) ayat 97 sebagai berikut:
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ النُّجُومَ لِتَهْتَدُواْ بِهَا فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ قَدْ فَصَّلْنَا الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Artinya: “Dan Dia lah (Allah) yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui.”
Rasulullah  صلى الله عليه وسلم mengumpamakan para Sahabatnya laksana Bintang-Bintang di langit, sehingga bila kita mengikuti mereka (para Sahabat) رضي الله عنهم maka insya Allah kita bisa menepis tipu daya syaithoon yang terkutuk, menjadikan Islam tampak keindahan ajarannya (laksana perhiasan) yang memancar dengan jelas di muka bumi, juga mendapatkan petunjuk diantara gelapnya kesesatan, ke-Bid’ah-an dan maraknya penyimpangan yang ada.
5)   Para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم itu adalah sebaik-baik Ummat Islam
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 110 sebagai berikut:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْراً لَّهُم مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Gelar “Ummat Terbaik” itu Allah سبحانه وتعالى berikan kepada para Sahabat Rasulullah   صلى الله عليه وسلم, karena teguhnya mereka dalam ber-amar ma’ruf nahi munkar dan keimanan mereka yang sangat dalam dan besar kepada Allah سبحانه وتعالى.
Dan juga suatu Hadits yang telah kita bahas dalam beberapa kajian yang lalu yakni Hadits Riwayat Imaam Al Bukhari no: 2652 dan Imaam Muslim no: 6635, dari Sahabat ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه, ia berkata bahwa Rasulullah   صلى الله عليه وسلم bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِى ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah (orang yang hidup) pada masaku ini (– yaitu generasi Sahabat –),kemudian yang sesudahnya (– generasi Tabi’in –),kemudian yang sesudahnya (– generasi Tabi’ut Tabi’in –).”
6)   Para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم itu adalah Generasi Pilihan
Sahabat ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه berkata,
إنَّ اللهَ نَظَرَ إلى قلوبِ العبادِ؛ فوجدَ قلبَ محمدٍ خيرَ قُلوبِ العبادِ فاصطفاه لنفسِه، فابتعثَه برسالتِه، ثمَّ نَظرَ في قُلوبِ العبادِ بعدَ قلبِ محمدٍ، فوجدَ قلوبَ أصحابِه خيرَ قُلوبِ العبادِ فجعلَهم وزراءَ نبيِّه، يُقاتلونَ على دينِه
Artinya: “Sesungguhnya Allah melihat pada hati manusia, maka hati Muhammad lah sebaik-baik hati, sehingga Allah memilih untuk diri-Nya dan mengangkatnya dengan keRasulan. Lalu Allah melihat pada hati manusia setelah hati Muhammad, maka hati para Sahabat Muhammad itulah sebaik-baik hati, sehingga Allah pun menjadikan mereka sebagai para mentri Nabi-Nya. Para Sahabat itu berperang membela dirinya…..” (Musnad Ahmad)
Berarti para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم itu adalah generasi pilihan / ideal yang Allah سبحانه وتعالى  tempatkan untuk menjadi pendamping Rasul-Nya Muhammad صلى الله عليه وسلم dalam menampakkan kebenaran, keindahan dan kelurusan deenul Islam di muka bumi ini. Berbeda halnya dengan kita yang sangat jauh dari kualitas imaan mereka para Sahabat, maka dari itu merekalah yang lebih pasti keberhakannya untuk diikuti.
7)   Karena persaksian Para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم itu diterima oleh Allah سبحانه وتعالى
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 143 :
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً
Artinya: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu…”
Para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم itu adalah Ummat yang mempunyai sikap pertengahan (wasathiyyah) diantara ifrooth(melampaui batas) dan tafriith (menyia-nyiakan); dan pertengahan diantara berlebih-lebihan dan sewenang-wenang, baik dalam masalah ‘aqidah, hukum ataupun akhlaq. Allah سبحانه وتعالى jadikan mereka sebagai saksi bagi perbuatan manusia, karena mereka memiliki sifat yang adil.
8)   Karena Rasulullah  صلى الله عليه وسلم menyuruh kita agar mengikuti para Sahabatnya رضي الله عنهم
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. Luqman (31) ayat 15 sebagai berikut:
وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya: “… dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Yang dimaksud dengan “Jalannya orang-orang yang kembali pada Allahسبحانه وتعالى” itu adalah Jalannya para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم.
Juga Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Dhiyaa’ Al Maqdiisy رحمه الله dalam kitab “Al Mukhtaroh” no: 2733, bahwa Rasulullah  صلى الله عليه وسلم bersabda,
تفترق هذه الأمة على ثلاث وسبعين فرقة كلهم في النار إلا واحدة قالوا وما هي تلك الفرقة قال ما أنا عليه اليوم وأصحابي
Artinya: “Ummat ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan. Setiap mereka (semua golongan) itu akan masuk neraka kecuali satu,” Kemudian mereka para Sahabat bertanya, “Apa itu ya Rasulullah ? Dan kelompok apakah itu?” Lalu Rasul صلى الله عليه وسلم menjawab, “ Yakni apa-apa yang aku dan Sahabatku diatasnya hari ini.”
9)   Karena Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم itu adalah orang yang paling selamat
Para Sahabat adalah orang yang paling dekat dengan sumber ‘ilmu yang murni yakni Muhammad Rasulullah  صلى الله عليه وسلم dan mereka adalah generasi awal hasil didikan langsung dari Rasulullah  صلى الله عليه وسلم.
Perhatikanlah Hadits Sahih Riwayat Imaam Al Bukhari رحمه الله no: 3606 dari Hudzaifah Ibnul Yamaan رضي الله عنه berikut ini :
عن حُذَيْفَةَ بْنَ الْيَمَانِ يَقُولُ كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ
Artinya: Dari Hudzaifah bin Al Yamaan رضي الله عنه berkata, “Orang-orang bertanya pada Rasulullah  صلى الله عليه وسلم tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya tentang kejahatan, karena takut hal itu menimpaku.
Maka aku katakan, “Wahai Rasulullah , sesungguhnya dulu kita berada dalam kejahiliyahan (kebodohan) dan kejahatan, lalu Allah datangkan pada kami kebaikan (–Islam –pent) ini,maka apakah setelah kebaikan ini akan datang kejahatan?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya.”
Aku bertanya lagi, “Apakah setelah kejahatan itu akan muncul lagi kebaikan?
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya. Tetapi di dalamnya terdapat noda.”
Aku bertanya lagi, “Noda apakah itu?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Yaitu suatu kaum yang berpedoman bukan dengan pedomanku. Kamu tahu dari mereka dan kamu ingkari.”
Aku bertanya lagi, “Lalu apakah setelah kebaikan itu akan muncul lagi kejahatan?
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya. Yaitu para da’i (penyeru) kepada pintu-pintu jahannam. Maka barangsiapa yang memenuhi panggilan mereka, niscaya mereka akan mencampakkannya pada jahannam itu.”
Aku bertanya lagi, “Wahai Rasulullah , gambarkanlah kepada kami tentang mereka.”
Lalu beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Mereka adalah dari kalangan kita. Berkata dengan bahasa kita.
Aku bertanya, “Apa yang kau perintahkan padaku, jika hal itu menimpaku?
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Berpegang teguhlah dengan jama’ah muslimin, dan Imaam mereka (– kelompok yang berpegang teguh dengan Al Haq – pent).”
Aku bertanya, “Jika mereka tidak punya jama’ah dan tidak punya Imaam?
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Maka tinggalkan semua golongan itu, walaupun kamu harus menggigit akar pohon sampai kamu mati, sedangkan kamu berada dalam keadaan demikian.”
Dari Hadits diatas jelaslah diberitakan bahwa generasi awal (para Sahabat) itu adalah generasi yang paling murni ilmu dien-nya, dan generasi-generasi berikutnya adalah lebih keruh bila dibandingkan dari generasi awalnya. Oleh karena itu bila hendak mengambil ilmu dien, maka ambillah dari sumbernya yang murni, karena itulah yang paling selamat. Dan hendaknya kaum muslimin memperhatikan bahwaRasulullah  صلى الله عليه وسلم telah mensinyalir akan adanya para da’i-da’i penyeru di pintu api neraka jahannam pada generasi-generasi sesudahnya. Maka hendaknya kaum muslimin berhati-hati, dari siapa ia mengambil ilmu diennya !
10)    Para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم itu adalah orang yang paling ‘aalim
Perhatikanlah atsar dari ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه, dimana beliau berkata:
Barangsiapa yang ingin mencontoh, maka contohlah para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم, kerena mereka itu hatinya paling baik, ilmunya paling dalam. Tidak membebani diri (– dengan apa-apa yang Bid’ah –). Petunjuknya paling lurus. Keadaan diennya paling baik. Dan Sahabat itu adalah suatu kaum yang Allah سبحانه وتعالى pilih untuk mendampingi Rasulullah  untuk menegakkan dien-Nya. Maka ketahuilah keutamaan mereka. Dan ikutilah peninggalan-peninggalan mereka sebab mereka diatas petunjuk yang lurus.” (dinukil dari kitab Imaam Al Laalika’i  رحمه الله yang berjudul “Syarah Ushuul I’tiqood Ahlis Sunnah Wal Jamaa’ah”)
Banyak para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم yang merupakan perintis madrosah ke-ilmuan di berbagai daerah, mereka antara lain adalah ‘Abdullooh bin Abbas رضي الله عنه yang terkenal sebagai ahli ilmu Tafsiir di Mekkah, ‘Abdullooh bin Mas’uud  رضي الله عنه yang merupakan perintis madrosah keilmuan di Kuffah, ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه yang merupakan perintis madrosah keilmuan di Madinah, ‘Abdullooh bin Amr bin Al Ash رضي الله عنه yang merupakan perintis madrosah keilmuan di Mesir, dan lain sebagainya.
11)    Para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم itu adalah orang yang paling bijaksana
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. An Nahl (16) ayat 125 :
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Robb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Robb-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Allah سبحانه وتعالى menyuruh kaum muslimin berdakwah dengan cara yang hikmah (nasehat) yang baik. Bagaimana seseorang menyeru manusia dengan hikmah apabila dirinya sendiri tidak memiliki hikmah?
Perhatikanlah kebijaksanaan yang tercermin dari perkataan ‘Umar bin ‘Abdul Aziiz  رضي الله عنه, yang oleh Al Imaam Asy Syaafi’iy disebut sebagai Khaliifah ke-5, dimana suatu hari beliau bertemu dengan Sulaiman bin ‘Abdul Maalik
Kata Sulaiman bin ‘Abdul Maalik : “Wahai ‘Umar, apa yang mengagumkanmu?”
Jawab ‘Umar bin ‘Abdul Aziiz رضي الله عنه : “Aku merasa heran pada orang yang mengenal Allah سبحانه وتعالى, namun dia berma’shiyat pada Allahسبحانه وتعالى. Dan aku heran pada orang yang tahu tentang Syaithoon, namun ia mentaatinya. Dan aku pun heran pada orang yang tahu tentang dunia, namun ia justru cenderung padanya.”
Dalam Hadiits Riwayat Imaam At Turmudzy no: 2323 dan Imaam Ibnu Maajah no: 4108, bahwa Rasulullah  صلى الله عليه وسلم bersabda:
ما الدنيا إلا مثل ما يجعل أحدكم إصبعه في اليم فلينظر بماذا يرجع
Artinya: “Bahwa dunia itu tidaklah kecuali laksana telunjuk yang dicelup kedalam lautan yang luas, maka perhatikanlah apa yang tersisa.”
Perhatikanlah pula hikmah yang terselip dalam nasihat Imaam Al Laits bin Sa’ad Al Fahmy رضي الله عنه, seorang taabi’iin, beliau berkata : “Jika kalian melihat orang berjalan diatas air maka janganlah kalian tertipu, sampai kalian mengadukan perkara itu kepada Al Qur’an dan As Sunnah.
Maksud dari nasihat Imaam Al Laits bin Sa’ad Al Fahmy رضي الله عنه tersebut adalah janganlah mudah tertipu dengan seseorang yang tampaknya hebat karena bisa berjalan di atas air (sebagaimana yang bisa dilakukan oleh para penyulap dan penyihir), namun hendaknya kembalikanlah perkara tersebut pada Al Qur’an dan As Sunnah tentang hukum sulap maupun sihir. Bagaimana tinjauan hukum Sulap maupun Sihir tersebut secara Syari’at Islam? Bisa jadi apa yang tampak hebat dalam pandangan manusia, namun itu justru merupakan perkara yang Harom yang dapat menjatuhkan manusia ke jurang kesyirikan dan mendatangkan murka Allah سبحانه وتعالى.
12)    Yang mengikuti Salaf itu dipuji oleh Allah سبحانه وتعالى dan yang tidak mengikutinya dicela oleh Allah سبحانه وتعالى
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. Az Zumar (39) ayat 17-18 :
وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَن يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِ ﴿١٧﴾ الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُوْلَئِكَ هُمْ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ ﴿١٨
Artinya:
(17) “Dan orang-orang yang menjauhi thoghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku,”
(18) “yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.”
13)    Allah سبحانه وتعالى mengancam orang yang menyelisihi Para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. An Nisaa’ (4) ayat 115 :
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءتْ مَصِيراً
Artinya: “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itudan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”
Dalam riwayat tersebut, yang dimaksud sebagai “jalannya orang-orang mu’min” (sabiilul mu’miniin) pada masa itu adalah jalan yang ditempuh para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم.
Juga firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. Al Anfaal (8) ayat 13 :
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ شَآقُّواْ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَمَن يُشَاقِقِ اللّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya: “ (Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; danbarangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya.”
14)    Wajib mencintai para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم dan dicela orang yang membenci Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم
Dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhari no: 3673 dan Imaam Muslim no: 6651, dari Sahabat Abu Saa’id Al Khudry رضي الله عنه bahwa Rasulullah  صلى الله عليه وسلم bersabda:
لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
Artinya: “Janganlah kalian mencaci maki Sahabatku, sebab seandainya salah seorang dari kalian berinfaq sebesar gunung Uhud emas, tidak akan sampai pada 1 mud (raupan keduatangannya) diantara kalian bahkan tidak setengahnya sekalipun.”
Juga dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhari no: 17, dari Sahabat Anas bin Maalik رضي الله عنه, bahwa Rasulullah  صلى الله عليه وسلم bersabda,
آيَةُ الْإِيمَانِ حُبُّ الْأَنْصَارِ وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الْأَنْصَارِ
Artinya:
Tanda keimanan itu adalah mencintai Al Anshor dan tanda orang munaafiq adalah membenci Al Anshor.”
15)    Mengikuti para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم itu adalah kunci kejayaan Islam
Imaam Maalik bin Anas رضي الله عنه berkata, “Akhir ummat ini tidak akan berjaya atau tidak akan baik, kecuali dengan perkara yang menyebabkan generasi awalnya baik.”
Juga perkataan Imaam Al Auzaa’i  رضي الله عنه :
Sabarkanlah dirimu diatas Sunnah. Berhentilah (menyikapi sesuatu), jika para Sahabat berhenti. Katakan apa yang mereka (para Sahabat) katakan. Dan berhentilah (dalam membahas sesuatu), apabila para Sahabat tidak membahasnya. Dan titilah jalan As Salafus Soleh. Sesungguhnya kelapangan (kejayaan) akan kamu alami seperti mereka.”
Demikianlah 15 alasan mengapa kita hendaknya memilih manhajSalaf. Dan sebagai penutup adalah wasiat dan untain kata-kata hikmah yang datang dari para Imaam Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah :
a)      Hudzaifah bin Al Yamaan رضي الله عنه,  salah seorang Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم berkata:
Setiap ibadah yang tidak pernah dilakukan oleh Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم sebagai ibadah, maka janganlah kalian lakukan ! Karena generasi pertama itu tidak memberikan kesempatan kepada generasi berikutnya untuk berpendapat (dalam perkara dien). Bertaqwalah kepada Allah سبحانه وتعالى wahai para qurro’ (ahlul qiro’ah) dan ambillah jalan orang-orang sebelum kalian !” (dinukil dari kitab Imaam Ibnu Baththah رحمه الله yang berjudul “Al Ibaanah”)
b)      ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه, salah seorang Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم berkata :
Barangsiapa mengikuti jejak (seseorang), maka ikutilah jejak orang-orang yang telah wafat, mereka adalah para Sahabat Muhammadصلى الله عليه وسلم. Mereka adalah sebaik-baik ummat ini, paling baik hatinya, paling dalam ilmunya dan paling sedikit berpura-pura. Mereka adalah suatu kaum yang telah dipilih oleh Allah سبحانه وتعالى untuk menjadi Sahabat Nabi-Nya صلى الله عليه وسلم dan menyebarkan dien-nya; maka berusahalah untuk meniru akhlaq dan cara mereka. Karena mereka telah berjalan diatas petunjuk yang lurus.”(dinukil dari kitab Imaam Al Baghowy رحمه الله yang berjudul “Syarhus Sunnah”)
c)      Khaliifah yang adil ‘Umar bin ‘Abdul Aziiz رضي الله عنه, salah seorang Taabi’iin berkata :
Berhentilah kamu dimana para Sahabat berhenti (– dalam memahami nash –), karena mereka berhenti berdasarkan ilmu dan dengan penglihatan yang tajam, mereka menahan (diri). Mereka lebih mampu untuk menyingkapnya dan lebih patut dengan keutamaan. Seandainya hal tersebut ada didalamnya. Jika kalian katakan: ‘Terjadi (suatu Bid’ah) setelah mereka’. Maka tidaklah diada-adakan kecuali oleh orang yang menyelisihi petunjuknya dan membenci Sunnah. Sungguh mereka telah menyebutkan dalam petunjuk itu apa yang melegakan (dada) dan mereka sudah membicarakannya dengan cukup. Dan apa yang dibawahnya, adalah orang yang meremehkan. Sungguh ada suatu kaum yang meremehkan mereka, lalu mereka menjadi kasar. Dan ada pula yang melebihi batas mereka, maka mereka menjadi berlebih-lebihan. Sungguh para Sahabat itu, diantara kedua jalan tersebut (– pertengahan sikap meremehkan dan berlebih-lebihan –), dan tentulah diatas petunjuk yang lurus.” (dinukil dari kitab Imaam Ibnu Qudamah رحمه الله yang berjudul “Lum’atul I’tiqodil Hadi Ilas Sabiilir Rosyaad”)
d)     Imaam Al Auzaa’i رحمه الله, salah seorang Taabi’iin berkata :
Hendaklah engkau berpegang dengan atsar para pendahulu ummat (Salaf), meskipun orang-orang menolakmu dan jauhkanlah dirimu dari pendapat para tokoh meskipun ia hiasi pendapatnya dengan perkataan yang indah. Sesungguhnya hal itu akan jelas, sedangkan engkau berada diatas jalan yang lurus.” (dinukil dari kitab Imaam Al Khatib رحمه الله yang berjudul “Saraf Ashhaabul Hadiits”)
e)      Rabi’ bin Sulaiman berkata: “Imaam Asy-Syaafi’i رحمه الله pada suatu hari meriwayatkan hadits, lalu seseorang berkata kepada beliauرحمه الله: ‘Apakah engkau mengambil hadits ini wahai Abu ‘Abdillaah?’
Beliau رحمه الله pun menjawab, “Bilamana aku meriwayatkan suatu hadits yang sahih dari Rasulullah  صلى الله عليه وسلم lalu aku tidak mengambilnya, maka aku bersaksi dihadapan kalian bahwa akalku telah hilang.” (dinukil dari kitab Imaam Ibnu Baththah رحمه الله yang berjudul “Al Ibaanah”)
f)       Perkataan Imaam Asy-Syaafi’i رحمه الله tentang Ahlus Sunnah,
Jika aku melihat seseorang dari ashhaabul hadiits (ahli hadiits), maka seakan-akan aku melihat seseorang dari Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم.” (dinukil dari kitab Imaam Al Khatib رحمه الله yang berjudul “Saraf Ashhaabul Hadiits”)
g)      Al Fudhail bin ‘Iyaadh  رحمه الله berkata:
Sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba yang dengan mereka Dia menghidupkan negeri, mereka adalah Ashhaabus Sunnah.” (dinukil dari kitab Imaam Al Laalika’i  رحمه الله yang berjudul “Syarah Ushuul I’tiqood Ahlis Sunnah Wal Jamaa’ah”)
h)      ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه, salah seorang Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم berkata :
Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.” (dinukil dari kitab Imaam Al Laalika’i  رحمه الله yang berjudul “Syarah Ushuul I’tiqood Ahlis Sunnah Wal Jamaa’ah”)
i)        Sufyan Ats Tsauri رحمه الله berkata:
Perbuatan Bid’ah lebih dicintai oleh iblis daripada kema’shiyatandan pelaku kema’shiyatan masih mungkin dia untuk bertaubat dari kema’shiyatannya; sedangkan pelaku Bid’ah sulit untuk bertaubat dari Bid’ahnya.” (dinukil dari kitab Imaam Al Laalika’i  رحمه الله yang berjudul “Syarah Ushuul I’tiqood Ahlis Sunnah Wal Jamaa’ah”)
j)        Dari Nuh al-Jaami’ berkata, “Aku bertanya kepada Abu Haniifahرحمه الله : “Apakah yang engkau katakan terhadap perkataan yang dibuat-buat oleh orang-orang seperti A’radh dan Ajsam?” Beliau رحمه الله menjawab,”Itu adalah perkataan orang-orang Ahli Filsafat.Berpegangteguhlah pada atsar dan jalan orang Salaf. Dan waspadalah terhadap segala sesuatu yang diada-adakan, karena hal tersebut adalah Bid’ah!” (dinukil dari kitab Imaam Al Khatib رحمه الله yang berjudul “Al Faqih wal Mutafaqqih”)
k)      Imaam Maalik bin Anas رحمه الله, guru dari Imaam Asy-Syaafi’iرحمه الله berkata, “Seandainya ilmu Kalam itu merupakan ilmu, niscaya para Sahabat dan Taabi’iin berbicara tentang hal itu sebagaimana mereka berbicara tentang hukum dan Syari’at; akan tetapi ilmu Kalam itu baathil yang menunjukkan kepada kebaathilan.” (dinukil dari kitab Imaam Al Baghowy رحمه الله yang berjudul “Syarhus Sunnah”)
l)        Dari Ibnu Majisyuun, dia berkata, “Aku mendengar Imaam Maalikرحمه الله berkata, ‘Barangsiapa berbuat suatu Bid’ah dalam Islam lalu ia menganggapnya sebagai suatu kebaikan, berarti ia telah menyangka bahwa Muhammad صلى الله عليه وسلم telah berkhianat terhadap risaalah. Karena Allah سبحانه وتعالى telah berfirman: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu dien-mu…” Maka apa-apa yang saat itu tidak merupakan dien, maka pada saat ini juga tidak merupakan dien.” (dinukil dari kitab Imaam Asy-Syaathiby رحمه الله yang berjudul “Al I’tishoom”)
m)    Imaam Ahmad bin Hanbal رحمه الله, Imaam Ahlus Sunnah berkata, “Pokok sunnah menurut kami (Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah) adalah: Berpegang teguh pada apa yang dilakukan oleh para Sahabat Rasulullah  صلى الله عليه وسلم dan mengikuti mereka serta meninggalkan Bid’ah. Segala Bid’ah itu adalah sesat.” (dinukil dari kitab Imaam Al Laalika’i  رحمه الله yang berjudul “Syarah Ushuul I’tiqood Ahlis Sunnah Wal Jamaa’ah”)
n)      ‘Abdullooh bin Mubaarok  رحمه الله , salah seorang Taabi’iinberkata:
Ketahuilah – wahai Saudaraku – bahwa kematian seorang Muslim untuk bertemu dengan Allah diatas sunnah pada hari ini merupakan suatu kehormatan, lalu (kita ucapkan): ‘Innaa Lillaahi Wa innaa Ilaihi Rojiuun’ (Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan sesungguhnya kita akan kembali kepada-Nya). Maka kepada Allah-lah kita mengadu atas kesepian diri kita, kepergian saudara, sedikitnya penolong dan munculnya Bid’ah. Dan kepada Allah pulalah kita mengadu atas beratnya cobaan yang menimpa ummat ini berupa kepergian para ‘Ulama dan Ahlus Sunnah serta munculnya Bid’ah.” (dinukil dari kitab Imaam Ibnu Wadhdhah رحمه الله yang berjudul “Al Bida’ Wan Nahyu ‘Anha”)
o)      Imaam Al Fudhail bin ‘Iyaadh رحمه الله berkata:
Ikutilah jalan-jalan kebenaran itu, dan jangan hiraukan walaupun sedikit orang yang mengikutinya ! Jauhkanlah dirimu dari jalan-jalan kesesatan dan janganlah terpesona dengan banyaknya orang yang menempuh jalan kebinasaan !” (dinukil dari kitab Imaam Asy-Syaathiby رحمه الله yang berjudul “Al I’tishoom”)

sUMBER: http://abuaisyahmohdshukri.wordpress.com/

Tidak ada komentar:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif