Rasulullah SAW dalam haditsnya, “Bukanlah kefaqiran yang sangat aku khawatirkan terjadi pada kalian, tetapi aku sangat khawatir jika (kemewahan, kesenangan) dunia dibentangkan luas atas kalian, kemudian karenanya kalian berlomba-lomba untuk meraihnya sepertimana yang pernah terjadi pada orang-orang sebelum kalian. Maka akhirnya kalian binasa sebagaimana mereka juga binasa karenanya.” (Bukhari dan Muslim)
“Maka berlomba-lombalah kalian kepada amalan-amalan kebaikan.” (al-Baqarah: 148)
“Bersegeralah kalian kepada ampunan dari Rabb kalian dan kepada surga yang seluas langit-langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (Ali Imran: 133)
Ajakan berlomba kepada kebaikan mengandung ajakan agar seseorang berusaha dan bersemangat menjadi orang pertama yang berbuat kebaikan. Barang siapa yang ketika di dunia bersegera kepada kebaikan berarti ia adalah orang yang terdepan di akhirat menuju surga-surga. Dengan demikian, orang-orang yang berlomba/terdepan dalam kebaikan adalah hamba-hamba yang paling tinggi derajatnya. (Taisir al-Karimir Rahman, hlm. 73)
"Bersegeralah kalian beramal saleh sebelum kedatangan fitnah (ujian) yang seperti potongan malam. Seseorang di pagi hari dalam keadaan beriman (mukmin) namun di sore harinya menjadi kafir; dan ada orang yang di sore hari dalam keadaan beriman namun di pagi hari menjadi kafir. Dia menjual agamanya dengan perhiasan dunia.” (HR. Muslim no. 309)
Ujian syubhat dan syahwat akan datang seperti malam yang gelap gulita. Tidak ada cahaya sama sekali. Karena fitnah yang terjadi, dalam hari yang sama seseorang keluar dari Islam, pagi hari ia masih beriman namun sore hari telah kafir atau sebaliknya. Mengapa demikian? Ia menjual agamanya dengan dunia, baik berupa harta, kedudukan, jabatan, wanita, maupun selainnya. (Syarhu Riyadhis Shalihin, asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, 1/418)
Al-Imam an-Nawawi t menyatakan, hadits di atas berisi anjuran untuk bersegera mengerjakan amal saleh sebelum datang waktu yang menyebabkan seseorang tidak bisa mengerjakannya. Waktu yang seseorang tidak bisa mengerjakannya karena fitnah yang besar dan bertumpuk-tumpuk, seperti tumpukan gelapnya malam yang gulita tanpa cahaya sedikitpun. (al-Minhaj, 2/314)
ذَكَرْتُ شَيْئًا مِنْ تِبْرٍ عِنْدَنَا، فَكَرِهْتُ أَنْ يَحْبِسَنِي فَأَمَرْتُ بِقِسْمَتِهِ
“Tadi aku mengingat ada sepotong emas (atau perak) di tempat kami. Aku tidak suka harta tersebut menahanku (Maksudnya, beliau khawatir harta itu menyibukkan pikiran beliau dari menghadap kepada Allah SWT. (Fathul Bari, 2/435). Aku pun memerintahkan agar dibagi-bagikan.” (HR. al-Bukhari no. 851) Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah n bersabda:
“Di rumah aku meninggalkan sepotong emas/perak dari harta sedekah. Aku tidak suka bermalam dalam keadaan harta itu masih bersamaku.” (no. 1430)
أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فَأَيْنَ أَنَا؟ قَالَ: فِي الْجَنَّةِ. فَأَلْقَى تَمَرَاتٍ كُنَّ فِي يَدِهِ ثُمَّ قَاتَلَ حَتَّى قُتِلَ
“Apa pendapat Anda jika aku terbunuh, di manakah tempatku?” “Di surga,” jawab Rasulullah. Orang itu pun membuang beberapa butir kurma yang ada di tangannya. Ia kemudian maju berperang hingga terbunuh. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar