Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Sabtu, 11 Agustus 2012

Menepis Syubhat (Kerancuan) Terhadap Salafiyah


Di tengah gelombang kebid’ahan dan kesyirikan yang menerpa umat sekarang ini. Di saat kebingungan dan ketimpangan semakin membelit kaum mudanya. Ahlul ahwa’ (para pengikut hawa-nafsu) tidak henti-hentinya melontarkan kerancuan dan keraguan. Bahkan tidak jarang melemparkan tuduhan serta fitnah yang tidak berdasar ke tengah-tengah umat terhadap kemulian dakwah Salafiyah yang penuh barakah ini dan para dainya. Semua itu ibarat riak-riak kecil, bila tidak segera ditepis akan menjadi gelombang ganas yang membahayakan lagi mengkhawatirkan.

Salah seorang murid senior Muhadits abad ini (Imam al-Albani rahimahullah), yaitu Syaikh Muhammad bin Musa Nashr telah mengumpulkan beberapa syubhat yang dilontarkan oleh musuh da’wah Salafiyah, kemudian beliau iringi dengan bantahannya. Pada kesempatan ini kami sampaikan sebagian dari bantahannya tersebut dan kami pilih yang sekiranya mendesak untuk diketahui.


SYUBHAT PERTAMA: Salafiyah adalah sebuah penasaban yang bid’ah!

Jawaban Syaikh Abu Anas Muhammad bin Musa Nashr:

Sebagian musuh dakwah Salafiyah menganggap bahwa menisbatkan diri kepada Salaf merupakan pengelompokan bid’ah. Hal itu sebagaimana mereka yang menamakan diri dengan: Ikhwanul Muslimin, Hizbut Thahrir, dan Jamaah Tabligh.

Mereka tidak tahu, bahwa Salafiyah adalah sebuah penasaban terhadap generasi terbaik. Yaitu generasi sahabat dan tabi’in, yang telah dipersaksikan oleh Rasulullâh Salallahu ‘Alaihi Wassalam dengan kebaikan. Juga merupakan penyandaran terhadap umat yang ma’sum (terjaga dari kesalahan), yang tidak akan bersepakat di dalam kesesatan, umat yang telah diridhai oleh Allah.

Allah Ta’ala berfirman:

“Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya”. 
(al-Bayyinah: 8)

Sungguh jauh berbeda, antara orang yang menisbatkan diri kepada individu yang tidak ma’sum, bersikap loyal, dan fanatik terhadap seluruh perkataan dan pendapatnya, dengan orang yang menisbatkan diri kepada umat yang selamat dari penyimpangan dan kesesatan di saat munculnya banyak perselisihan.

Rasulullâh Salallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Umat ini akan terpecah menjadi 73 kelompok. Semuanya di dalam neraka kecuali satu.” 
Sahabat bertanya: “Siapa dia wahai Rasulullâh? 
Jawab Rasulullâh Salallahu ‘Alaihi Wassalam :
“Mereka adalah orang-orang yang semisal dengan apa yang aku dan sahabatku berada di atasnya”.
Itulah Salafiyah yang mengambil Islam secara murni, bersih dari segala bid’ah. Islam yang dibawa Rasulullâh Salallahu ‘Alaihi Wassalam , para sahabatnya dan umat terbaik sesudah mereka.
Bagaimana kalian membolehkan ’jamaah-jamaah’ Islam menisbatkan diri terhadap individu-individu yang tidak ma’sum, lalu pada waktu yang sama kalian melarang orang-orang menasabkan kepada umat yang ma’sum dari segala kesesatan. Menasabkan diri kepada Salafush Shalih, dari kalangan sahabat, tabi’in, dan para imam (ulama) rabbani yang jauh dari hizbiyah- hizbiyah (fanatik terhadap kelompok-kelompok) pemecah belah umat?
Guru kami, al-Albani telah berkata, membantah hizbiyah : “Kami terang-terangan memerangi hizbiyah- hizbiyah tersebut, karena hal tersebut sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing)”. 
(al-Mu’minun: 53)
Padahal tidak ada hizbiyah sama sekali dalam Islam. Berdasarkan nash al-Qur’an, hizb hanya ada satu, (yakni hizbullah).
“Ketahuilah sesungguhnya hizb Allah-lah yang beruntung”. 
(Mujadalah: 22)
Hizbullah adalah jamaah Rasulullâh Salallahu ‘Alaihi Wassalam. Hendaknya seseorang itu berada di atas manhaj para sahabat, hal ini membutuhkan ilmu terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah.
Beliau (Al-Albani) pernah juga ditanya:
“Apakah Salafiyah itu dakwah hizbiyah, golongan, madzhab ataukah kelompok baru dalam Islam?”
Beliau menjawab: “Kalimat “Salaf” itu terkenal di dalam bahasa Arab dan syar’i. Telah shahih dari Nabi Salallahu ‘Alaihi Wassalam, ketika akan wafat beliau berkata kepada Fatimah, putrinya:
“Bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah. Aku adalah sebaik-baik salaf bagimu”. 
Banyak sekali para ulama’ yang menggunakan istilah “Salaf”. Satu contoh, ketika mereka menggunakannya untuk menghancurkan bid’ah:
“Setiap kebaikan adalah di dalam mengikuti salaf, dan setiap kejelekan adalah di dalam bid’ahnya khalaf”.
Tetapi ada sebagian orang yang mengaku berilmu mengingkari penisbatan terhadap Salaf, dengan anggapan hal itu tidak ada sandarannya. 
Dia mengatakan: “Seorang muslim tidak boleh mengatakan: “Saya Salafi”. Sepertinya dia mengatakan: “Seorang muslim tidak boleh mengatakan saya adalah pengikut manhaj Salaf as-Shalih dalam aqidah, ibadah, perilaku dan lainnya.”
Tidak diragukan lagi, pengingkaran ini membawa konsekwensi dia berlepas diri dari Islam yang shahih. Islamnya para Salaf as-Shalih, yang dipimpin oleh Rasulullâh Salallahu ‘Alaihi Wassalam , sebagaimana telah diisyaratkan oleh hadits mutawatir dalam “Shahihain” dan lainnya, Nabi Salallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sebaik baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi setelahnya, kemudian generasi setelahnya”.
Seorang muslim tidak boleh berlepas diri dari penisbatan kepada Salafush shalih. Orang yang mengingkari penisbatan yang mulia ini, bukankah dia juga menisbatkan diri kepada madzhab-madzhab yang ada, baik dalam aqidah, maupun fiqih? Bisa jadi dia seorang Asy’ariy atau Maturidy. Bisa jadi pula seorang Hanafi , Syafi’i, Maliki atau Hambali, yang tergolong Ahlus Sunnah wal Jamaah. 
Padahal orang yang menisbatkan kepada madzhab Asy’ariy atau salah satu dari 4 madzhab (fiqih) yang ada, dia telah menisbatkan diri kepada individu yang tidak ma’sum, walaupun ada juga para ulama yang benar. Tetapi apakah dia mengingkari penisbatan kepada individu-individu yang tidak ma’sum ini?
Dan inilah perkataan ahlul ilmi tentang bolehnya menisbatkan diri kepada Salafush as-Shalih:
Ibnu Manzhur berkata: “Termasuk arti Salaf adalah: pendahulumu, yaitu bapak-bapakmu dan kerabatmu yang punya umur dan keutamaan lebih di atasmu. Oleh karena itu generasi pertama dari kalangan tabi’in dinamakan “Salafush Shalih”.
Rasulullâh Salallahu ‘Alaihi Wassalam pernah berkata kepada putrinya, Zainab, ketika akan meninggal:
“Susullah Salaf kita yang shahih, yaitu Utsman bin Mazh’un.”
Al-Ghazali berkata: “Yang saya maksud dengan Salaf adalah madzhab sahabat dan tabi’in.”
Syaikhul Islam berkata: “Tiada aib bagi orang yang menampakkan madzhab salaf dan menisbatkan kepadanya, bahkan penisbatan tersebut wajib diterima menurut kesepakatan (ulama’), karena madzhab salaf adalah madzhab yang haq.”
Al-Baijuri berkata: “Yang dimaksud dengan istilah Salaf adalah orang yang terdahulu dari para nabi, tabi’in dan tabiut tabi’in.”

SYUBHAT KEDUA: Salafiyun Iebih Mementingkan Perkara-Perkara Furu’ (Cabang, Remeh) Ketimbang Perkara Ashl (pokok).
Jawaban Syaikh :
“Ini merupakan kedustaan serta bualan mereka. Sesungguhnya da’wah Salafiyah -alhamdulillah- mengimani Islam seluruhnya, tanpa pilih-pilih, berdasarkan firman Allah:
“Wahai orang-orang yang beriman masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah.” (Al- Baqoroh : 208)
Dan juga dengan firman Allah yang lain, yang mencela orang yang mengambil (mengamalkan) agama hanya menurut selera hawa nafsu.
“Apakah kalian mengimani sebagian dari kitab, dan mengkufuri sebagiannya?” 
(Al-Baqarah 85)
Kewajiban terpenting dalam da’wah Salafiyah adalah tauhid, menghambakan makhluk kepada Rabbnya, mentarbiyah (membina) umat di atas manhaj Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wassalam, dan memberikan perhatian terhadap sunnah-sunnah yang sudah mulai ditinggalkan lalu menghidupkannya kembali. 
Semua itu merupakan bagian dari program dan manhaj da’wah Salafiyah. Tetapi sebagian orang-orang yang menyelisihi da’wah Salafiyah ini ada yang menganggap sunnah-sunnah Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wassalam, seperti: siwak, memanjangkan jenggot, meninggikan kain di atas mata kaki, sutrah dan lainnya, sebagai perkara “qusyur” (remeh/kulit).

“Sangat buruk kalimat yang keluar dari mulut-mulut mereka, tidaklah yang mereka
ucapkan melainkan kedustaan.”
(al-Kahfi: 5)

Orang-orang yang bingung itu tidak tahu, bahwa Islam itu semuanya lubab (inti), sehingga persepsi dan pikiran mereka yang busuk menganggapnya sebagai “qusyur”.

Padahal semua yang dibawa oleh wahyu (Al-Kitab dan As-Sunnah) adalah haq dan lubab (inti), orang yang memperolok-olok sesuatu darinya maka dia kafir. Sedangkan orang yang menyebut sesuatu yang dibawa oleh Rasulullah dengan “qusyur” (kulit, hal remeh) yang dapat dibuang, maka dia berada di pinggir jurang yang dalam.


SYUBHAT KETIGA: Dakwah Salafiyah Tidak Memberikan Perhatian Terhadap Masalah-Masalah Politik, Bahkan Meninggalkannya Sama Sekali.


Syaikh menjawab:

Ini juga merupakan kedustaan yang nyata. Karena menurut Salafiyin, perkara politik termasuk dalam urusan dien. Tetapi politik yang mana?

Apakah politik koran-koran, majalah-majalah, dan kantor-kantor berita milik Yahudi dan Nashari? Ataukah politik Rasulullâh Salallahu ‘Alaihi Wassalam dan para sahabatnya?

Apakah politik demokrasi, yang mereka dengungkan dengan semboyan orang-orang kafir: “Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat?”

Ataukah politik pemeluk Islam yang berprinsip: “Hukum Allah, untuk Allah, berpijak pada Kitabullah dan Sunnah Rasulnya, melalui musyawarah yang dibenarkan oleh Islam?”

Dan apakah politik yang kebenaran diukur dengan banyaknya jari yang terangkat (voting) di Majelis Perwakilan Rakyat, meskipun terkadang voting tersebut menambah kuatnya kemungkaran atau kesyirikan? Ataukah politik sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala.


Allah Ta’ala berfirman:

“Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia”. (Yusuf: 40)

Salafiyin tidak ingin meraih al-haq dengan cara yang batil. Karena menurut mereka, sebuah tujuan tidaklah menghalalkan segala cara. Mereka tidak akan berjuang di atas “punggung-punggung babi”, tidak akan minta pertolongan kepada kaum musyrikin, dan selamanya tidak akan berkumpul dengan orang-orang munafiq. Mereka menolak jumlah banyak yang bersifat seperti buih, yang tidak menyandang sifat syar’i sedikitpun.


SYUBHAT KEEMPAT: Salafiyun Bersikap Mudahanah Terhadap Penguasa, Tidak Bicara Al-Haq Secara Terang-Terangan Di Hadapan Mereka.

Jawaban Syaikh:

Di mana Salafiyun yang menempati jabatan-jabatan tinggi, berupa jabatan Menteri, Hakim atau Mufti di negara-negara Islam?

Mencari jabatan seperti itu adalah monopoli ahli bid’ah selama puluhan tahun. Andaikata Salafiyun mau cari muka dan menjual ilmu, niscaya mereka akan meraih apa yang telah diraih selain mereka. Tetapi Salafiyun memandang itu semua sebagai kemunafikan. Bahkan mereka memandang tidak boleh memasuki Majlis Perwakilan Rakyat, agar tidak menjadi jembatan untuk Undang-Undang buatan manusia dan hukum-hukum Thaghut, dan bergelimang dalam kebatilan.

Kalau ada oknum yang menasabkan diri kepada Salafiyah, lalu dia memuji-muji penguasa dengan dusta, mencari muka dengan cara berbasa-basi dan bersikap nifaq, maka hanyalah mewakili dirinya sendiri. Dakwah Salaf serta Salafiyun berlepas diri dari apa yang dia lakukan. Kewajiban Salafiyun terhadap orang seperti itu adalah memberikan nasehat dan mengingatkan, kemudian memboikot dan memberikan peringatan (jika dia enggan, pen).

Salafiyun adalah orang-orang yang membicarakan al-haq secara terang-terangan, penuh dengan hikmah dan nasehat yang baik. Tanpa mengobarkan pengkafiran, menyatakan orang lain durhaka, dan pemberontakan terhadap penguasa.

Dakwah Salaf mengajak untuk memberikan nasehat terhadap penguasa, serta zuhud terhadap apa-apa yang ada pada mereka, yang berupa harta, jabatan, dan kehormatan. Juga mengajak untuk tidak mengobarkan (emosi) terhadap mereka, tidak rakus terhadap singgasana mereka, tidak memberontak melawan mereka. Kecuali jika nampak kekufuran yang nyata pada mereka, dengan terpenuhinya syarat-syarat serta tidak adanya penghalang-penghalang kekafiran. Tetapi hal itu ditetapkan oleh ulama, bukan oleh orang-orang hina yang mengikuti setiap orang yang memanggil.

SYUBHAT KELIMA: Salafiyin suka berlebih-lebihan….!

Jawaban Syaikh:

Adapun kalau yang dimaksud berlebih-lebihan adalah bersungguh-sungguh di dalam alhaq, melaksanakan kawajiban-kewajiban, dan menghidupkan sunnah-sunnah yang sudah mulai ditinggalkan, maka ini adalah haq, bukan aib bagi seorang muslim. Sedangkan yang merupakan aib adalah kalau seseorang meremehkan perkara-perkara agama, membolehkan hal-hal yang diharamkan, serta mengerjakan hal-hal yang melanggar syari’at.

Maka apakah memelihara jenggot yang merupakan Sunnah merupakan sikap berlebihan? Apakah memendekkan kain di atas mata kaki sampai pertengahan betis yang merupakan Sunnah merupakan sikap berlebihan? Apakah mengharamkan jabat-tangan dengan wanita bukan mahram, mengharamkan lagu-lagu dan musik, termasuk berlebih-lebihan? Padahal ulama’ dahulu dan sekarang telah berfatwa dengan hal-hal di atas!

Itu semua hanyalah tuduhan yang dibuatbuat agar manusia menjauhi para da’i Al-Kitab dan As-Sunnah pengikut Salaful Ummah.

Salafiyah tidaklah menyia-nyiakan syari’at ini sedikitpun, tidak meremehkan Sunnah, apapun bentuknya. Sebagaimana hal itu dilakukan oleh harikiyin dan hizbiyin yang menuduh Salafiyin suka mencari-cari masalah ganjil yang mereka namai dengan “qusyur” (perkara kulit) untuk meremehkannya. Keberuntunganlah bagi orang-orang yang asing, yang telah diberitakan oleh Nabi Salallahu ‘Alaihi Wassalam, dengan sabdanya:

“Mereka adalah orang-orang yang memperbaiki sunnah-sunnah Rasulullâh Salallahu ‘Alaihi Wassalam yang telah dirusak oleh manusia”.

SYUBHAT KEENAM: Salafiyin Tidak Menaruh Perhatian Terhadap Masalah Jihad.


Syaikh menjawab:

Jihad merupakan puncak syari’at. Ayat-ayat dan hadits-hadits yang menganjurkannya banyak sekali dan sudah terkenal. Tetapi jihad mempunyai kaedah-kaedah, syarat-syarat, dan adab-adab. Salafiyun tidak akan berangkat jihad di bawah bendera jahiliyah, karena jihad tidaklah disyari’atkan kecuali untuk menegakkan syari’at Allah.


Allah Ta’ala berfirman:

“Sehingga tidak terjadi fitnah, dan agama seluruhnya untuk Allah”. 
(al-Anfaal: 39)

Untuk berjihad harus ada imam, harus ada bendera Islam. Dan harus ada pembinaan rabbaniyah seputar jihad. Harus ada bekal dan kesiapan. Menurut Salafiyin, jihad haruslah berdasarkan ilmu, keyakinan dan sasaran yang jelas. Jika bendera telah tegak dan tujuan (sasaran) juga jelas, maka Salafiyin tidak akan ketinggalan.

Bumi Palestina, Chehcnya, Afghon, Balkan, Kasmir menjadi saksi bagi mereka di sisi Allah Ta’ala. Mereka mendorong peperangan (jihad) dengan pemahaman seperti ini.

SYUBHAT KETUJUH: Dakwah Salafiyah Memecah Belah Umat Dan Membikin Fitnah.

Jawab Syaikh:

Kenapa dakwah Salaf dituduh demikian?

Karena dakwah ini memisahkan keburukan dari kebajikan, dan itu merupakan tujuan Allah dan Rasul-Nya.

“Agar Allah memisahkan antara kejelekan dengan kebaikan.” 
(al-Anfaal: 37)

Allah Ta’ala juga berfirman:

“Katakanlah: “Kebenaran itu dari Rabb kalian, barangsiapa yang ingin, berimanlah dan siapa yang ingin , kufurlah.”” (al-Kahfi: 29)


Ketika seorang da’i Salafi memerangi bid’ah dan ahli bid’ah, langsung dituduh dengan tuduhan-tuduhan yang keji tersebut. Karena memang di antara prinsip Ahlul Bid’ah adalah mengumpulkan orang dengan membabi buta dengan dalih menjaga persatuan kaum muslimin. Mereka tidak peduli bentuk dan jenisnya, tetapi yang penting kwantitas, bagaimana itu bisa terwujud. Karena itu kamu lihat mereka berbasa-basi di hadapan ahlul bid’ah dan ahli kesesatan. Tetapi mereka tidak mau berdamai dengan Salafiyin. Bahkan mereka memusuhi, mencela, membenci, dan membesar-besarkan kesalahan Salafiyin.


Kami akan senantiasa ingat ucapan salah satu pembesar Ikhwanul Musimin di kota Zarqo’ yang membela Khumaini dan revolusinya serta membantah Salafiyin yang memperingatkan dari firqah Syiah, condong kepadanya. Dia berkata:

“Muslim Syiah yang menegakkan syari’at Allah, lebih utama daripada Sunni Salafi yang tidak menegakkan syari’at, mereka itu perusak.”

Lalu dia memberikan tuduhan-tuduhan bahwa Salafi membuat fitnah dan memecah belah umat.

Maka saya katakan: “Perhatikanlah mereka telah terjatuh ke dalam fitnah, tidaklah mereka mengetahui bahwa Syiah adalah Yahudinya umat ini. Syi’ah adalah firqah yang paling buruk. Karena berbagai perkara yang ada pada mereka, seperti: bid’ah, kesesatan, merubah kitab Allah, mencela sahabat Rasulullâh Salallahu ‘Alaihi Wassalam , dan menuduh Aisyah ummul mukminin berzina, padahal Allah telah mensucikannya dari atas langit ke tujuh, Maha Tinggi Allah dengan ketinggiannya yang Agung dari apa yang diucapkan orang-orang dhalim.


Demikian beberapa syubhat diantara banyak syubhat yang dilontarkan oleh sebagian orang kepada dakwah salafiyah dan bantahannya. Mudahan-mudahan Allah memudahkan bagi kita untuk mengenal yang hak sebagai sebuah kebenaran dan semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita untuk melaksanakannya

sumber http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/manhaj/104-menepis-syubhat-kerancuan-terhadap-salafiyah

Tidak ada komentar:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif