Barangsiapa yang mendapati suatu perselisihan, maka ia harus berpegang dengan Sunnah Nabi shallalla

  • Saya tidak mengatakan diri saya sebagai seorang ahli 'ilmu karena memang saya bukanlah ahlu 'ilmu, melainkan hanya penuntut 'ilmu . maka Janganlah engkau MENIMBA dan BERTANYA tentang 'ilmu kepadaku. Janganlah pula jadikan postingan-postingan saya sebagai rujukan 'ilmu bagi kalian. Tapi timbalah dan tanyalah 'ilmu kepada ahlinya. Apa-apa yang kupostingkan di website ini yang berisikan kebenaran, maka terimalah. Apa-apa yang bertentangan dengan kebenaran, maka tolaklah, dan luruskanlah dengan 'ilmu dan hujjah.

Bukti Cinta

Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.

(Tafsiir Ibni Katsiir I/384)

Rabu, 08 Agustus 2012

SIAPAKAH YANG BENAR ???


SIAPAKAH YANG BENAR ???

MOHON MAAF:
Baca dulu ya, baru komentar ….
Kawan-kawan yang aku cintai karena Alloh…
Waktu aku kecil, aku tahunya di masyarakat Muslim hanya ada dua kelompok besar. Kalian tentu sudah tahu, kan? Ya, benar! NU dan Muhamadiyah. Yang aku tahu, kalau ada yang sholat subuhnya nggak pakai qunut, berarti dia Muhammadiyah. Trus, kalau ada yang sholat subuhnya pakai qunut, berarti dia itu NU.
Seiring berjalannya waktu, aku baru tahu kalau ternyata dalam Islam banyak sekali kelompok-kelompok. Sebut saja misalnya Salafy, IM, HT, JT, LDII,….dll. masih banyak sekali. Bagi kawan-kawan yang ingin mengetahui nama dari kelompok-kelompok yang ada dalam Islam, silakan baca buku tulisannya Hartono Ahmad Jaiz.
 
Melihat realita yang seperti ini, wajar kiranya kalau aku lantas bertanya-tanya: Kelompok manakah yang benar yang harus aku ikuti? Apakah semuanya berada di atas kebenaran? Jika semuanya berada di atas kebenaran, kenapa mereka saling bertikai? Bahkan ada yang mengkafirkan kelompok lain yang tidak sepaham dengannya?
Belum lama aku berkenalan seorang mantan petinggi kelompok XXXX. Dia baru saja bercerai dengan istrinya karena istrinya tidak mau mengikuti suaminya. Istrinya tetap kekeuh bergabung dengan kelompok XXXX. Istrinya menganggap kafir orang yang berada di luar kelompoknya. Akhirnya mereka pun bercerai. Padahal kenalanku itu sudah punya 3 orang anak. Dan diapun begitu sangat mencintai anak-anaknya itu.
Teman-teman…
Apakah kalian merasa bingung juga? Jika ya, mari kita sedikit berbincang-bincang tentang masalah ini. Mudah-mudahan bisa sedikit memberi pencerahan.
Kawan-kawan nggak usah takut. Aku nggak akan memvonis salah satu kelompok. Aku cuma ingin mengajak kita semua berfikir kritis. Lagi pula nggak ada gunanya aku memvonis-vonis di sini. Ntar ada yang tersinggung lagi…he..he…
Aku cuma ingin membahas tentang apa itu KEBENARAN. Sebab dengan mengetahui KEBENARAN kita akan mengetahui yang salah. Ibarat penggaris, dengannya kita bisa mengetahui mana kain yang ukurannya sesuai keinginan kita dan mana yang bukan.
Ali Rodhoyallohu ‘anhu pernah berkata, “Sesungguhya kebenaran itu tidak dinilai dari orang perorang. TApi orang peroranglah yang harus dinilai dengan kebenaran. Kenalilah kebenaran, maka engkau akan mengetahui orang yang berada di atasnya.”
Jadi, untuk menilai mana yang benar dan mana yang salah, terlebih dahulu kita harus mengenal kebenaran itu sendiri. Lalu, apakah KEBENARAN itu?
Kawan-kawan…
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
KEBENARAN itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. (QS. Al-Baqoroh: 147)
Ya, KEBENARAN adalah yang berasal dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
Lalu, apa yang berasal dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala?

Jawabnya adalah Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah wahyu dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Tiada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa. (Lihat QS. Al-Baqarah: 2)
Al-Qur’an diturunkan Alloh kepada Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa Sallam. Kemudian beliau menjelaskan isi Al-Qur’an kepada para Sahabat beliau. Beliau menjelaskan Al-Qur’an kepada para Sahabat beliau lewat bimbingan dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Jadi pasti penjelasan beliau itu benar adanya. (Lihat QS. An-Najm ayat 4).Penjelasan Al-Qur’an oleh Rosululloh shollallahu ‘alaihi wa Sallam dikenal dengan isitilah As-Sunnah.
Jadi al-Qur’an dan As-Sunnah adalah kebenaran. Makanya Rosululloh menjamin keselamatan kepada orang yang berpegang teguh kepada keduanya.
Beliau bersabda, “Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat selama berpegang dengannya, yaitu Kitabullah (Al Quran) dan sunnah Rasulullah”. (HR. Muslim)
Kemudian, para Sahabat Rosul mengamalkan Al-Qur’an dan Sunnah pada masa hidup mereka. Mereka mengamalkannya sesuai dengan bimbingan Rosululloh. Jika ada yang belum mereka pahami, langsung mereka tanyakan kepada beliau. Maka pemahaman Al-Qur’an dan As-Sunnah oleh para Sahabat dikatakan sebagai pemahaman yang benar. Sebab kalau mereka keliru, pasti langsung diluruskan oleh Rosululloh Shollallahu ‘alaihi wa Sallam.
Dari uraian di atas, bisa kita simpulkan bahwa KEBENARAN adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan yang dipahami oleh para Sahabat Rosul. Maka wajar kiranya jika Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyuruh kita untuk mengikuti jejak mereka.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Alloh ridho kepada mereka dan merekapun ridho kepada Alloh, dan Alloh menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar”. (QS. At-Taubah:100)
Rosul pun menyuruh kita mengikuti jejak mereka.
Suatu hari Rosululloh Shollallahu ‘alaihi wa Sallam mengabarkan bahwa kelak ummat Islam akan berpecah belah menjadi berkelompok-kelompok dan bergolong-golongan. Beliau mengatakan bahwa semua kelompok terancam Neraka, kecuali satu kelompok”
SIAPAKAH KELOMPOK YANG SATU INI YANG SELAMAT DARI ANCAMAN NERAKA?
Beliau berkata:
“…(yaitu) yang aku dan para Sahabatku berada di atasnya.”
(HR. At-Tirmidzi dan Al-Hakim)
Jadi, kelompok manapun di dunia ini yang mengaku dirinya berada di atas kebenaran, maka wajib mengikuti jejak Rosululloh Shollallahu ‘alaihi wa Sallam dan para Sahabat beliau. Mereka harus mencocokkan aqidah, ibadah, dan akhlak mereka dengan aqidah, ibadah, dan akhlak  Rosululloh Shollallahu ‘alaihi wa Sallam dan para Sahabat beliau.
Kalau Rosululloh dan para Sahabatnya mengimani bahwa tidak ada nabi lagi setelah Nabi Muhammad, mereka pun wajib mengimani demikian.
….
….
Dst.
Jadi demikian. Jika kita mengaku bahwa diri kita berada di atas kebenaran, apakah aqidah, ibadah, dan muamalah kita sudah sesuai dengan aqidah, ibadah, dan muamalahnya Rosululloh dan para Sahabatnya???
Agar lebih jelas, mari kita simak kisah berikut ini. Simaklah baik-baik kawan… Semoga kita semua diberi petunjuk oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala ke atas jalan yang lurus.
Ya Alloh…
Tunjukkanlah kepada kami bahwa yang benar adalah benar, dan berilah kekuatan kepada kami untuk mengikutinya.
Tunjukkanlah kepada kami bahwa yang salah adalah salah, dan berilah kekuatan kepada kami untuk mengikutinya.
Amiin ya Alloh…
Dialog Imam Ahmad Dengan Tokoh Mu’tazilah
Imam Ahmad bin Hambal, salah seorang imam Ahlu Sunnah terkemuka, mendapat cobaan begitu berat disebabkan pendiriannya yang kokoh bahwa Al-Qur an bukan makhluk, tetapi Kalamullah. Pendirian beliau ini menyelisihi paham Khalifah pada waktu itu, Al-Watsiq beserta para tokoh Mu’tazilah diantaranya Ibnu Abi Duwwad. Mereka memaksakan paham ini kepada seluruh rakyatnya, termasuk para ulama pada waktu itu. Khalifah Al-Watsiq suka menguji manusia dengan permasalahan tersebut (tentang Al Qur an Makhluk). Barang siapa yang sepakat dengannya maka dibiarkan bebas, namun siapa yang menentangnya, maka akan di hukum, baik dipenjara, dicambuk, bahkan dibunuh. Imam ahmad bin Hambal adalah salah satu dari sekian ulama yang dijebloskan ke penjara, dicambuk berpuluh-puluh kali, bahkan beliau sempat akan dibunuh. Namun karena pertolongan Allah, kemudian karena keikhlasan, keteguhan serta kefaqihan beliau, maka hukuman bunuh dibatalkan, bahkan khalifah Al-Watsiq bertaubat dari fahamnya tersebut setelah mendengar perkataan Imam Ahmad ketika berdialog dengan Ibnu Abi Duwwad.
Imam Adz-Dzahabi meriwayatkan kisahnya dari Al-Muhtadi Billah Muhammad bin Al-Watsiq, anak sang khalifah Al-Watsiq di kitabnya Siyaru A’laamin Nubalaa’ juz XI :312, ini ceritanya:

Berkata Al-Muhtadi Billah Muhammad bin Al-Watsiq: “Dahulu ayahku (khalifah Al-Watsiq) bila hendak membunuh seseorang, ia mengajak kami menyaksikannya. Suatu saat dihadapkan kepadanya seorang tua yang disemir rambutnya dalam keadaan terikat.” (Orang tua ini adalah Abu Abdillah Ahmad bin Hambal Rahimahullah). Ayahku itu berkata: “ijinkan Abu Abdillah (Ibnu Abi Duwwad, kuniyahnya sama dengan imam Ahmad) beserta para sahabatnya untuk masuk. Yang ia maksud adalah Ibnu Abi Duwwad. Perawi berkata: ”Maka masuklah orang tua itu (Imam Ahmad).” Orang itu berucap: “Assalamu’alaika Yaa Amiral Mukminin. (semoga keselamatan atas dirimu). Beliau (Al-Watsiq) menjawab: “Laa Sallamallahu Alaika.” (semoga Allah tidak memberikan keselamatan atas kamu). Lelaki itu kontan menanggapi: “Sungguh jelek cara kamu memberikn salam. Padahal Allah Ta’ala berfirman (artinya): “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa).” (An-Nisaa : 86).
Ibnu Abi Duwwad berkomentar: “Lelaki itu (Imam Ahmad) pandai bersilat lidah.” Maka ayahku berkata: “Ajaklah ia bicara.” Ibnu Abi Duwwad bertanya: “Apa pendapatmu tentang Al Qur an?” Lelaki tua itu menjawab: “Dia tidak bersikap adil terhadapku. Aku yang seharusnya bertanya.” Ayahku berkata: “Tanyalah Ibnu Abi Duwwad.” Lelaki itu bertanya: “Apa pendapatmu tentang Al-Qur’an?” Ibnu Abi Duwwad menjawab: “Al-Qur’an itu makhluk” (bukan kalam Illahi). Syaikh (lelaki tua) itu bertanya lagi: “Apakah ucapan itu sesuatu yang sudah diketahui oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi wasallam, Abu Bakar, Umar dan Al-Khulafa Ar-Rasyidun yang lain atau belum?” Ibnu Abi Duwwad menjawab: “Belum.” Lelaki itu berkata: “Maha Suci Allah, sesuatu (masalah agama) yang tidak diketahui Nabi, namun kamu mengetahuinya.” Ibnu Abi Duwwad menjadi malu. Lalu ia berkata: “Beri aku kesempatan lagi.” Lelaki tua itu berkata lagi: “Pertanyaannya tetap sama (yakni apakah Abu Bakar, Umar dan Al-Khulafa Ar-Rasyidun yang lain mengetahui hal itu).” Ibnu Abi Duwwad menjawab: “Ya, mereka telah mengetahuinya.” Lelaki tua itu bertanya lagi: “Mereka mengetahuinya, namun tidak mendakwahkannya kepada manusia?” Ibnu Abi Duwwad menjawab: “Iya”. Lelaki tua itu bertanya lagi: “Apakah yang cukup mereka lakukan tidak cukup bagimu?” Perawi berkata: “Maka ayahku lantas bangkit dan memasuki majelis, ia langsung duduk dan bertanya: “Sesuatu yang tidak diketahui Nabi Shalallahu alaihi Wasallam, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan seluruh Al-Khulafa Ar-Rasyidun, namun kamu mengetahuinya? Lalu sesuatu yang mereka ketahui dan tidak mereka dakwahkan, masih belum cukup bagimu sehingga kamu mendakwahkannya?” Beliau lalu menyuruh orang membuka ikatan lelaki tua itu dan memberikan kepadanya empat ratus dinar, lalu mengijinkannya pulang. Semenjak itu Ibnu Abi Duwwad dipandang sebelah mata oleh khalifah Al-Watsiq, dan setelah itu ayahku tidak pernah lagi menguji orang lain dengan masalah itu. (sampai di sini riwayat Imam Adz-Dzahabi).
Apa yang keluar dari perkataan beliau (Imam Ahmad Rahimahullahu Ta’ala) merupakan kaidah besar bagi kaum Muslimin dalam memahami agamanya. Kaidah yang dapat membentengi umat Islam dari berbagai paham yang menyimpang. Kaidah ini yakni: Mengambil agama dari apa yang diajarkan Nabi Sallahu ‘Alaihi Wasallam dan memahaminya dengan apa yang dipahami oleh shahabat beliau radiallahu anhum jami’an dan mencukupkan diri dengannya.
 

(Sumber: dari sini)

Tidak ada komentar:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)"

Nasehat Imam Empat Mazhab," Jangan fanatik kepada kami "!

Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)
Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)

2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”

3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)

Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,

1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)

2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)

3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,

1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)

2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)

3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)

4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)

5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)

6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)

7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)

8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)

9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)

Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,

1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)

2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)

3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).

Selengkapnya klik DI SINI

Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah kita taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?


Ilmu & Amal

Tuntutan ilmu adalah amal & tuntutan amal adalah ilmu . Amal hati/batin dinilai dengan keikhlasan & amal lahir dinilai dengan ketaatan mengikuti sunnah Rasul

Tauhid

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu kaum berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemudharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yg telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran- lembaran telah kering.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata,” Hadist ini hasan shahih). ☛ ☛ ☛ “Jagalah Allah, maka engkau mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika senang, maka Dia akan mengenalmu ketika susah. Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.”(Dalam riwayat selain at-Tirmidzi)

Tes Gannguan Jin Dalam Tubuh

Sesungguhnya syirik itu melenyapkan amalan dan menyebabkan kekal di dalam neraka

Gerakan Sholat Yang Benar

www.loogix.com. Animated gif